BAB I
PENDIDIKAN UNTUK
MENGHADAPI PERUBAHAN
Perhatian
para pendidik semakin meningkat terhadap perubahan yang terjadi dengan cepat
hampir dalam segenap segi kehidupan. Misalnya dalam bidang sosial budaya telah
terjadi perubahan seperti pertumbuhan penduduk yang besar, meningkatnya
mobilitas sosial dan meluasnya aktivitas politik dan budaya. Salah satu efek
dari perubahan yang telah dikemukakan, meningkatnya tuntutan akan persamaan pendidikan
dalam masyarakat dan juga bangsa yang berbeda pengkembangan kekayaan dan teknologinya. Tidak hanya itu, pada bidang
komunikasi, sains, dan teknologi. Misalnya pada bidang teknologi dan komunikasi
seiring berkembangnya teknologi komunikasi pun semakin lancar dan pada bidang
sains adanya hasil penelitian-penelitian yang dapat mempermudah kehidupan
masyarakat. Pada akhirnya terjadi perubahan ekstensif dalam persediaan dan
penawaran barang yang diperlukan konsumen serta organisasi alat-alat produksi.
Disebabkan
oleh fenomena diatas, murid-murid sekolah dipersiapkan untuk memasuki
masyarakat dan dunia kerja yang mungkin tidak ada ketika mereka dewasa nanti.
Dengan kata lain murid-murid mempelajari sesuatu yang tidak diperlukan ketika
mereka dewasa kelak. Peristiwa seperti itu tidak hanya terjadi di negara yang
sudah maju, tetapi juga terjadi di negara yang sedang berkembang.
Pembaharuan-pembaharuan
pendidikan mulai menekankan perlunya perumusan tujuan pendidikan baru, untuk
pendidikan untuk dunia yang sedang berubah. Tujuan pendidikan baru merupakan
implikasi dari sifat-sifat kejiwaan dan juga berimplikasi terhadap bermacam
aspek kehidupan manusia itu sendiri. Walaupun demikian, aspek kejiwaan menjadi
masalah utama yang disoroti dalam pembahasan ini. Tujuan pendidikan baru,
pendidikan untuk menghadapi perubahan. menyatakan bahwa ketrampilan, nilai dan
sikap yang diperoleh dan dipergunakan pada masa kanak-kanak tidak akan sesuai
dengan kehidupan ketika mereka dewasa. Keterampilan, nilai dan sikap yang tidak
sesuai itu, seperti pengetahuan, hubungan antar perorangan, perkembangan diri,
kepribadian dan sebagainya.
Peningkatan
kebutuhan mengakibatkan “Inovasi pengetahuan” (Dumadezier, 1972), sedangkan
pengetahuan sekarang akan berfungsi sebagai basis kelangsungan proses belajar
lanjut dan belajar kembali. Proses belajar terus menerus tidak hanya terbatas
pada membaca, menulis, dan berhitung di sekolah tradisional, bahkan diperluas
ke seluruh aspek kejiwaan. Anak-anak perlu memperoleh pengetahuan tidak hanya mengenai
fakta-fakta yang ada dalam masyarakat mereka, tetapi juga diri mereka dan orang
lain serta kebudayaan mereka dan kebudayaan orang lain. Dalam lingkungan
tradisional mereka perlu mengetahui bagaimana memperoleh pengetahuan pada waktu
yang diinginkan. Bahkan yang lebih penting lagi adalah bagaimana
mempergunakannya. Mereka harus dapat mengorganisir, menyimpan dan mengingat
informasi, mempergunakan logika, perhitungan dan berkomunikasi dengan orang
lain.
Teori pendidikan
sekarang berubah pendekatannya dari mementingkan keterampilan kognitif ke arah
membantu perkembangan dalam dan antar perorangan. Ini berarti peningkatan
tuntutan, bahwa pendidikan secara sadar sepenuhnya membantu melicinkan
pertumbuhan diri dan meningkatkan usaha aktualisasi diri. Pendidikan harus
mengembangkan individu sebagai bagian proses menuju kematangan. Dan pendidikan
secara kejiwaan mempersiapkan individu untuk menanggulangi ketegangan pribadi
sebagai akibat perubahan kehidupan yang cepat, pekerjaan, sosial dan budaya.
umpamanya dahulu banyak anak yang masuk ke lapangan pekerjaan bidang otomotif
untuk itu sekarang banyak sekolah khusus untuk jurusan otomotif yaitu pada SMK
atau STM yang dalap memberikan ketrampilan yang lebih memadai untuk memperoleh
pengetahuan dan kemudahan dalam pekerjaan mereka.
Macam-macam
perubahan yang telah didiskusikan mempunyai implikasi lebih jauh terhadap
produksi dan distribusi barang-barang serta prestasi kemauan kerja. Perubahan
yang meluas dapat diprediksikan akan melahirkan masa depan yang tidak stabil
baik personal maupun emosional. Jika orang-orang tidak dapat menanggulangi
perubahan, mereka akan tenggelam, kelewat atau terasing dari kepribadiannya.
Dalam keadaan seperti itu, pendidikan akan berperan membantu pertumbuhan
kepribadian yang kuat untuk menanggulangi perubahan dan menolong orang-orang
berhubungan dengan sesamanya. Dalam bidang kognitif pendidikan harus menolong
pelajar untuk mengembangkan konsep baru tentang pertumbuhan diri, mandiri, dan
untuk menerapkan konsep baru agar mereka mengerti dirinya sendiri, berhubungan
dengan orang lain, bekerja, dan bersenang-senang.
KEBUTUHAN PENDIDIKAN ORANG DEWASA.
Dari sisi lain ,
system pendidikan masa kini mendapat kecaman tidak mampuanya melayani sebagian
besar orang dewasa .(karena orang dewasa suka pembelajaran praktis dan berpusat
pada masalah)(suber:www.google.com) Dinytakan
bahwa anak-anak akan mengalami
perubahan di masa depan ketika
mereka dewasa, sedangkan orang dewasa
tidak memiliki kesempatan seperti
anak-anak. Anak-anak dilibatkan dengan perubahan penting yang terjadi pada masa
kini. Justru itu, perlu peningkatan
penekanan bahwa pendidikan bertugas mempersiapkan anak-anak masa kini
untuk menghadapi masa depan,juga system pendidikan hendaknya diorganisir agar
dapat menemukan kebutuhan masa kini yang cocok dengan kebutuhan ketika mereka dewasa . Asumsi bahwa
10,12,atau 15 tahun masa persekolahan formal
dapat mempersiapkan orng dewasa untuk menanggulangi seluruh ospek kehidupan telah hilang dalam pemiikiran
pendidikan sekarang.
Beberapa tanda meunjukkan
peningkatan perhatian pendidikan orang
dewasa di Amerika Utara dan pengembangan
prinsip-prinsip keorganisasian seperti “ recurrent education .” Dan akhir-akhir
ini , pembuat undang-undang di Perancis
menetapkan sejumlah substansi
pendidikan lanjutan untuk pegawai-pegawai mereka . Jerman telah menetapkan
periode Bildungsurlaub (cuti karena
pendidikan , sedangkan persatuan pengusaha
dan pekerja Australia menyetujui
untuk membayar upah cuti bagi pekerja
yang mengikuti kursus-kursus pendidikan. Sukses Uneversitas terbuka di
Inggris dan pengembangan beberapa lembaga yang sama di beberapa negara seperti
Canada dan lain lain merupakan contoh pengembangan pendidikan orang dewasa.
Akhirnya, sejalan dengan perubahan dunia, dirasakan kebetuhan untuk
memperlengkapi orang-orang dengan pengalaman pendidikan formal diluar usia
sekolah konvensional.
Orang dewasa suka pembelajaran
praktis dan berpusat pada masalah.Oleh karena itu digunakan pembelajaran
kolaboratif serta kooperatif dan pemecahan
masalah secara otentik. Berikan contoh-contoh nyata ,cerita dan overview untuk
mengaitkan teori dengan praktek. Bantu mereka untuk menerapkan informasi
baru.Antisipasi masalah yang mungkin akan dihadapi dalam mengaplikasikan
informasi baru itu , berikan saran-saran dan pengalaman anda.
Orang dewasa suka pembelajaran
yang mendukung harga diri mereka.Mulailah dengan kegiatan kerja dalam kelompok
kecil dengan resiko kegagalan yang rendah. Bantulah mereka untuk berkembang
menjadi lebih efektif dengan latihan terarah dan pembiasaan. Rencanakan untuk
membangun sukses individual secara bertahap. Dimulai dengan tugas yang ringan
menuju yang lebih berat.
Orang Dewasa suka pembelajaran
suka pembelajaran yang mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman mereka.
(alasan ditambahnya kalimat ini agar pembaca tambah mengetahui pembelajaran apa
saja yang dapat mendukung harga dirinya serta kegagalan serta resiko-resikonya)
PENDIDIKAN DAN MASA
KANAK-KANAK
Untaian argumentasi
ketiga,berkenaan dengan pentingnya pengalaman padatahun-tahun pertama kehidupan
dalam rangka perkembangan masa depan.Meskipun dalam beberapa kasus tuntunan
lebih banyak di dasarkan pada issu ekonomi atau polititk dari pada analisis
kejiwaan di masa anak-anak awal beberapa kelompok dinegara maju pada
akhir-akhir ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pedidikan formal
bagi anak-anak awal.Ini sering kali di sebut dengan istilah prasekolah untuk
mempelihara anak-anak yang ibunya sedang bekerja.
Di beberapa masyarakat,contoh Canda,pendidikan pada masa
kanak-kanak awal;atau pra sekolah di usulkan sebagai bagian usaha membantu
penggabungan anak-anak darikebudayaan minoritas( seperti India, Canada)kedalam
kebudayaan yang dominan.Perhatian juga di berikan pada lingkaran pendidikan
yang memasukan proyek pendidikan awal seperti program “Hoadstart”di Amerika Serikat,dengan tujuan untuk
menyembuhkan kemunduran kognitif yang di akibatkan oleh stimulasi terdahulu
yang tidak memadai.Dengan demikian,pentingnya pengalaman pada tahun-tahun pertama
kehidupan telah di akui secara luas sekarang ini.Salah satu hasilnya adalah
perlunya struktur formal pengalaman belajar anak-anak prasekolah.Untuk
itu umpamanya sistem persekolahan di perluas sehingga dapat menampung anak yang
berumur lebih rendah dari umur yang telah di tetapkansekarang.Kemudian juga
dirasakan perlunya perluasan konsep perluasan itu sendiri.
Dalam hal ini,pemrintah
harus bisa menyediakan fasilitas-fasilitas yang di perlukan dalam sistem
persekolahan seperti:gedung atau ruangan persekolahan,buku-bacaan untuk
anak-anak yang berumur lebih rendah atau
yang di sebut PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI(PAUD).Maka dari itu pemerintah
seharusnya mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun
golongan masing-masing. Karena ini bisa mempercepat adanya pembangunan
Pendidikan begitu sebaliknya kalau pemerintah lebih mengutamakan kepentingan
pribadi maupun golongan maka akan memperlambat jalanya pembangunan
pendidikan.akibat dari lambatny pembangunan pendidikan tersebut maka banyak anak- anak
di usia rendah yang tidak bisa mendapat pendidikan dari kegiatan persekolahan
tersebut sehingga mereka hanya mendapatkan pendidikan in formal saja.
PERSAMAAN PENDIDIKAN YANG SEBENARNYA
Serangan yang
meluas secara terpisah-pisah terhadap organisasi pendidikan konvensional
disebabkan oleh perubahan konsep persamaan pendidikan yang telah banyak
dikemukakan dalam tulisan-tulisan sekarang ini. Persamaan pada mulanya
dipandang sebagai usaha memperlengkapi fasilitas fisik yang sama untuk seluruh
anak-anak sekolah tanpa memandang status sosial ekonomi, ras dan faktor
sejenisnya. Laporan akhir-akhir ini di Amerika Serikat menyatakan bahwa
persamaan dalam bidang ini hampir seluruhnya mendekati kenyataan yang dulunya
hanya sekedar pikiran. Meskipun demikian, masih terdapat ketidaksamaan waktu
yang digunakan di sekolah,penguasaan ketrampilan yang diberikan oleh sekolah,
angaka pemasukan ke dalam lapangan kerja dan sebagainya. Konsekuensinya,
semakin beralasan untuk melakukan perubahan pendidikan lebih jauh daripada yang
sudah dilakukan sekarang ini.
Persamaan pendidikan sebenarnya akan
terwujud apabila seluruh warga masyarakat mendapat keuntungan yang sama
dari fasilitas pendidikan yang ada.
Meskipun kenyataannya, karena kurangnya minat pada waktu kanak-kanak, sehingga
mereka tidak memanfaatkan kesempatan pendidikan yang tersedia, pendidikan
selama usia sekolah konvensional. Dengan demikian, semakin kuat dorongan untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang dapat mewujudkan persamaan hasil akhir,
bukan hanya sekedar persamaan jalan secara teoritis untuk memperoleh fasilitas.
Persamaan hasil akhir yang dicapai oleh bermacam strata sosial dalam masyarakat
tertentu dan diantara masyarakat yang berbeda kekayaan dan perkembangan
teknologinya.
PERANAN ILMU JIWA
Dengan danya komitmen UNESCO
terhadap prinsip pendidikan seumur hidup berarti badan pendidikan internasional
telah mengadopsi pendidikan seumur hidup. Konsekuensinya, tepat sekali konsep
pendidikan seumur hidup di teliti dengan cara yang terorganisir dan sistematik.
Sebagai teori organisasi pendidikan, pendidikan seumur hidup mempunyai basis
kejiwaan dan juga memiliki basis disiplin ilmu lainya disamping ilmu jiwa,
segingga penerimaan atau penolakan akan tergantung dengan basis-basis itu. Analisis
kejiwaan terdiri dari 5 aspek pokok, sebagai berikut:
1.Penyajian
unsur-unsur pokok kejiwaan yang menggambarkan pendidikan seumur hidup.
2. Statemen alas
an-alasan pokok tentang pendidikan seumur hidup dikemukakan dengan menggunakan
istilah kejiwaan.
3. Review bukti
validitas argumenttasi yang telah dikemukakan.
4. Analisis
implikasi pengetahuan tentang kejiwaan terhadap kurikulum sekolah jika di
organisir dalam kerangka pendidikan seumur hidup.
5. Pengkajian
terhadap kecaman yang dialamatkan pada pendidikan seumur hidup akhir-akhir ini,
dan spesifikasi beberapa implikasi terhadap pengkajian lanjut pendidikan seumur
hidup.
(dalam pembuatan
bahan-bahan kejiwan juga harus didasari
untuk merubahkebutuhan dan kepentingan pegawai karena sudah termasuk dan
merupakan tujuan sosial serta mencari dan mengembangkan cara serta langkah yang
dapat mewujudkan maksud dan tujuan kejiwaan)(alasan ditambahnya kalimat ini
agar dalam pembuatan tulisan tidak meninggalkan unsur-unsur dan tujuan –tujuan
yang akan di capai )
Review bahan kejiwaan dikerjakan
dengan sangat selektif. Untuk itu, itu tulisan ini bertumpu pada pendapat aspek
mana yang paling berkaitan dan dapat memberikan informasi, dan hasilnya banyak
bahan yang menurut orang lain seharusnya baik dimasukan, tetapi dalan tulisan
in ditinggalkan. Dan juga sebagai tambahan, basis istimewa dan efek karena
kenal atau kurang kenal dengan karya beragam penulis.dua prinsip dengan longgar
diterapkan dalam pemilihan bahan. Pertama, meskipun usaha dengan sengaja dibuat
untuk melihat kembali teori dan research masa silam dengan maksud untuk
dipertentangkan dengan yang terbaru( serta untuk tidak melakukan kesalahan yang
sama pada karya ilmiah terdahulu)(sumber:www.google.com) tetapi kenyataannya
terkonsentrasi pada karya-karya penulis sekrang. Kedua aturan informal bahwa
titik berat penekanan atas dasar konklusi dan generalisasi yang diambil dari
penelitian empiris, paling tidak yang sesuai dengan metode “scientific”.
Pendekatan ini tidak secara ketat diikuti, dan semata-mata sebagai guideline
kasar untuk memilih bahan. Akibat nya, hanya beberapa penulis saja yang dikutip
untuk menunjang pembahasan ini, sperti Freud dan titik berat penekanan
berdasarkan konklusi selain Freud seperti Hunt.
Pembahasan juga terkosentrasi
berdasarkan hasil yang ditulis dalam bahasa Inggris,Perancis dan Jerman. Karena
banyak hambatan bahasa, tidak diragukan lagi banyak research yang sesuai dengan
pembahasan ini ditulis dalam bahasa selain bahasa Perancis,Inggris dan Jerman
terpaksa diabaikan.Dengan keadaan seperti yang telah dikemukakan, penting untuk
dinyatakan bahwa isi penyajian terbatas hanya pada sebagian saja dari ilmu
pengetahuan dalam bidang ini.
Sesuatu yang
diabaikan dalam pembahasan ini karena keterbatasan kemampuan penulis, bukan
oleh karena kurang nya minat untuk memasukan nya.
BAB II
PENGERTIAN DAN RASIONAL PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP
Teori pendidikan
sekarang ,jika menekankan perubahan peranan pendidikan dari mempersiapkan
keterampilan kognitif kepada perkembangan onterpersonal dan intrapersonal. Jika
meningkatkan tuntutan agar pendidkan secara sungguh-sungguh berusaha
memfacilitate perkembangan pribadi dan self actualization. Pendidikan juga
harus menembangkan individu yang dalam proses perkembangannya menuju kedewasaan
diperlengkapi secara psikologis untuk dapat mengatasi masalah –masalahpersonal
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang cepat dibidang ekonomi,pekerjaan
,siosial dan kebudayaan.
Misalnya ,banyak
anak-anak yang 20 tahun lagi memasuki pekerjaan dibidang pertanian tetapi
mereka harus bisa menjabarkan kehidupan yang memuiaskan sehubungan dengan
pekerjaan itu,meningkatnya urbanisasi telah menghanyautkan nilai-nilai
pekerjaan itu. Perubahan juga terjadi
dalam hubungan antar orang tua dengan anak,laki-laki dengan perempuan
,pekerja dengan majikan disebabkan oleh adanya otomatisasi industri,meningkatnya
jumlah btenaga murah dan berkurangnya kebutuhan tenaga yang tidak terampil dan
sebaginya . perubahan ini juga menyebabkan perubahan dalam bidang prduksi dan
distrinusi barang dan kesukaran memperoleh pekerjaan. Dengan
perubahan-perubahan ini diramalkan akan menyebabkan ketidakstabilan personal
dan emosioanal. Apabila orang tidak mengatasi perubahan-perubahan ini,maka
mereka akan menjadi individu yang tenggelam,terselubugng dan asing dalam
suasanan yang demikian , pendidikan mempunyai peranan untuk membantu seorang individu tumbuh menjadi pribadi yang kuat
yang mampu mengatasi perubahan ini.
Pendeknya disamping
mengmbangkan domain kognitif ,pendidikan harus membantu siswa mengembangkan
konsep baru tentang perkembangan diri dan kebebesan ,penerapan pemahamandiri
sendiri . kritik lain yang ditujukan kepada pendidikan dewasa ini ialah ,bahwa
mereka kurang menanggapi kebutuhan sebagian besar masyarakat,yaitu orang
dewasa. Seharusnya pendidikan disamping memepersiapkan anak-anak dengan
melengkapi mereka untuk dapat mengatasi perubahan-perubahan dimasa datang,ia
harus juga dapat memnuhi kebutuhan orang dewasa dalam menghadapi perubahan yang
terjadi sekarang. Dugaan ,bahwa pendidikan formal yang diberikan pada 10 ,12
atau 15 tahun yang lalu telah mampu untuk melengkapi orang dewsa guna mengatasi
persoalan-persoalan tersebut.
Masalah lain yang
mendapatkan perhatian ialah pentingnya pengalamn pada tahun-tahun permulaan
kehidupan manusia bagi pembentukan perkembangan di masa datang walaupun
kadang-kadang lebih banyak berdasarkan ekonomi dan politik dibandingkan analisa
psikologis anak,namun telah banyak anjuran kepada pemerintah untuk
memperhatikan pendidikan kepada ank-anak kecil. Sistem pendidikan hendaknya
memajukan terjadinya persamaan hasil akhir bukan sekedar persamaan teoritis
dalam memperoleh fasilitas,bagi semua golongan didalam suatu masyarakat dan
juga bagi semua masyarakat yang berbeda tingkat kemakmuran dan teknologinya.
Jadi kebutuhan pendidikan dewasa ini menekankan kepada
oraganisasi persekolahan yang tidak hanya memperhitungkan fakta ,tapi juga
memperhatikan kritik-kritik yang dilontarkan kepadanya. Kesimpulannya bahwa konsep
pendidikan seumur hidup diterima sebagai prinsip utama sebagai dasar dari
seluruh organisasi pendidikan,yaitu prinsip memerlukan dan sisamping itu yang
lebih penting lagi adalah bagaimana mereka menggunakannya. Mereka harus dapat
mengorganisir ,menyimpan dan mengingat kembali informasi yang mereka peroleh.
Paham dari pendidiakn seumur hidup ialah pendidikan harus diartikan secara
formal suatu proses yang berlangsung selama hidup individu sejak lahir sampai
tua. Tentu saja banyak pengetahuanatau informasi yang diperoleh individu selama
hidupnya ,hendaknya pengetahuan itu disistematiskan dan disatu ragakan didalam
perencanaan persekolahan. dalam hal ini pula agar pendidikan menjangkau anak di
bawah umur 6 tahun, hendaknya disusun pendidikan formal untuk mereka.
Tujuan pokok dalam pendidikan pra-sekolah yaitu menyediakan stimulasi,
memperkuat kesadaran identitas, dan menyediakan pengalaman sosialisasi.
Fungsi utama pendidikan pra-sekolah bukan merupakan persiapan untuk
latihan akademik, melainkan merupakan fase pertama dari pendidikan seumur
hidup.(kuning : ari tri winarno.hijau
amel)
Selamjutnya proses
pendidikan seumur hidup ini menunjukkan adanya integrasi dan interaksi yang
tinggi dimana peristiwa pada fase tertentu ,ditentukan fase umur sebelumnya.
Untuk fase perkembangan berikutnya. Inilah yang disebut vertical integration. Kemudian ,hubungan anatara pendiudiakn dan
hidup adalah demikian erat,menuntut integrasi antara pendidiakn dengan
sebagaian aspek kehidupan ,seperti rumah,pekerjaan,waktu senggang dan
sebagainya. Inilah prinsip horisontal
intregration .
PENGERTIAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Pada sub bab ini
menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan seumur hidup.
Pendidikan seumur hidup (life long
education) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsi secara
jelas dan dibuktikan dengan pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam
penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur
hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah
sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas
belajar yang terperangkap dalam sebuah ruang yang bernama kelas, bukan itu yang
dimaksud. Paradigma belajar sepert ini harus segera kita rubah. Pengertian
belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua
situasi dan semua hal.
Dalam pendidikan
atau belajar terdapat interaksi antara tantangan dari dalam diri manusia dan
balasan (respon) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi
interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar
generasi serta belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup, dan menghindari
pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai hidup kita.
Menurut Corpley,
bahwa berdasarkan berbagai sumber dari UEI (UNESCO Institute for Education,
Hamburg) menetapkan definisi pendidikn seumur hidup sebagai berikut:
1. Pendidikan harus
meliputi seluruh hidup setiap individu
2. Mengarah kepada
pembentukan, pembaharuan, peningkatan, penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidup.
3. Mengembangkan ”self
fulfillment” setiap individu.
4. Meningkatkan
kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
5. Mengakui kontribusi
dari semua kemungkinan pendidikan, termasuk pendidikan informal, formal dan
nonformal.
Pendidikan seumur hidup hendaknya
dipandang sebagai pendidikan yang memberikan layanan terhadap perkembangan
pribadi sepanjang hayat, yang merupakan pengertian perkembangan seluas-luasnya.
RASIONAL PENDIDIKAN
SEUMUR HIDUP
Dimuka telah dikemukakan bahwa pernyataan tentang pentingnya
pendidikan seumur hidup telah ada sejak jaman dulu. Namun pada dasawarsa
terakhir ini pendidikan seumur hidup menjadi topik yang hangat dan banyak
dijumpai tulisan tentang hal itu. Beberapa alasan-alasan
tentang pentingnya pendidikan seumur hidup yaitu:
1. Pertimbangan
ekonomi
2. Faktor sosial
menyangkut perubahan peranan keluarga dan peranan remaja dalam masyarakat.
3. Perubahan teknologi
yang cepat
4. Faktor pekerjaan
5. Kebutuhan orang
dewasa
6. Kebutuhan
kanak-kanak (anak-anak di bawah usia 6 tahun yang berada di usia
pra sekolah).
Agar pendidikan menjangkau anak di bawah umur 6 tahun,
hendaknya disusun pendidikan formal untuk mereka. Tujuan pokok dalam
pendidikan pra-sekolah yaitu menyediakan stimulasi, memperkuat kesadaran
identitas, dan menyediakan pengalaman sosialisasi. Fungsi utama pendidikan
pra-sekolah bukan merupakan persiapan untuk latihan akademik, melainkan merupakan
fase pertama dari pendidikan seumur hidup.
Tetapi banyak dijumpai ketidaksepakatan diantar penulis,baik
mengenai definisinya maupun alasan mengapa perlu pendidikan seumur hidup. Ada
yang memberikan alasan,bahwa pendidikan seumur hidup akan meningkatkan
pemerataan dalam layanan pendidikan atau memberikan implikasi ekonomi yang
lebih menguntungkan atau penting untuk menghadapi struktur sosial yang
mengalami perubahan,atau penting bagi kemantapan dan lain sebagainya.
Misalnya seperti di katakan oleh lengrand bahwa di dalam dewasa ini
terdapat kekuatan sosial yang besar yang terdapat pada semua masyarakat dan
semua lapisan yang ada pada dalam masyarakat memperoleh kesempatan sepenuhnya
untuk merealisaasikan potensinya dan mereka harus memperoleh hak yang sama dalam
bidang sosial,ekonomi dan politik.Alasan mengapa pendidikan seumur hidup adalah
pertimbangan ekonomi. Biaya pendidikan hampir mendekati suatu titik yang tidak
bisa lebih lama lagi yang di tahan oleh masyarakat. Bagi negara – negara yang
berkembang problem ini merupakan masalah yang berat. Sebagai contoh,negara
voltahulu mengeluarakan 18% dari anggaran biaya,suatu pengeluaran yang
besar,namun hanya menjangkau lebih kurang 10% dari anak – anak umur sekolah.
Jika negara ini hendak menyediakan pendidikan bagi seluruh anak usia sekolah.
Mengamati hasil pendidikan yang
terjadi di Indonesia, masyarakat yang telahmemiliki legalitas atas pendidikan
dasarnya, sedikit namun banyak belum mampumempraktikkan apa yang telah
diberikan institusi pendidikan. Sangat banyak anak yangmemiliki pendidikan
dasar tapi belum mampu mengubah sikap dan tata perilakunya. Halini menyimpulkan
bahwa pendidikan di Indonesia tidak segaris lurus dengan
definisipendidikan.Institusi pendidikan atau sekolah memiliki keterbatasan
dalam mendidik pesertadidiknya. Sekolah tidak sepenuhnya menyiapkan peserta
didik untuk memanfaatkanpeluang mendirikan lapangan pekerjaan untuk ikut
berkompetisi dengan perusahaanasing. Selain hal tersebut, pendidikan sekolah
atau institusi tidak efisien, yaitu kurikulumserta kebijakan yang dibuat tidak
memiliki korelasi dengan kebutuhan mendasar yangharus dipenuhi oleh peserta
sehingga terjadi penghamburan pendidikan dan menyebabkanterjadinya putus
sekolah.
Masalah lain yang
berhubungan dengan masalah ini adalah tentang perubahan sosial yang berbeda
dengan perubahan peranan remaja di dalam masyarakat,perubahan hubungan sebuah
pekerjaan,meningkatnya partisipasi pada warga negara dan kehidupan politik di
dalam masyarakat,makin meningkatnya waktu senggang dan sebagainya. Faktor
pekerjaan juga mempengaruhi tentang sistem pendidikan,pada akhir abad 20 ini
kita jumpai dalam literatur pendidikan ,bahwa lapangan pekerjaan pada masa
datang rupanya jelas drastis berbeda dengan apa yang ada sekarang dalam hal ini
di perlukannya ketrampilan khusus untuk menghadapi masalah akan pekerjaan. Pada
masa datang keterampilan sangatlah diperlukan. Di beberapa negara salah satu
jawaban tehadap problem ini adlah menyediakan kelas – kelas khusus untuk orang
dewasa yang di ajarkan akan ketrampilan,pelatihan jika ada pekerja yang tersingkirkan karena
ketrampilan mereka tidak dapat terpakaia lagi karena tuntutan jaman. Menurut
penulis,bukan saja hubungan pekerja dengan orang lain akan berubah,tetapi
mungkin juga akan jadi perubahan hubungan mereka dengan perkerjaan. Misalnya
mungkin akan menjadi kegiatan teknologi yang tinggi,yang menuntut keterampilan
baru,suatu konsep baru mengenai kerja,dan siapa yang harus kerja dan mungkin
kerja akan berubah. Mengingat-ingat penetrasi dunia kerja dan sistem otomatisasi
menyebabkan adanya kebutuhan akan jenis keterampilan jenis baru,tetapi juga
menimbulkan perubahan yang drastis mengenai ide tentang aktifitas kerja maju
misalnya berkurang pentingnya arti kerja sebagai alat untuk survival fisik. Dan
hal ini disertai dengan meningkatnya toleransi tehadap pengangguaran yang
tinggi di beberapa negara demi keperluan
efisiensi kerja ekonomi dan untuk mengurangi laju inflasi.
Jadi di masa datang mungkin
pekerjaan mempunyai fungsi yang berbeda dengan mendapatkan nafkah,dan
oleh karena itu merupakan kewajiban dari kemewahan. Alasan mengenai kebutuhan
orang dewasa adalah berhubungan dengan hubungan perkerjaan mereka misalnya
orang keterampilan dalam bekerja. Pendayagunaan sumber-sumber yang belum
optimal dan perkembangan luarsekolah yang sangat pesat menuntut manusia untuk
mengikuti perubahan yang terjadi yaitu beradaptasi dengan dinamika tersebut.
Jika tidak beradaptasi dengan perubahantersebut manusia sulit memperluas
keinginannya yang membutuhkan hukum kewajaran.Sehingga akan terjadi
perbenturan, kekacauan atau anarki menyeramkan. Permasalahan - permasalahan
yang telah dideskripsikan ini memberikan landasan dalam pendidikan seumurhidup
yang berlaku secara keseluruhan pada setiap individu.Proses kegiatan kehidupan
sesuai dengan ketetapan UNESCO yang menetapkan
pendidikan seumur
hidup adalah pendidikan yang harus :
a. Meliputi seluruh
hidup setiap individu
b. Mengarah pada
pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaansecara sistematis
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang meningkatkankondisi hidupnya.
c. Tujuan akhirnya adalah
mengembangkan penyadaran diri setiap individu.
d. Meningkatkan kemampuan dan motivasi belajar mandiri.
e. Mengakui
kontribusidan semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjaditermasuk yang
formal, informal, dan nonformal. (Depdikbud 1994)
Mengenai pendidikan seumur hidup yang paling dasar adalah
pengembangan keterampilan untuk bekerja dengan informasi dan
simbol-simbol,meningkatkan apresiasi cara-cara berekspresi,mengasuh keinginan
tahunan dan kemampuan untuk berfikir,memilihara kenyakinan terhadap kemampuan
untuk belajar,dan terakhir meningkatkan kemampuan untuk hidup bersama orang
lain. Pendidikan prasekolah tercakup pengembangan politik yang
komplek,pengembangan motivasi dan sosioafaktif,yang apabila berkembang dengan
baik akan merupakan dasar bagi kehidupan dan aktualisasi diri. Dengan demikian
kita liat perlunya pendidikan prasekolah bagi bagian pendidikan seumur hidup.
BAB III
KONSEP DASAR PSH
APA YANG DIMAKSUD PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Laporan tahun 1972
komisi internasional melakukan pengembangan pendidikan dan dipublikasikan oleh
UNESCO dan sekarang dikenal dengan istilah “Laporan Faure” (Faure 1972) dan
memuat rekomendasi pertama untuk merancang pendidikan, proposal yang
dibuat berjudul “ Pendidikan seumur hidup”, proposal
dibuat untuk inovasi pendidikan di masa mendatang. Rekomendasi ditunjukan pada
negara maju dan negara berkembang, sekarang gagasan diterima dan menjadi sangat
terkenal di mana-mana.
Di Eropa pendidikan
seumur hidup belum di mengerti sepenuhnya lebih jahu pendidikan seumur hidup
kurang begitu terkenal dalam lingkungan pendidikan Eropa. Dalam sub bab ini, di
maksudkan adalah untuk menyajikan gagsan pemikiran dasar, dan untuk menetapakan
pengertian istilah pendidikan seumur hidup.
Eksitensi perbaikan
tidak hanya untuk meningkatkan fasilitas pendidikan orang dewasa, tidak berarti
bahwa pendidikan seumur hidup sudah tercapai. Contohnya terdapat problem bahwa
pendidikan orang dewasa sangat selektif. Mereka sudah
mendapatkan pendidikan sebelumnya dan bermaksud untuk memperoleh pendidikan
orang dewasa, dan bukan orang yang diduga betul-betul membutuhkannya. Sekarang
pendidikan orang dewasa masih dikonsepsikan sebagai rekereasi.
Pendidikan orang dewasa dinodai dengan menjadikannya sebagai sesuatu yang
luks atau usaha perbaikan, bukan dijadikan bagian proses pendidikan yang
berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan seumur hidup diperlengkapai tenaga yang
bagus dan berkulitas.Bagaimanapun, tujuan pendidikan seumur hidup dapat
dipandang lebih luas dari meningkatkan produktivitas pekerja seperti yang
ditekankan pada pendidikan orang dewasa.
PERANAN TRADISIONAL
SEKOLAH
Sekolah secara tradisional
berkenaan dengan kelompok usia tertentu, biasanya antara sekitar 6 tahun sampai
18 tahun, meskipun sekarang diakui tidak ada bukti bahwa belajar lebih efisien
atau lebih diinginkan pada usia ini (Coste, 1973, hal. 47: Rohwer, 1971). Lebih
jauh lagi sekolah secara tradisional lebih memperhatikan pemberian informasi daripada
pendidikan moral, etika, atau efektif sosial (misalnya, Coleman, 1972). Bahkan
bagian informasi yang lebih diperhatikan penekanannya pada penguasaan berupa
fakta, bukan untuk menguasai ketrampilan belajar,Seperti yang dinyatakan oleh
(1973, hal 41), pelajar dikonsepsikan sebagai wadah semata-mata atau stockpot
pengetahuan. Tranmisi informasi dipandang sebagai ringkasan hal-hal dasar yang
diketahui oleh pelajar dalam kehidupannya nanti. Pengetahuan biasanya tidak
dengan sengaja direncanakan agar sesuai dengan kebutuhan. Sekarang kehidupan
hari demi hari pelajar, meskipun aplikasi praktek langsung terjadi namun hanya
sebagai peristiwa keberuntungan saja. Kegunaan sesuatu yang dipelajari sekarang
tidak jelas dalam kehidupan masa dewasa mendatang. Misalnya, sekolah diterima
sebagai alat mempersiapkan pelajar untuk melakukan peranan tertentu dalam
struktur sosial yang ada, (Bowel, 1971) dan menanamkan seperangkat ketrampilam
kejurua yang berhubungan dengan peranan sosial, dan berguna untuk kesuksesan ekerjaan
selama hidup (Kyostie, 1972). Salah satu efek konsepsi tradisional peranan tidak hanya memisahkan sekolah dengan
kehidupan nyata pelajar sehari-hari, tetapi juga belajar di sekolah terpisah
dari sumber-sumber belajar lainnya seperti, perpustakaan, museum, rumah,
pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya.
PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP
Dasar filisofi pendidikan seumur
hidup mempertanyakan konsepsi
tradisional sekolah yang telah dideskripsikan. Seperti yang telah dikemukakan
oleh Dave (1973, hal 11-12), pertumbuhan kejiwaan, perkembangan kepribadian,
pertumbuhan sosial ekonomi dan kebudayaan, seluruhnya berlangsung terus-menerus
seumur hidup. Pendidikan seumur hidup bertumpu pada kepercayaan bahwa
belajar juga terjadi seumur
hidup,walaupun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama.
Masalah yang terakhir telah di diskusikan secara ekstensif oleh ahli-ahli Ilmu
jiwa perkembangan seperti Bruner.
Menurut Stephens (1967) belajar mengajar adalah peristiwa
wajar yang terjadi pada manusia secara terus-menerus yang berlangsung dengan
cara spontan, bahkan tanpa disadari pada saat
melakukannya. Oleh karena itu, disarankan bahwa belajar harus didukung
dan dibantu dari anak-anak sampai dewasa. Pokok dalam pendidikan seumur hidup
adalah seluruh individu memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk
instruction, studi dan learning di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka.
Semua itu bertujuan untuk memperbaiki kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk
memperoleh ketrampilan baru, meningkatkan keahlian mereka dan meningkatkan
pengetahuan tentang dunia yang ditempatinya.
Dalam kerangka ini
pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan untuk membantu
pengembangan personal sepanjang hidup
dalam istilah yang lebih luas “development”.
(Lengland, 1970, hal 46). Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip
pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk
melakukanfungsinya. Fungsinya adalah “proses perubahan yang menuntun
perkembangan individu”. (Silva, 1973, hal 41).
Pendidikan seumur hidup sebagai model pendidikan memang
tidak seluruhnya baru. Konseptualisasi pendidikan sebagai alat untuk
mengembangkan individu-individu yang akan belajar seumur hidup agar menjadi lebih bernilai bagi
masyarakat, ditemukan dalam tulisan Matthew Arneldsama (Johnson 1972) dan
Comenius (Lihat Kyrasek dan Palisenky, 1968) sama baiknya dengan penulis pendidikan pada zaman
purbakala. Dewey (1916, hal 91) mengemukakan pandangan lebih 60 tahun yang
lalu bahwa pendidikan dan
belajar adalah proses seumur hidup. Laporan terhadap pemerintah Inggris pada akhirnya perang dunia pertama (Kementerian Komite Rekonstruksi
Pendidikan Orang Dewasa, 1919) secara
khusus memberikan rekomendasi bahwa pendidikan harus"seumur hidup" sebagai persoalan penting nasional.
Bagaimanapun juga, gagasan ini
sudah muncul 60 tahun yang lalu atau lebih sejak Dewey merekomendasikan kepada
pemerintah Amerika Serikat dan rekomendasi Kementerian Rekonstruksi terhadap
pemerintah Inggris, namun kenyataannya sistem pendidikan yang berorientasi seumur hidup belum
dikembangkan.
MENGAPA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Para penganjur
pendidikan seumur hidup mengembangkan sejumlah argumentasi yang berbeda – beda.
Mereka mengemukakan bahwa pendidikan seumur hidup akan meningkatkan persamaan distribusi
pelayanan pendidikan,memiliki implikasi ekonomi yang menyenangkan serta
esensial dalam menghadapi struktur – struktur social yang berubah dan terdapat
alas an – alas an kejuruan untuk menetapkan akan menghantarkan peningkatan
kualitas hidupnya,dll.
Keadilan
Lengrand ( 1970,hal 26 – 27 )
misalnya,telah menunjukkan adanya desakan social yang kuat dalam kerja sekarang
yang mendorong seluruh masyarakat dan strata setiap masyarakat agar memiliki
kesempatan sepenuhnya untuk merealisasikan potensi mereka dan persamaan jalab
untuk memperoleh keuntungan social, ekonomi, dan politik. Tekanan terhadap
persamaan kesempatan kerja bukanlah hal baru,tetapi diterapkan dengan kekuatan
yang diperbarui dalam masyarakat yang sangat maju contohnya Amerika Serikat (
Coleman,1966; Jencks,1972). Lebih jauhnya lagi,tekanan juga dirasakan di Negara
yang sedang berkembang yang dinyatakan bahwa system pendidikan tradisional yang
diwarisi oleh pemerintah colonial dulu akan membatasi perkembangan nasional
untuk mencapai tingkat persamaan internasional,1977;Parkyn,1973).
Banyak observer yang berpendapat
bahwa sekolah yang ada sekarang pada pokoknya .berjalan untuk mempertahankan
status qua (Ward,1972.179-181),pelajar dididik untuk menyesuaikan diri dengan
posisi social tertentu dan melestarikan tatanan yang sudah ada. Menurut
argumentasi ini,pengetahuan diberikan di sekolah tradisional yang tidak berubah
seperti menyampaikan komodite kepada consumer (Weaver,1972,hal 171) dan
keetidaksamaan yang dipertahankn oleh pengaruh control “establishment”
pendidikan yang ingin menyampaikan pengetahuan dengan cara yang cepat.
Argumentasi ini dirangkum dalam statemen Bowle (1971,hal 178)yang menyatakan
bahwa sekolah melaksankan “reproduksi relasi social produksi”. Tetapi berbeda
dengan pendidikan seumur hidup yang pada prinsipnya adalah untuk meleminir
peranan sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan.
Pertimbangan
ekonomi
Biaya pendidikan tampaknya mendekati
titik puncak dimana masyarakat tidak mampu lagi membiayainya lebih jauh lagi.
Dimana untuk Negara – Negara sedang berkembang problem ini telah mencapai tarf
akut,sebagai contoh Negara Upper Volta. Negara tersebut telah menggunakn 18%
dari pendapatannya untuk membiayai pendidikan dan anggaran belanja ini sangat
besar dibandingkan pemasukan keseluruhan,karena hanya untuk membiayai 10% dari
penduduk usia sekolah. Sedangkan pembiayaan untuk 100% usia sekolah diperlukan dana 1,8 kali dari budget
keseluruhan nasional. Bahkan di Negara – Negara yang berteknologi maju,beberapa
system sekolah telah diancam kebangrutan (Coste,1973 hal 46). Dala waktu yang
sama pila,terdapat kebutuhan yang semakin meningkat untuk memperbesar pelayanan
pendidikan,memperluas daya serap sekolah dan lebih meragamkan jenis – jenis
pendidikan. Kebijakan yang telah dilakukan untuk mengatasi krisis financial
seperti mempersingkat penyelenggaraan,memperkenalkan system hutang serta
meningkatkan pendayagunaan teknologi pendidikan,dll (Cropley dan Gross,1973).
Bagaimanapun juga,seluruh usaha yang
dilakukan termasuk memperbesar anggaran belanja telah gagal melaksanakan
program melek huruf semesta di Negara – negar berkembang,gagal menghapus buta
huruf di Negara maju serta gagl untuk memenuhi kebutuhan di seluruh masyarakat.
Contohnya,meskipun jumlah anak – anak yang bersekolsh di seluruh dunia
meningkat dari 325 juta menjadi 460 juta sejak tahun 1960 – 1968 dan jumlah
anak – anak usia sekolah yang tidak tertampung di sekolah meningkat 17 juta
dalam periode sekarang ini (Faure 1972). Dalam situasi yang sama pula dialami
para orang dewasa. Menurut Biyin(1975),akhir – akhir ini jumlah orang dewasa
yang mengalami buta huruf meningkat melebihi 80 juta(jumlah peningkatan yang
pasti tergantung pada penggunaan definisi buta huruf). Ini sesuatu peristiwa
yang menyedihkan bahkan mengecewakan jika dilihat dalam konteks ekonomi
tersebut.Selama periode berlangsung,anak – anak yang tidak mampu bersekolah
meningkat,proporsi GNP yang digunakan untuk membiayai pendidikan meningkat dari
3,02 menjadi 4,24% (Faure,1972),serta peningkatan ini mencerminkan usaha yang
sangat besar khususnya di bagian Negara yang sedang berkembang.
Seringakali muncul pertanyaa,apakah
kebikajakan yang telah diusulkan memilki potensi untuk menanggulangi issu –
issu ekonomi yang sekarang ini terjadi pada system pendidikan. Beberapa
alternative yang telah dikemukakan seakan – akan tidak berdaya untuk
menanggulangi issu – issu ekonomi,tetapi hanya sekedar modifiksi cara – cara
penyampaian atau pembiayaan dengan
produk yang sama dengan pendidikan tradisional. Tidak seperti pada kebijakan
yang telah disebutkan,tetapi pendidikan seumur hidup secara radikal mengandung
model baru proses pendidikan. Kebijakan seperti itu jelas memiliki implikasi
ekonomi yang sangat besar. Meskipun,Costa (1973,hal 48) telah mengemukakan kesimpulan
yang memperingatkan bahwa modifikasi usia yang telah terjadi dalam system
pendidikan formal tidak memungkinkan untuk menghemat biaya pendidikan.
Sebenarnya sukar untuk mengatakan bahwa penataan kembali pendidikan tidak akan
meningkatkan pembiayaan.
Contoh satu kasus ekonomi untuk
mengadopsi system pendidikan seumur hidup telah dikemukakan oleh Zhamin dan
Konstanian (1972). Meskipun dapat,tetapi sangat sulit memperhitungkan uang
kembali ke suatu Negara yang berasal dari peningkatan kebijakan pendidikan
,mereka berdua mengemukakan contoh nyata dengan perhitungan statistic yaitu
pekerja – pekerja yang memiliki pendidikan sangat tinggi akan menampilkan kerja
yang lebih baik dan estimasi antara tahun 1960 – 1968 “ekonomi yang kembali” ke
Uni Soviet dengan mengeluarkan satu roubel untuk membiayai pendidikan yang
menghasilkan 4 roubel GNP. Mereka melihat pembentukan system pendidikan yang
berfungsi sebagai basis untuk memperoleh ketrampilan tipe baru yang secara
ekonomi berharga untuk masyarakat. Disini juga perlu ditekankan bahwa para
pendukung system pendidikan seumur hidup tidak membela pendapatnya dengan
mengemukakan bahwa pendidikan dengan menerima pendidikan seumur hidup akan
dapat meningkatkan produktivitas pekerja serta meningkaatkan keuntungan. Pendekatan
peningakatan produktivitas dan keuntungan telah ditolak banyak penuis seperti
Vinokur (1976). Persoalan yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas
hidup,memperbesar pemenuhan diri,melepaskan dari kebodohan serta kemiskina dan
eksploitasi. Meskipun jelas terdapat pengakuan yang semakin meningkat,khususnya
di Negara berkembang menyatakan bahwa pendidikan berperan sebagai basis untuk
ekonomi modern. Lebih jauh lagi,kemakmuran ekonomi akan meningkatkan standar
kehidupan dengan segenap keuntungan yang diperoleh karena meningkatnya harapan
untuk berumur panjang,memiliki kesehatan fisik yang lebih baik serta
kebahagiaan yang lebih baik. Pangkuan adanya hubungan antara hubungan antara
dan pertumbuhan ekonomi,kemajuan personal dan kehidupan social yang berurutan
,serta akan memperlengkapi argumentasi ekonomi lebih jauh lagi untuk mengadakan
perubahan radikal organisasi pendidikan. Oleh karena itu pendidikan pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kualitas hidup berhubungan sangat intim sekali.
Faktor – factor social (peranan keluarga yang sedang
berubah)
Menurut Colemsn (1972,hal
431),keluarga mempunyai fungsi sebagai entral sumber pendidikan pada waktu
silam. Dia mengemukakan bahwa situasi ini telah berubah sehingga keluarga
sedikit demi sedikit berkurang peranannya dalam mendidik anak – anak. Ini dapat
dilihat dalam bidang moral,aafektif dan pendidikan social. Serta,pengikisan
peranan keluarga bias diramalkan sebagai hasil meningkatnya pertumbuhan
teknologi,urbanisasi dan kekomplekan
hidup.Aujaleu meramalkan “lumpuhnya nilai – nilai” adalah konsekuensi
dari pengurangan peranan keluarga sebagai salah satu factor yang mempengaruhi
perkembangan anak. Khususnya,perubahan ini memerlukan suatu jalan yang dapat
menutupi gap yang ditinggalkan oleh keluarganya. Pendidikan seumur hidup dapat
memperlengkapi kerangka organisasi yang memungkinkan pendidikan mengambil alih
tugas yang dulunya ditangani oleh keluarga. Dalam masalah tersebut harus
diperhatikan bahwa penekanan peranan pendidikan seumur hidup sebagai pembantu
keluarga dan berarti akan memperluas system pendidikan agar dapat menjangkau
anak – anak awal dan orang dewasa. Dengan harapan,pengakuan pentingnya
pendidikan moral dan social serta desakan terhadap sekolah untuk melakukan
peranan pendidikan yang dilakukan keluarga,agar memperkuat dan menghidupkan
kembali pengaruh rumah dalam proses interaksi antar beberapa factor yang
mempengaruhi anak,
Faktor – factor social (peranan social yang sedang berubah)
Perangkat kedua
perubahan social berbeda dengan perubahan peranan keluarga yang telah
dibicarakan di atas,meskipun diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat
erat,contohnya perubahan peranan adolescent dalam masyarakat modern,perubahan
hubungan pekerja dengan pekerjaan dan bosnya,meningkatnya waktu luang ,dan meningkatnya
partisipasi warga terhadap kehidupan politik. Garis antara orang dewasa dengan
anak secara tradisional sangat jelas dalam kehidupan masyarakat yang tidak
maju.. Tiket maju kedunia dewasa sering ditandai dengan umur tertentu dan
beberapa upacara resmi.Serta perkembangan yang kompleks dalam penggunaan
teknologi di masyarakat maju,bagaimanapun juga ini akan menyebabkan pentingnya
perluasan konsep anak – anak. Pada mulanya,sekolah telah menciptakan perbedaan
umum antara orang dewasa dengan anak – anak. Perbedaan sekarang ini semakin
kabur. Pemuda yang kawin pada umumnya meningkat,hak – hak istimewa yang dulunya
dimiliki orang dewasa sedikit demi sedikit pindak ke anak – anak,ketika orang
dewasa semakin meningkat yang kembali kebangku sekolah. Pemuda umur 18 tahun
yang sudah menikah dan bekerja sedangkan yang berumur 30 tahun sedang menjadi
pelajar. Anak – anak secara tradisional harus disekolahkan,sedangkan orang
dewasa tidak dan sekarang sangat sulit memisahkan itu,oleh karena itu
diperlukan konsep pendidikan an perluasaan rentangan usia yang ditampung dalam
pendidikan.
Dalam situasi yang
agak mirip dengan kenyataan yang diatas adalah hubungan social yang tepat
diatara pekerja yang menjadi tidak jelas. Contohnya pekerja bawahan di masa
yang akan datang barangkali harus mengadopsi peranan social sekarang ini yang
dianggap sangat tepat untuk boss. Peranan social lainnya juga berubah,seperti
dalam bidang stereotype seks. Seperti contoh berubahnya konsepsi peranan laki –
laki sebagai pencari nafkah juga bias dilakukan oleh kaum wanita karena adanya
emansipasi wanita . dengan demikian,pendidikan harus berisi elemen training
yang kuat dan memainkan peranan social yang sangat beragam agar mempermudah
individu melakukan penyesuaian terrhadap perubahan hubungan antara mereka
dengan orang lain.
Peranan teknologi
Dekat sekali hubungannya dengan
perubahan yang telah dibicarakan di atas,dan seringakali dikemukakan oleh
pendukung pendidikan seumur hidup sebagai argumentasi umum dalam rangka
menopang konsep pendidikan seumur hidup yaitu gejala perubahan teknologi yang
berlangsung dengan cepat. Pertumbuhan teknologi juga menyebabkan meningkatnya
persediaan informasi,merubah sifat – sifat pekerjaan,meningkatkan urbanisasi
dan waktu luang,keberhasilan pengobatan seperti bertambah panjangnya
usia,menurunnya kematian dan meningkatnya waktu luang serta banyaknya tersedia
kekayaan materi yang berakibat keduniawian dan materialisme menjiwai nilai –
nilai budaya dan spiritual(Suchodolskil,1976) dan berakibat pula kerenggangan
dan keasingan manusia dari manusia lainnya. Semua ini menimbulkan
ketidakpastian ketrampilan yang diperlukan dunia mendatang serta melunturkan
kekeluargaan,ketidakpastian peranan social dan hubungan internasionaldi masa
depan. Akibatnya,basis keorganisasian baru pendidikan menjadi penting dan
diperlukan dimana – mana.
Faktor – factor vocational
Masalah ini dikemukakan kembali
dalam literature pendidikan pada akhir abad sekarang ini yang menyatakan bahwa
kejuruan yang diperlukan dunia di masa mendatang secara drastis berbeda dengan
apa yang ada sekarang . Dalam konteks ini, kemampuan system pendidikan seperti
yang diorganisir sekarang digunakan untuk membekali anak – anak dengan
ketrampilan khusus yang diperlukan untuk kesuksesan pekerjaan di masa mendatang
yang secara ektrim diragukan. Ada alasan untuk menuduh bahwa salah satu
kejuruan dimasa yang akan mendatang mengalami perubahan yaitu ketrampilan
kejuruan yang cepat payu dan terjadi perubahan yang tidak hanya pada generasi
mendatang tetapi juga terjadi dalam generasi ini. Dengan demikian para pekerja
di masa mendatang perlu meninggalkan ketrampilan yang sudah lama dimiliki dan
menggantinya dengan yang baru,barangkali tidak hanya sekali pergantian,tetapi
berulang kali. Seperti yang telah dikemukakan,perubahan ini juga meliputi
hubungan antar teman sekerja,employe,dll sehingga efeknya menjadi lebih
kompleks dan meresap.
Menurut beberapa penulis tidak hanya
hubungan pekerja dengan orang yang berubah tetapi hubungan antar pekerjaan
mereka. Ilmu kedokteran umpamanya menjadi suatu aktivitas teknologi yang sangat
tinggi dan memerlukan beberapa jenis ketrampilan yang baru. Dan mungkin saja
akan muncul konsepsi baru tentang apa yang disebut kerja dan siapa yang harus
melakukannya. Meningkatnya penetrasi dunia kerja dengan system otomat
menyatakan bahwa sifat – sifat kerja itu sendiri mungkin mengalami perubahan.
Serta perubahan ini tidak hanya memerlukan ketrampilan baru tetapi mengalami
perubahan drastic dalam pemikiran mengenai jenis aktivitas apa yang disebut
kerja. Di beberapa negara maju misalnya,nilai yang diberikan terhadap pekerjaan
yang sebagai alat untuk melestarikan fisik sudah semakin menurun sekarang
ini.Dan disertai meningkatnya toleransi terhadap pengangguran yang banyak
terjadi di beberapa Negara sebagai akibat peningkatan efisiensi kerja dan usaha
pengurangan tingkat inflasi. Beberapa masyarakat telah menurunkan martabat
kerja bahkan pada tingkat memberikan jaminan pendapatan tahunan seperti yang
terlihat pada beberapa daerah di Canada tanpa memandang apakah buruh itu
bekerja atau tidak.
Jadi,pada masa mendatang,mungkin
fungsi pekerjaan bukan untuk memperoleh penghasilan,keperluan dan kemewahan.
Pekerjaan misalnya sebagai jalan untuk mengekspresikan diri,cara untuk
mengekspresikan jenis kewajiban social yang sejajar dengan adanya partisipasi
kelompok orang tua dan guru,sedangkan cara untuk meyakinkan public tentang
kejujuran/keadilan,bahkan sebagai hokum/tanda kekurangan masyarakat. Hak untuk
bekerja mungkin sebagai jalan untuk memperoleh hak – hak istimewa.Meskipun
kemungkinan diatas tersebut tamapaknya fantastis.,namun masyarakat melihat
perubahan besar dalam kepentingankerja mereka saja,peranan kerja dalam
kehidupan individu,serta nilai – nilai yang diberikan pada pekerjaan baik
dimasyarakat maupun individu bahkan perlunya bekerja. Seluruh kemungkinan ini
menyatakan bahwa anak – anak sekarang mungkin memerlukan untuk masa depan
mereka suatu ketrampilan yang berbeda sekali dengan ketrampilan kejuruan yang
dipaketkan sekarang. Dengan demikian hendaknya memperlengkapi pelajar kemampuan
untuk mereaksi secara positif terhadap perubahan baik segi meneruskan kemampuan
yang secara kejuruan yang berguna untuk masyarakat dan kemampuan untuk
mempertahankan identitas mereka dalam menghadapi jenis pekerjaan yang sangat berbeda
dengan apa yang ada sekarang ini.
Kebutuhan – kebutuhan orang dewasa
Orang dewasa sekarang ini akan
mengalami efek cepatnya perubahan dalam dalam bidamg kejuruan yang mereka
miliki. Misalnya,ancaman keusangan yang membayangi banyak pekerja. Serta,keusangan
ketrampilan yang sekarang mereka miliki dan kebutuhan untuk memperoleh
ketrampilan – ketrampilan yang baru,sama sekali tidak terbatas pada pekerja
buruh kasar. Dubin (1974) telah menunjukkan bahwa insiyur professional sedang
menghadapi masalah keusangan ketrampilan. Menurut dia separuh kehidupan rata –
rata mata pelajaran engineering yang diajarkan di Universitas Amerika yang
terus menerus menjadi menurun dan sekarang ini sisanya hanya tinggal sedikit.
Akibatnya,para insiyur yang sedang praktek di Amerika sekarang ini telah
menghadapi prospek keusangan pengetahuan jauh sebelum habis kehidupan
professional aktif mereka. Di masa mendatang,ketrampilan mereka mungkin dalam
waktu lima tahun yang akan menjadi usang,dan pada waktu mereka yang sedang
menyelesaikan suatu program. Jadi untuk orang dewasa sekarang,cepatnya
perubahan ketrampilan kejuruan bukan problem abstrak di masa mendatang tetapi
suatu yang harus dihadapi sekarang ini.
Renspons terhadap problem ini adalah
banyak Negara mengembangkan kelas – kelas untuk orang dewasa. Walaupun di
Amerika misalnya,program – program untuk melatih kembali para pekerja yang
telah menjadi usang sebagai akibat perubahan dalam industri dan mereka
dipekerjakan dengan hasil yang tidak memuaskan. Oleh karena itu,fakor keengganan
melanda sebagian besar orang – orang yang seharusnya membutuhkan belajar yang
baru,sedangkan minat terhadap belajar lanjutan ini hanya sebagian besar terdiri
dari orang – orang yang telah memperoleh pendidikan terbaik sebelumnya. Para
pekerja terlantar telah meenunjukkan bahwa perasaan kebodohan mereka dengan
keharusan kembali ke bangku sekolah dan mereka juga menolak retrainini karena
dipandang merendahkan martabat orang tua. Kenyataannya,nilai dan sikap mereka
telah menghambat kesediaan untuk ikut serta dalam belajar baru dipandang
penting untuk dunia sekarang. Problem ini juga muncul Karena dukungan oleh
konsepsi tradisional sekolah seperti yang telah digambarkan pada pembahasan
ini. Sistem penidikan hendaknya diorganisir untuk membantu belajar pada masa
dewasa di masyarakat,karena itu harus dihancurkan pandangan yang menyatakan
bahwa seseorang hanya belajar pada masa persekolahan formal antara 6 sampai 18
tahun. Jadi,secara radikal berarti perubahan pandangan mengenai kapan seseorang
harus disekolahkan dan sekolah apa. Menurut Gelpi harus memerlukan politik
pendidikan seumur hidup.
Kehidupan anak – anak awal
Pada kelompok umur kedua di luar
masa persekolahan yang normalnya hanya tersedia kelompok usia anak – anak awal.
Sebagaimana orang dewasa nanti,tahun – tahun sekarang juga ditandai dengan
meningkatkan minat terhadap pendidikan untuk umr dibawah 6 tahun., Khususnya
sudah tumbuh pengakuan bahwa anak –anak awal merupakan fase perkembangan yang
mempunyai karakteristik tersendiri dan bukan semata – mata masa penantian untuk
memasuki periode anak –anak,remaja, dan dewasa. Sekarang lebih sebelumnya .
Misalnya Anak – anak awal sesungguhnya sudah memiliki kemampuan untuk berpikir
dan mengerti,meskipun belum mencukupi perhatian yang diberikan terhadap kenyataan
ini dalam perencanaan pelayanan pendidikan.Serta terhadap kemampuan anak – anak
awal yang telah disebutkan sebelumnya,dan perlu perhatian bahwa penelitian
kejiwaan sekarang telah menunjukkan pentingnya masa kanak-kanak awal yang
digunakan sebagai fase kritis pertumbuhan dalam bidang antara lain perkembangan
intelektual,perhatian,konsentrasi,dll. Bloom (1976) telah mereview beberapa
studi penting dalam bidang tersebut dan menyimpulkan bahwa antara umur 2 sampai
10 tahun,anak – anak juga mengembangkan kemampuan kognitifnya seperti bahasa
dan ketrampilan yang dipelajari dari orang dewasa dan sosio-afektif seperti
kebutuhan untuk berprestasi,perhatian,dan kebiasaan bekerja yang baik.
Jadi,pada masa kanak-kanak awal menjadi basis untuk perkembangan selanjutnya,meskipun
dalam tingkatan tertentu pengalaman yang dating belakangan dapat memodifikasi
terhadap perkembangan yang fundasinya sudah diletakkan pada pengalaman
sebelumnya. Jika perkembangan berikutnya adalah untuk mengikuti bagian yang
optimal maka anak – anak awal tidak siap untuk memperoleh keuntungan dari
ligkungan yang mendidik tetapi mereka juga membutuhkan stimulasi jenis – jenis
pengalaman yang tepat.
Diskusi tentang apa yang dimaksud
dengan pendidikan yang dapat dijumpai dalam Worth Repot,telah dipersiapkan atas
bantuan pemerintah Propinsi Alberta Canada Worth yang mengemukakan bahwa
pendidikan tidak boleh menolak anak di bawah umur 6 tahun dan menganjurkan
prinsip system formal untuk pendidikan anak – anak awal ( ia disebut “Early Ed” ). Dia mengemukakan 3 tujuan pokok “Early
Ed” yang meliputi perlengkapan stimulasi yang bias membantu pemahaman identitas
dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang tepat. Aspek yang terpenting dalam
anjuran Worth untuk kepentingan masa kini,secar khusus ia menolak pendapat
tersebut yang menyatakan bahwa pendidikan anak – anak awal berarti harus
memperpanjang ke bawah system yang ada pada sekarang ini. Fungsi utamanya bukan
menyediakan persiapan pendidikan akademis.
Sebaliknya,ia menganjurkan pendidikan anak –anak awal yang digunakan
sebagai fase pertama system pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa
tujuannya harus memuat pengembangan ketrampilan yang digunakan untuk
mendayagunakan informasi dan symbol – symbol,meningkatkan apresiasi bermacam –
macam mode ekspresi diri,memelihara keinginan dan kemampuan berpikir,menanamkan
keyakinan setiap anak tentang kemampuan untuk belajar,serta membantu perasaan
harga diri . Akhirnya,akan meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang
lain. Sehingga,ia akan melihat pendidikan anak – anak awl meliputi variable
yang kompleks dalam bidang kognitif,motivasi dan sosio afektif yang jika
berkembang dengan cepat akan menjadi basis pemenuhan diri dalam kehidupan.
Dengan demikian,ia akan mengakui betapa pentingnya pendidikan yang menuju ke
usia sekolah konvensional yang digunakan sebagai salah satu fase pendidikan
seumur hidup.
PERUBAHAN KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN
Peranan Sekolah
Meluasnya pengembangan sistem
sekolah yang ditopang oleh Negara di Eropa dan Amerika Utara, khususnya pada
fase permulaan praktis. Pekerjaan utama pendidikan berkenaan dengan belajar
ketrampilan dasar tertentu yang terus menerus mengandung nilai praktis yang
dapat diterapkan dalam kehidupan individu dan masyarakat (Lynch dan Plunkett,
1973). Lebih mutakhir lagi, nilai-nilai pendidikan telah berubah kearah
penekanan yang lebih besar pada penguasaan ketrampilan dibidang social
nilai-nilai estetika, kesehatan, pribadi dan sebagainya (Silva, 1973; Coles,
1972).
Seperti yang telah dikemukakan
terdahulu, latihan-latihan di sekolah dilihat oleh beragam penulis sekarang ini
sebagai proses perpindahan kedalam suatu bidang secara tradisional merupakan
tugas dari keluarga (Aujaleu, 1973; Coleman, 1972).
Walaupun terdapat hubungan nyata
antara persekolahan dengan belajar (yang akan dibicarakan lebih banyak pada bab
berikutnya), jelas bahwa belajar tidak terbatas pada periode yang dipergunakan
di sekolah atau tidak pada usia-usia sekolah. Umpamanya, amat banyak
orang-orang membicarakan masalah-masalah sosial dalam usia dewasa jauh setelah
usia sekolah tradisional selesai. Serupa dengan itu, bayi yang belum mencapai
usia sekolah dengan sukses melakukan sejumlah tugas belajar yang meliputi,
umpamanya kecakapan bahasa ibu, mengontrol sistem motorik, dan sebagainya.
Sebagian besar belajar ini hanya terjadi dalam kehidupan yang sangat awal (liha
t Stone, Murphy dan Smith, 1972). Meskipun orang-orang Eropa dan Amerika Utara
masyarakatnya sangat maju sekali, penerapan dalam mempersiapkan fasilitas
belajar sekarang ini bertumpu pada kepercayaan bahwa usia terbaik untuk belajar
antara umur 6-18 tahun, dan persekolahan pada periode ini dapat memenuhi
kebutuhan belajar formal yang diperlukannseluruh orang-orang untuk kehidupan
mereka. Lebih jauh lagi, pandangan ini seringkali diwarisi dari penguasa
colonial dulu yang digunakan untuk Negara yang sedang berkembang.
Juga tampak bahwa ketrampilan yang
secara tradisional dikembangkan di sekolah sebagian besar dalam bidang
kognitif, sedikit sekali ditekankan pada ketrampilan dalam bidang sosio
afektif, etika, moral, emosi, dan perasan, seperti yang telah dikemukakan.
Bahkan dalam bidang kognitif pun hanya ditekankan satu segi saja. Belajar,
mengenali, mengingat dan memproduksi kembali informasi lebih ditekankan
daripada menguasai metode mendapatkan informasi, ketrampilan dalam menetapkan
tujuan, teknik untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan menghubung-hubungkan
ketrampilan. Dalam waktu yang sama terlalu sedikit perhatian yang diberikan
terhadap spectrum yang luas berkenaan dengan cara-cara individu berbeda dengan
yang lainnya. Konsekuensinya, termasuk dalam standar persekolahan asumsi bahwa
rentangan sempit pengalaman-pengalaman persekolahan cukup memadai untuk
menjawab perbedaan belajar dalam segi kemampuan, kebutuhan terhadap pendidikan,
sikap emosional terhadap persekolahan, perkembangan sosial dan kognitif, dan
sebagainya. Analisi terakhir, peranan faktor-faktor yang telah disebutkan
diatas dalam belajar disekolah telah dibuat oleh Bloom (1976). Khususnya, ia
menekankan pentingnya perbedaan individu dalam variabel sosio afektif, dan
kebutuhan akan pengajaran yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu.
Keunggulan persekolahan
Sebagai akibat dari faktor-faktor
yang telah didiskusikan pada paragraf terdahulu, tiga asumsi utama persekolahan
yang secara tradisional menempati posisi tertinggi. Pertama, persekolahan harus
menjadi proses yang intensif, dilangsungkan dalam waktu yang relatif singkat.
Beginilah periode persekolahan konvensional. Kedua, selama periode pengelolaan
belajar dilakukan secara intensif, anak-anak harus diajarkan paling tidak,
dasar sesuatu yang perlu mereka ketahui ketika dewasa nanti. Kedua assumsi ini
sebagian muncul dari faktor ekonomi, karena ketidakmampuan masyarakat industri
membiayai persekolahan dalam periode yang terlalu lama, dan kebutuhan akan
pekerjaan yang terampil masuk ke dalam dunia industri yang secara relatif
berusia muda dan diperlengkapi dengan ketrampilan yang baik dan cocok dengan
job yang tersedia, serta menggunakan sisa hidupnya untuk menerapkan ketrampilan
yang dimiliki. Kedua assumsi ini juga ditopang observasi psikologis dan
sosiologis yang menujukkan bahwaanak-anak tampaknya belajar lebih bergairah dan
cepat daripada orang dewasa dalam situasi normal, dan anak-anak lebih bersedia
diawasi daripada orangtua. Seperti yang akan ditunjukkan kemudian, basis
“ilmiah” untuk kepercayaan ini barangkali relatif terbatas, tetapi berakar kuat
sekali secara informal dan dalam tradisi kejiwaan masyarakat. Belajar tampaknya
cepat sekali dan tanpa kesukaran dilakukan oleh anak-anak awal, seperti mereka
menguasai kebiasaan dan pola tingkah laku masyarakatnya, menunjukkan bukti
informal bahwa anak-anak belajar dengan mudah.
Berhubungan dengan dua assumsi
diatas, dan barangkali muncul dari assumsi ketiga, bahwa sekolah adalah arena
terpenting terjadinya proses belajar pada masa anak-anak awal dan adolescent.
Dengan perkembangan korp guru-guru professional, secara tradisional diterima
bahwa sekolah adalah tempat paling tepat untuk berlangsungnya belajar. Ini
berakibat menurun atau mengabaikan metode-metode belajar dan lokasi-lokasi
belajar yang terdapat diluar kelas. Dengan munculnya pandangan bahwa sekolah
dan guru-guru sekolahlah yang paling penting, jika tidak hanya satu-satunya
agen pendidikan dalam masyarakat modern posisi pendidikan dari sumber-sumber
lainnya, seperti museum, perpustakaan, rumah tempat kerja, dan sebagainya telah
diabaikan. Begitu juga dengan metode-metode belajar diluar sekolah diabaikan,
seperti “self-directed learning”, “inte learning” (pelajar belajar dari sumber
yang bersifat otoriter), dan yang mirip dengan pusat belajar luar sekolah.
Sebagai akibat, belajar bukan bagian dari kehidupan sesungguhnya, tetapi
sesuatu yang di lakukan di tempat istimewa dan terlepas dari jalur kehidupan.
Hal serupa, tujuan utama persekolahan menyiapkan orang-orang untuk masa depan,
belajar harus dipandang sebagai sesuatu yang relevansinya tipis sekali dengan
kehidupan nyata pelajar. Ganjaran belajar sekarang secara tradisional dipandang
terletak pada kehidupan yang semakin baik dimasa depan. Ini memisahkan belajar
di sekolah dangan kehidupan nyata yang dengan rapi diringkas dalam statemen
(Livingstone, 1943, hal 43) bahwa “pemuda belajar tetapi tidak dapat berbuat;
orang dewasa harus berbuat tetapi tidak ada kesempatan untuk belajar”.
Pandangan yang bertentangan antara integrasi vertical dan
horizontal
Konsepsi pendidikan tradisional jauh
terlepas dari fakta-fakta kehidupan sehari-hari. Lebih jauh lagi, pendidikan
dipandang sebagai sesuatu yang hanya berlangsung di sekolah di bawah para
spesialis. Dalam tahun-tahun ini dua pandangan atau gagasan telah mendapat
penekanan; :integrasi horisontal” dan “integrasi vertikal”.
Argumentasi yang dikemukakan
berbeda-beda sesuai dengan perbedaan latar belakang penulis, tetapi seperangkat
gagasan umum dapat dilihat. Kunci gagasan integrasi horisontal ialah bahwa
pendidikan dalam pengertian belajar disekolah harus dikoordinasikan dengan
komponen-komponen lain masyarakat yang memungkinkan terjadinya belajar. Contoh
komponen-komponen masyarakat : rumah, klub dan masyarakat, tempat kerja,
interaksi dalam kelompok sebaya, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, dikemukakan bahwa rentangan anggota
masyarakat yang amat luas, bukan suatu rentetan yang tidak berhubungan, dan disiplin
yang terpisah-pisah. Di antara beberapa pembahasan, masalah terakhir ini
mengemukakan mata pelajaran di sekolah harus saling berhubungan erat. Jadi,
integrasi horisontal pendidikan berarti jenis-jenis pengetahuan yang diperoleh
diluar sekolah tidak terpisah dari pengetahuan yang diperoleh diluar sekolah
tidak terpisah dari pengetahuan yang didapat di sekolah, proses berlangsungnya
belajar tidak dapat dibagi menjadi proses di sekolah, seluruh pengetahuan harus
dirajut terus-menerus.
Tulisan-tulisan masa kini tentang
pendidikan yang memuat kepercayaan bagaimana pendidikan harus diorganisir
secara longitudinal melampaui batas waktu yang ada di sekolah sekarang. Dasar
argumentasi ini adalah pandangan yang menyatakan bahwa belajar sepanjang hidup,
dan orang-orang dapat belajar dalam seluruh tingkatan usia. Pandangan ini
memang sangat bertentangan dengan stereotype yang ada seperti “kamu tidak dapat
mengajarkan tupu muslihatbaru untuk anjing yang sudah tua” dan banyak ungkapan
dalam bidang ini, semakon meningkat pula penekanan dalam tulisan modern bahwa
belajar di setiap tingkatan sebagian dari hasil belajar di masa dating. Karena
itu dikemukakan bahwa interelasi belajar membujur melalui seluruh tingkatan
usia secara khusus harus diakui dan dimanfaatkan dalam organisasi-organisasi
pendidikan. Pandangan ini merupakan pengesahan prinsip intregasi vertikal.
Argumentasi prinsip ini telah
direview dan diringkas oleh Blakely (1972, hal 105-109). Ia menopang pandangan
bahwa tidak benar proses persekolahan dan pendidikan itu sama, ia mengemukakan
bahwa proporsi belajar terbanyak dalam pendidikan berlangsung sebelum permulaan
persekolahan atau berkelanjutan sesudah akhir masa persekolahan, bahwa
persekolahan hanya salah satu pendidikan yang berpengaruh dalam kehidupan, dan
dengan sendirinya persekolahan tidak mampu menyediakan seluruh pendidikan yang
diperlikan dalam kehidupan. Untuk alasan-alasan ini ia mencela isolasi sekolah
dan kepercayaan yang kuat terhadap sekolah formal sebagai sumber utama
pengalaman pendidikan. Perubahan yang paling cepat dan abadi proses
perkembangan personal terjadi sebelum persekolahan formal. Periode kehidupan
yang terlama terletak jauh sesudah akhir masa persekolahan formal.
Akhirnya pengaruh yang terkuat
terhadap p[ertumbuhan bahkan selama persekolahan formal, datang dari luar
sekolah (seperti media, teman sebaya, keluarga, masyarakat dan sebagainya).
Justru itu, diperlukanperubahan konsep hubungan antara persekolahan, belajar
dan pendidikan.
Tampak kemudian bahwa muncul konsep
baru pendidikan. Khususnya konsep ini menentang kepercayaan tradisional
terhadap keunggulan sekolah yang relatif terlepas dari kehidupan. Lebih jauh
lagi, ia mengemukakan integrasi jenis-jenis pengelolaan belajar “persekolahan”
dengan jenis-jenis pengelolaan belajar informal yang terjadi seumur hidup,
dengan atau tanpa sengaja dikelola dengan atau tanpa disertai kesadaran bahwa
belajar sedang terjadi. Akhirnya, konsepsi yang sedang berubah menekankan sifat
interaksi belajar dalam seluruh kehidupan, dan pentingnya belajar terus-menerus
dengan baik di luar waktu persekolahan konvensional, jika ingin mencapai
penyesuaian yang sukses terhadap perubahan yang cepat dalam kehidupan modern.
Pandangan yang telah dibicarakan ini terletak dalam jiwa konsep pendidikan seumur
hidup.
BAB IV
PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP DAN ILMU JIWA
PENDIDIKAN ,
PERSEKOLAHANDAN BELAJAR
PENDIDIKAN DAN
BELAJAR
Proses pendidikan
dalam pengertian yang amat luas dapat didefinisikan sebagai perubahan dalam
memahami dunia luar,dirinya sendiri, dan hubungan dirinya dengan orang lain dan
obyek-obyek yang ada di lingkungannya . perubahan-perubahan itu membantu
seseorang untuk menginterprestasi pengalaman dan memungkinkan peningkatan
teknik-teknik bertingkah laku yang efektif untuk menghadapi kehidupan, serta
memungkinkan mengontrol elemen-elemen lingkungan yang berhubungan dengannya
(Blakely,1972.Dewey(1916) mendefinisikan , pendidikan adalah “rekontruksi atau
reorganisasi pengalaman , sehingga menambah arti pengalaman dan meningkatkan
kemampuan mengarahkan jalan pengalaman berikutnya.” jadi, pendidikan erat
sekali hubungannya dengan belajar : belajar adalah suatu proses dimana
pribadi seseorang bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya , melalui proses
ini terjadi pendidikan . seperti Blakely(1972.hal.105)telah menempatkan
pendidikan dalam pengertian yang sangat luas, sebagai suatu proses
“selfinitiated,” “self-directd learning” proses ini dilakukan secara spontan ,
alamiah, bahkan tanpa disadari (Stephen,1967). Karena itu, pendidikan tidak
sama dengan belajar, khususnya jenis belajar formal.
Persekolahan dan belajar
Persekolahan dan
belajar juga berkaitan sangat erat sekali
. sekolah diasosiasikan dengan belajar, meskipun para penulis dalam bidang ini
barangkali tidak sependapat mengenai beberapa jenis fakta belajar yang akakn
menjadi masalah utama . bagaimanapun juga, sekolah dan belajar bukanlah hal
yang sama. Umpamanya, belajar tidak harus secara khusus menyadari bahwa mereka
sedang belajar. Para ahli ilmu jiwa mengakui eksistensi, seperti “incidental
learning’” apa yang dipelajari
barangkali diperoleh tanpa kesadaran pada diri pelajar . jenis belajar
ini tidak dapat dianggap persekolahan, meskipun barangkali terjadi di sekolah
serta menyenangkan atau mencemaskan para pendidik. Jenis belajar di sekolah
memilki unsur-unsur tertentu yang membedakannya dengan belajar sehari-hari yang
semata-mata terjadi dalam kehidupan dan
perkembangannya. Apa yang menyebabkan kekhasan persekolahan dan keunikan
hubungannya dengan belajar , adalah fakta bahwa proses persekolahan merupakan
usaha sengaja dan sistematik dibuat untuk mengubah tingkah laku melalui belajar
(Duke,1976; Rohwer,1970). Untuk membuat lebih sederhana , persekolahan mempunyai
seperangkat prosedur yang secara sengaja direncanaakan dengan maksud
mempengaruhi proses belajar , dengan cara khusus dipilih oleh orang-orang yang
mengarah persekolahan . proses belajar diciptakan melalui pengolaan lingkungan
, sehingga orang-orang yang disekolahkan menemukan diri mereka sendiri dalam
lingkungan itu.
Dalam persekolahan,
usaha formal dan terstandar dilaksanakan untuk memodifikasi belajar. Juga
agen-agen yang secara khusus dirancang untuk tugas mengontrol belajar (guru-guru),para pelajar
paling tidak sebagian menyadari fakta bahwa mereka diikat dalam proses belajar
(murid-murid), dan seperangkat tujuan dan gagasan yang sengaja untuk
direalisasikan , dan tujuan dan gagasan itu dianggap akan dapat dicapai dengan
pola pengolaan khusus proses belajar
yang dipilih. Semua hal yang telah disebutkan memerlukan persyaratan adanya
orang-orang yang mengerti bagaimana mempengaruhi belajar, apa yang akan dipelajari
, kapan akan dipelajari,dan tujuan untuk apa dipelajari . mereka itu
adalah para pendidik profesional, seperti guru dan administrator. Dalam
persekolahan , pendidik profesional dengan sengaja menyediakan kondisi
lingkungan yang mereka percaya akan mengubah , belajar untuk mencapai lingkungan
yang mereka inginkan. Jadi, hubungan antara persekolahan dengan belajar
berpusat pada fakta , bahwa meskipun belajar adalah seumur hidup dan ada di
mana-mana, hanya selama periode persekolahan belajar dilakukan secara
besar-besaran, dibiayai negara, biasanya wajib diikuti dan terdapat usah
sistematis yang dibuat untuk memodifikasi dan mengaturnya.
Pendidikan dan persekolahan
Istilah “pendidikan
“ seringkali dipergunakan dalam jajaran statemen tentang sekolah dan mengajar
di sekolah. Dapat dibenarkan pengertian pendidikan lebih diperluas meliputi
seluruh pengalaman yang mendidik yang dialami oleh orang-orang dalam seluruh
bagian kehidupan normal mereka . tentu saja, kemungkinan menerima pendidikan
melalui pengalaman kehidupan (pendidikan “dalam sekolah kehidupan “ ), atau
sebaliknya menggunakan banyak waktu di sekolah tetapi miskin pendidikan dalam
bidang kehidupan (“pendidikan orang-orang idiot”), diakui secara luas dalam
ekspresi bahasa sehari-hari. Pendidikan dan persekolahan dikaitkan dengan perhatian
umum terhadap belajar,tetapi keduanya
bukan hal yang sama (Duke.1976). pendidikan adalah proses yang lebih umum , dan
tidak melulu dari hasil kontak dengan
sekolah. Persekolahan adalah hanya salah satu instansi khusus pendidikan. Hal
ini penting bagi siapa saja yang ingin memahami prinsip-prinsip pendidikan
seumur hidup. Perbedaan yang dibuat antara pendidikan dan persekolahan disini
barangkali karena didorong seringkali kedua istilah tersebut disamakan . karena
itu, penting untuk diperhatiakan bahwa belajar yang belangsung di sekolah hanya
salah satu contoh belajar normal , wajar dan sehari-hari yang berlangsung dalam
proses pendidikan yang lebih luas . lebih jauh lagi, persekolahan hanya salah
satu dari banyak proses pendidikan yang beroperasi dalam kehidupan , dan
sekolah hanya salah satu prinsip-utama pendidikan seumur hidup.
Konsep belajar
Sebagai “reorganisme kejiwaan” jelas
sekali meliputi banyak faktor yang tidak hanya sekedar pola reinforcement
khusus yang beroperasi pada waktu terjadinya. Diantaranya faktor kognitif
seperti interprestasi informasi ,
kecocokan input dengan tingkat perkembangan yang ada , dan sebagainya, juga
termasuk ada tidaknya pola motivasi yang cocok, dan seluruh unsur variabel affektif
seperti sikap terhadap orang dan benda , dan faktor lain yang serupa.
Lebih jauh lagi,
konsep belajar yang di pergunakan disini
juga diperluas kebidang yang kedua. Belajar meliputi penguasan
ketrampilan-ketrampilan sosial baru, perkembangan perubahan sikap ke arah
dirinya sendiri dan orang lain , perubahan kemampaun untuk mengalami dan
menahan emosi, pengembangan tujuan dan aspirasi , dan sebagainya.
Konseptualisasi belajar ini telah diungkapkaan lebih banyak oleh Blakely(1972).
Meskipun benar bahwa belajar adalah proses adaptasi terhadap lingkungan , lebih
jelas lagi pengertiannya, khususnya dalam konteks belajar adalah proses yang
“dinamis.” Manusia belajar aspek-aspek
pengalaman apa yang aka diperoleh dan taktik dan teknik apa yang akan dipergunakan
untuk menafsirkan pengalaman. Mereka belajar bagaimana belajar, kapan belajar
dan apa yang akan dipelajari. Belajar buakn hal yang pasif , tetapi terdiri
dari proses ‘kreatif’ seleksi dan reorganisasi. Pemikiran dapat juga dianggap
sebagai “instrumen untuk belajar”(Blakely,1972.hal.167)
Dalam segi ini pendidikan seumur hidup pada pokoknya berkenaan dengan belajar
sebagai suatu sistem pendidikan. Kesimpulan, organisasi argumen buku ini sekitar inti senttral belajar
sebagai suatu proses tidak ada jalan
untuk mengartikan pendiddikan terkosentrasi
pada suatu proses yang sempit yang terbatas hanya pada penguasaan pengetahuan
kesarjanaan , profesi, atau jenis kejuruan. Pendidikan memang meliputi beberapa
elemen seperti itu , disamping juga berkenaan dengan motivasi , kognitif,
etika, estetika, dan pertumbuhan personal.
Pendidikan seumur hidup dan belajar seumur hidup
Perpanjangan
perbedaan antara pendidikan dan belajar berguna dalam hal ini, yaitu perbedaan
antara pendidikan seumur hidup dan belajar seumur hidup. Seperti yang telah
dikemukakan, belajar dan pendidikan tidak sama,begitu juga pendidikan dan
persekolahan. Juga dikemukakan bahwa belajar adalah proses seumur hidup yang berlangsung denagn atau
tanpa persekolahan apa yang diterimanya. Seperti yang telah diketengahkan,
karakteristik khusus persekolahan menyediakan dengan sengaja kondisi yang akan
membantu jenis belajar tertentu. Jika, pendidikan seumur hidup adalah suatu
tujuan atau ide yang memuat prinsip-prinsip mengorganisir persekolahan untuk
membantu proses belajar seumur hidup, dan
untuk mempengaruhinya sesuai dengan tujuan dan ide khusus. Salah satu tujuan
pendidikan seumur hidup memodifikasi persekolahan untuk membentuk dan mengaruhi
jenis belajar yang terjadi seumur hidup. Sistem sekolah diorganisir menurut
prinsip pendidikan seumur hidup. Sistem sekolah diorganisir menurut prinsip
pendidikan seumur hidup tidak akan menciptakan belajar seumur hidup karena
belajar seumur hidup sudah berlangsung ), tetapi akan memuat usaha sengaja
untuk mempengaruhi bentuk, tingkat dan kualitas belajar.
Pendidikan seumur hidup dan pengetahuan kejiwaan
Inovasi pendidikan dapat dievaluasi
secara sah dengan cara menganalisis tempat bertumpunya prinsip-prinsip
teoritis, dan menunjukkan bahwa inovasi pendidikan dapat dimengerti dalam
istilah pengetahuan yang sudah ada, mengarah ke satu tujuan bahwa pendidikan
seumur hidup dapat dievaluasi dengan menanyakan apa basis teoritisnya.
Melakukan analisis menjadi tujuan utama dan jika dapat dilihat pendidikan
seumur hidup konsisten dengan pengetahuan kejiwaan perkembangan manusia. Dengan
studi prediktif ditetapkan tujuan operasional dan secara berurutan ditetapkan
adanya korelasi atau ketidakadaan korelasi diantara keduanya seperti yang telah
dikemukakan, problem keuangan dan keorganisasian sangat sulit dalam segi
pembagian waktu, dan biasanya tidak dianggap penting.
Pendidikan seumur
hidup esensinya lebih banyak merupakan suatu statemen gagasan daripada suatu
proses yang dibuktikan secara ilmiah. Pendidikan seumur hidup mempunyai tujuan
yang akan dicapai oleh pendidikan, prinsip-prinsip yang akan ditekankan, dan
jenis-jenis orang yang akan ditolong perkembangannya. Sebagai tujuan
pendidikan, paling tidak dirumuskan dalam bentuk abstrak, tujuan kejiwaan ideal
pendidikan seumur hidup seperti terbinanya orang yang yakin,kreatif,mempunyai
kemampuan intelektual,kepribadian yang baik,etis dan sebagainya. Pendidikan
seumur hidup adalah menterjemahkan tujuan abstrak ke dalam rangkaian operasi
kelas yang konkrit dan dapat di percaya untuk mencapai tujuan. Proses deduksi
hipotesis klasikal memerlukan formulasi hipotesis tentang sifat-sifat
terpenting kurikulum, menghubungkan antara unsur-unsur kurikulum dengan tingkah
laku dalam kehidupan nyata dan memodifikasi unsur-unsur sistem yang dilihat
tidak efektif. Pengembangan sistematik kurikulum memerlukan studi longitudinal
yang meliputi satu generasi.
Perlu disadari secara jelas
pendidikan seumur hidup adalah konsep abstrak yang meliputi tujuan-tujuan
abstrak dan idealis, dan seberapa jauh kemampuan untuk direalisasikan belum
diketahui. Adopsi prinsip pendidikan seumur hidup lebih lanjut, sebagian
merupakan tindakan yang berdasarkan kepercayaan, beserta elemen politik
masyarakat yang kuat. Bahwa untuk veliditas pendidikan seumur hidup perlu
memasukkan prinsip-prinsip dasar yang valid untuk dijadikan titik tumpu, yang
diambil dari pengetahuan empiris di bidang lain seperti ilmu jiwa.
Empat konsep kunci harus dijelaskan
dalam hal ini. Pertama konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri interrelasi
dasar antara persekolahan dengan belajar, kehidupan dan pendidikan telah
didiskusikan terperinci dalam pembicaraan terdahulu. Pendidikan seumur hidup
didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk organisasi dan struktur
pengalaman pendidikan. Organisasi dan struktur ini akan diperluas meliputi
seluruh rentang usia, dari yang muda hingga tua, hal ini memerlukan basis
institusi yang amat berbeda dengan basis yang mendasari persekolahan
konvensional. Istilah “pendidikan seumur hidup” digunakan sehingga dapat
dimengerti. (tujuan yang mengarahkan organisasi pendidikan).
Kedua, konsep utama yang
dipergunakan adalah tentang “belajar seumur hidup” bahwa belajar terjadi seumur
hidup dan tidak terikat dengan ada dan tidaknya konsep pendidikan seumur hidup,
“belajar seumur hidup” akan dikelola dengan belajar konvensional seperti yang
kita ketahui. Jadi kapan saja istilah pendidikan seumur hidup dipergunakan dan
sangat penting untuk diperhatikan bahwa ia tidak mengacu pada proses belajar
seumur hidup yang alamiah dan pasti terjadi tanpa organisasi sekolah. Ketiga,
konsep yang berhubugan erat adalah tentang “pelajar seumur hidup” tampak bahwa
seluruh orang adalah pelajar seumur hidup,terlepas dari cara-cara persekolahan
yang dorganisir dalam masyarakat mereka. Pelajar seumur hidup akan digunakan
untuk menyatakan orang-orang yang sadar tentang diri mereka sendiri sebagai
pelajar, belajar merupakan cara yang logis untuk mengatasi problema dan
mendorong untuk belajar diseluruh tingkat usia dan menerima tantangan dan
perubahan seumur hidup sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.
Konsep terakhir yaitu “kurikulum
yang membantu pendidikan seumur hidup” kunci,
pendidikan seumur hidup mempunyai implikasi terhadap cara mengajar.
Yaitu cara mengajar yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan prinsip pendidikan
seumur hidup. Pendidikan seumur hidup adalah filsafat atau ide, pelajar seumur
hidup dan belajar seumur hidup adalah hasil yang diharapkan, dan kuikulum yang
membantu belajar seumur hidup adalah cara praktis yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan.
Struktur analisis
Belajar di sekolah pada esensinya
merupakan kompleks variabel, kognitif, motivasi dan sosio efektif seperti yang
telah dibicarakan. Analisis kejiwaan pendidikan seumur hidup akan diorganisir
dalam tiga kerangka, tujuannya untuk menunjukkan bahwa asumsi kejiwaan secara
implisit yang mendasari pendidikan seumur hidup dalam bidang fungsi kognitif,
motivasi dan fungsi sosio efektif itu benar menurut pengetahuankejiwaan
sekarang. Inkonsestansi serius kosep dasar pendidikan seumur hidup dengan
pengetahuan kejiwaan sekarang akan mempengaruhi keyakinan para administrator
pendidikan untuk mengimplementasikannya.
Sejak pendidikan seumur hidup memuat
seperangkat tujuan yang jelas berbeda dengan tujuan pendidikan yang diorganisir
sudah menunjukkan bahwa pendidikan seumur hidup menurut pengetahuan kejiwaan
akan menyajikan basis yang memadai untuk mengkaji lebih jauh
prinsip-prinsipnya. Penerimaan atau penolakan sangat mungkin akan bertumpu
terhadap rumusan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Seluruh analisis
pengesahan pendidikan seumur hidup sebagai suatu prinsip yang terorganisir dan
keputusan apa sistem sekolah yang ada dapat dimodifikasi menurut konsep
pendidikan seumur hidup, tidak hanya bertumpu pada analisis kejiwaan.
Inkonsistensi antara pendidikan seumur hidup dan pengetahuan kejiwaan mungkin
menyebabkan tidak valid sub – sub prinsip pendidikan seumur hidup yang
ditemukan atas dasar pertimbangan lebih lanjut. Pendidikan seumur hidup
memerlukan pendidikan yang lebih kompleks di tinjau dari segi disiplin ilmu
seperti ekonomi, sosiologi, administrasi dsb. Arah tersebut sudah dimulai oleh
Dave (1974).
Analisis pendidikan seumur hidup
dari sudut pandang kejiwaan merupakan aspek penting, meskipun elemen ini kurang
di berikan penekanan. Aspek kedua ini berkenaan dengan implikasi pengetahuan,
perencanaan kurikulum yang berorientasi pada pendidikan seumur hidup. Bab 4, 5,
dan 6 meninjau kembali pengetahuan kejiwaan yang berkenaan dengan interaksi
antara kehidupan dengan pengalaman dan belajar, dan meninjau kembali unsur mana
dari prinsip – prinsip pendidikan seumur hidup. Meskipun telah dikemukakan
bahwa syarat keberhasilan yang membantu pendidikan seumur hidup yang tidak
terlalu di pentingkan untuk menganalisis konsep pendidikan seumur hidup, dan
bukti seperti itu tidak pada umumnya disajikan waktu mengevaluasi kurikulum.
Bab 7 mendiskusikan implikasi analisis kejiwaan pendidikan seumur hidup
terhadap rancangan kurikulum. Dan bab 8 akan mengevaluasi secar kritis seluruh
prinsip, terutama dari sudut pandang kejiwaan.
BASIS KEJIWAAN
PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan
umumnya berstandarisasi dan menyeragamkan semua proses pendidikan khususnya
disekolah.Standarisasi ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat
terhadap proses pembelajaran seperti,bagaimana proses belajar berlangsung,apa
yangharus dipelajari,kapan mempelajarinya dan lain
sebagainya.Kenyataannya,penetapan tujuan-tujuan pendidikan yang disengaja
selalu terpaut dengan bidang kejiwan,ekonomi,sosiopolitik,dan unsur-unsur
sosiologis.kepercayaan tersebut secara eksplisit di nyatakan dalam pembukaan
kurikulum atau sukar dikenali pelaksanaannya dalam sistem.
Ini bearti
pendidikan seumur hidup juga berhubungan dengan seperangkat kepercayaan dalam
bidang kejiwaan, sedangkan kepercayaan itu juga berhubungan dengan persekolahan
konvensional,meskipun sifat-sifat kepercayaan secara tepat barangkali berbeda.
Prinsip pendidikan seumur hidup mensyaratkan bahwa orang-orang harus belajar dengan cara tertentu, dibawah
kondisi tertentu, dan akan berlangsung terus seumur hidup mereka. Juga
mensyaratkan eksistansi orang-orang untuk
tahu cara apa yang dipergunakan, dan apa tujuan belajarnya. Salah satu
maksud teks ini adalah untuk membuat beberapa saran berdasarkan pada
pengetahuan kejiwaan seekarang, sekitar
bagaiman apendidikan seumur hidup itu
akan disruktur agar mempengaruhi belajar seumur hidup. Bagaimanapun juga,
rekomendasi ini memuat seperangkat kepercayaayn tentang seperti apa sebenarnya
orang itu, dan apa tujuan belajar yang harus mereka cari , dan seperti apa
manusia yang ideal itu,dan sebagainya. Fakta ini baik untuk diingat dan diolah
dalam pikiran.
Pendidikan dan ilmu
jiwa mempunyai interrelasi yang dalam. Kejelasan pengakuan terhadap fakta ini
dapat dilihat peranan utama yang diberikan pada studi faktor-faktor kejiwaan
dalam program pendidikan guru. Hubungannya kompleks, seperti yang telah
dikemukakan oleh Rohwer(1970), dan bukan hasil keuntungan kolaborasi seperti
yang diharapkan. Pendidikan juga diikaitkan dengan
faktor-faktor lingkungan dalam kelas yang membantu belajar. Hal ini juga
meliputi penetapan.” Kondisi-kondisi yang secara eksplisit memimpin anak kearah
aktivitas intelektual dengan cara relatif biasa dan berurutan”(Rohwer,1970hal1379-1380).
Kondisi-kondisi initidak hanya sekedar seperangkat sekedul”reinforcement” untuk
meningkatkan kemungkinan bahwa respon tertentu akan muncul lebih banyak dimasa depan,
dan yang lainnya kurang, tetapi juga
kondisi-kondisi yang membantu belajardalam kelas meliputi faktor seperti
tingkat kesulitan dan organisasi bahan. Jadi, pengelolaan belajar kelas
menggunakan dasar pengetahuan dalan ilmu jiwa kognitif.
Sebagai tambahan
belajar dalam kelas sangat tergantung dengan penerapan”iklim yang memotivasi”
dengan tepat. Meskipun tidak bisa dilaporkan dalam literatur seperti ini,
tingkah laku tikus dalam laboratorium menunjukan elemen-elemen perhatian dan
maksud(purpose). Dalam kasus anak manusia yang balajar dalam kelas, faktor
utama efisiensi belajar adalah keinginan untuk belajar itu sendirisecar
psikologis merupakan fenomena yang kompleks. Fenomena tersebut meliputi apa
yang disebut unsur-unsur”sturtural,” seperti penerimaan oleh anak bahwa bahan
yang sedang dia pelajari dalam banyak hal berharga. Teriakan bahwa bahan-bahan
belajar dalam kelas tidak “relevan” atau bahan-bahan itu tidak dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata anak-anak, suatu contoh yang menjadi fokus dalam isu ini.
Dari segi lain, motivasi positif juga meliputi apa yang disebut dengan
variabel”proses” seperti keinginan untuk menyenangi guru yang baik.
Faktor- faktor
sosio affektif belajar dalam kelas meliputi pertanyaan apakah anak-anak merasa
atau tidak, bahwa mereka dalam kelas berada ditengah-tenagh temannya, bahwa
belajar adalah sesuatu yang wajar dan mudah dikerjakan, bahwa sekolah adalah
alat yang bernilai dalam kehidupan, dan ssebagainya. Ini dapat disimpulkan
dengan apakah anak merasa atau tidak bahwa mereka milik kelas dan kelas adalah
milik mereka.
Faktor-faktor kejiwaan dalam tujuan pendidikan.
Pengelolaan belajar
kelas yang sukses adalah suatu fenomena yang memuat elemen kejiwaan sebagai
bagian yang amat penting. Basis kejiwaan pendidikan sama sekali tidak terbatas
pada pengelolaan belajar dalam kelas. Seperti yang telah dikemukakan dalam bab
dua,eleman utama persekolahan formal adalah pengelolaan pengalaman anak-anak
yang disengaja selama proses persekolahan formal untuk mencapai perubahan
tingkah laku yang diinginkan.
Amat sangat penting
untuk diperhatikan bahwa tujuan-tujuan seperti ini, meskipun dikatakan muncul
dari bukti-bukti yang dapat di pertanggungjawabkan secara”ilmiah” namun
kenyataannya sangat tergantung dengan faktor-faktor sosio politik seperti
kepercayaan umum tentang heredity dan environment dalam perkembangan manusia.
Sebagai contoh, amat mengejutkan sekali bahwa pada abad ke 19, training
transfer dalam sistem pendidikan Inggri secara luas diterima sebagai kunci
konsep kejiwaan, sedangakan pandangan sosio politik bahwa perbedaan individu
hampir seluruhnya sebagai hasil heredity, dan dengan heredity
ditransmisikan superioritydan
inferiority. Untuk memberiakn suatu contoh, Galton(1883) menafsirkan
statistiknya yang berkenaan dengan disstribusi prestasi kejuruan ssuperior di
Inggris sebagai bukti bahwa ‘genius “ diwariskan dalam keluarga dan genius itu
merupakan sifat yang paling utama
.
Tujuan pendidikan sekarang
Walaupun dalam pernyataan terdahulu
tentang tujuan pendidikan jelas memilki basis kejiwaan dan bertumpu pada bodi
pengetahuan kejiwaan(tertanam dalam pikiran bahwa interperensi pengetahuan ini
sangat dipengaruhi oleh faktor –faktor sosio politik), hanya dalam tulisan
tulisan yang lebih mutakhir, kejiwaan secara eksplisit dijadikan statemen untuk
tujuan pendidikan . khususnya dalam menghadapi ketidakpastian sifat-sifat dunia
di masa mendatang ditekankan dalam bab 1dan 2, para penulisn sekarang lebih
banyak menitik beratkan pada peranan pendidikan dalam membantu pola tertentu
pertumbuhan kejiwaan anak. Jadi ,titik berat dalam statement tujuan pendidikan
beralih dari penguasaan ketrampilan dan pengetahuan ke bidang produksi jenis
tertentu funsi individu yang secara psikologis memiliki cara tertentu . leih
mutakhir lagi, penekanan berubah lebih jauh ke arah penguasaan ketrampilan
sosial, pengembangan etika dan perhatian terhadap orang lain, pengembangan
kesehatan diri, prestasi pemenuhan diri,dan sebagainya (silva,1973;Coles,1972).
Kenyataanya, semakin eksplisit dalam tulisan tentang tujuan pendidikan sekarang
ini, bahwa tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah masalah kejiwaan hubungan
anatara ilmu jiwa dengan pendidikan menjadi lebih pesifik. Proses dan isi
persekolahan didasarkan atas kepercayaan kejiwaan tentang bagaimana terjadinya
belajar dan apa yang harus dipelajari. Sebagai tambahan, tujuan pendididkan
didasarkan pada kepercayaan kejiwaan tentang apa yang dibutuhkan orang-orang
jika mereka ingin hidup memuaskan, apa yang menyebabkan kepuasan hidup , dan
sebagaainya.
MENILAI PENDIDIKAN
SEUMUR HIDUP
Dalam argumentasi
yang telah dikembangkan jelas dimungkinkan dan malah diinginkan untuk
menganalisis pendidikan dari sudut pandang assumsi kejiwaan yang mendasari
struktur, proses dan tujuan pendidikan. Banyak analisis pendidikan modern
disajikan dlaam bab-bab dan bertentanagann dengan assumsi-assumsi pendidikan
seumur hidup yang mempunyai basis kejiwaan. Ini tidak di maksudkan untuk
menolak bahwa ia juga mempunyai aspek ekonomi,elemen-elemen administrasi , dan
sebagainya. Umpamanya pertanyaan bagaimana kelas diorganisasi jawabanya meliputi issu ekonomi,administratif,dan
juga kejiwaan. Dengan demikian, seperti yang telah dikemukakan. Terdapat
eleman-eleman kejiwaan dalam inti proses pendidikan, dan masalah ini menjadi
pusat pembicaraan dalm teks ini.
Pendidikan dan ideologi
Dengan diterimanya pandangan yang
telah dikemukakan bahwa pendidikan amat luas kaitannya dengan faktor-faktor
kejiwaan, karena itu evaluasi sistem pendidikan jelas sekali harus berdasarkan
kriteria kejiwaan. Hal i ni tepat sekali menjadi tujuan penyajian buku ini.
Bagaimanapun juga, evaluasi pendidikan(kejiwaan atau yang lainnya0 langsung
berhadapan dengan problem praktis, yaitu bagaimana melaksanakanya.
Tujuan-tujuan pendidikan mau tidak mau dinyatakan sebagai suatu ranguman
gagasan. Bahkan di mana ada usah dibuat untuk mendiskripsikan hasil-hasil yang
diharapkan secara lebih mendetil, deskripsi itu akan tetapdi tulis dalam
istilah abstrak . jadi, khusus kurikulum harus dinyatakan dengan istilah
seperti “produksi pelajaar yang disiapkan dengan baik untuk berfungsi sebagai
warga negara,” atau “pengembangan berpikir logis daan kritis dalam diri
pelajar.” Tidak satupun deskripsi tersebut yang operasianal dibandingkan dengan
statemen seperti’pengembangn pelajar yang meminjam anatara 3 sampai 5 buku dari
perpustakaan dalam minggu tertentu .”
Bahkan tujuan kejiwaan pendidikan umumnya dinyataka
dalam bentuk ide abstrak. Lebih jauh lagi , ide-ide ini dengan jelas cenderung
untuk memuat aspek-aspek politik, seperti yang telah dikemukakan. Dalam
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai penyesuaian dengan norma-noram
masyarakat agar menjadi warga negara yang baik, ide-ide pendidikan yang
berkaitan dengan peranan sekolah dalam membantu”warga negara yang baik “ akan
menjadi statement abstrak. Seperti statemen yang membanjir dalam kurikulum dan
teks book pendidikan di amerika serikat
pada tahun1950.an. sebaliknya masyarakat pada waktu tertentu dalam
perkembangannya memuja ilmu pengetahuan abstrak, mereka mengembangkan tujuan
pendidikan yang menitikberatkan isi ilmu pangetahuan yang mencerminkan keilmuan
yang tinggi (seperti bahasa latin, bahasa yunani, dan matematika pada abad ke19
di Inggris)masyarakat yang menekankan pentingnya kerjasama , tidak ada
kompetisi , dan pengehormatan terhadap
negara akan menitikberatkan tujuan pendidikan dalam segi ini, sedangakan
masyarakat yang umumnya menyenangi individulisme, kompetisii, dan aktivitas
kewiraswastaan akan memasukkan keyakinan ini dalam tujuan pendidikan mereka.
Kenyataan yang
berkembang kemudian, tujuan pendidikan
sangat bersifat ideologis. Jauh dari kenyataan konkrit,operasional dan
universal. Dan dapat diduga semua tujuan bersifat idealistis, dan sangat
terpengaruh dengan ideologi yang populer pada waktu itu. Hal ini denagn mudah
dapat dilihat dari kajian pernyataan yang menyangkut tujuan pendidikan masa
sekarang tujuan yang di tetapkan mencerminkan ideologi yang berlaku pada waktu
para pengembang kurikulum menerima pendidikan mereka. Dan para pembangakang
dalam bidang pendidikan mengusulkan kurikulum yang dikembangkan dalam istilah
ideologis yang menurut masyarakat mereka “maju” “radikal” dan ‘progresif” dan
sebagainya. Konsekuensinya amat penting untuk dimengerti bahwa
gagasanpendidikan seumur hidup adalah( a)
tujuan atau gagasan yang abstrak, (b) dimodifikasi oleh ideologi
sekarang atau paling tidak,kepercayaan-kepercayaan sosio politik masyarakat
tempat para pengajur berada,(c)dinyatakan dengan cara abstrak dan
idealistis,tidak dengan cara spesifik dan operasional.
BAB V
BELAJAR TERUS-MENERUS
ASUMSI-ASUMSI
KEJIWAAN ORGANISASI PENDIDIKAN SEKARANG
Pelembagaan
pendidikan dalam bentuk persekolahan terbatas hanya untuk usia anak-anak dan
adolesces untuk periode antara 6 sampai 18 tahun bisanya berasal dari
pertimbangan ekonomi dan sosial. Dalam waktu yang sama, kebutuhan masyarakat
akan tenaga kerja tidak dapat dipenuhi oleh system persekolahan fulltime yang
harus diikuti oleh orang-orang sampai pada pertengahan usia dewasa. Oleh
karenanya perlu di dukung organisasi pendidikan sekarang guna untuk menunjang
perkembangan peradaban menuju usia dewasa. Salah satu tujuan utama dari
organisasi pendidikan sekarang adalah, menurut Simms (1994) “untuk
merevitalisasi teori organisasi dan mengembangkan konsep yang lebih baik dari
kehidupan organisasi”,bersangkutan untuk membantu manager dan administrator. (http://www.asumsi organisasi pendidikan.com)
Observasi terhadap
fakta ini menyatakan bahwa belajar yang terbaik dilakukan adalah selama usia
sekolah seperti yang ada sekarang ini. Keberhasilan itu barang kali bukan
karena waktu yang terbaik dalam belajar, tetapi pada waktu itulah kesempatan
belajar terbaik ada tersedia. Douglas McGregor mengusulkan dua teori /
asumsi kebalikan menyangkut keberhasilan belajar. Teori pertama adalah “Teori
X”, yang pesimis dan negatif,kemudian untuk menggantikannya,dia memberikan
“Teori Y” yang mengambil pendekatan yang lebih modern dan positif,yakni mulai
memahami diri mereka sebagai diri-energi,berkomitmen,bertanggung jawab dan
makhluk kreatif. (http://www.asumsi organisasi
pendidikan.com)
Dikemukakan Lehman, 1953 ) bahwa kreativitas umurnya
menurun pada sekitar umur 40 tahun ke atas. Lain dikemukakan Fredick Winslow
Taylor (1856-1915) adalah berkaitan meningkatnya tingkat kreativitas tidak
dipengaruhi oleh umur,bergantung pada sistem insentif moneter, dia percaya
bahwa kreativitas manusia terutama dimotivasi oleh uang.(http://www.asumsi organisasi pendidikan.com)
INTELIGENSI DAN USIA
INTELIGENSI
Konsepsi
konvensional kurve perkembangan kemampuan Intelektual menyatakan terdapat
pertumbuhan yang cepat pada usia awal
kehidupan anak-anak, puncak pertumbuhan relatif berada pada usia muda, setelah
itu mengalami periode pertumbuhan mendatar yang stabil, dan akhirnya
pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia dewasa lanjut. Penurunan kemampuan
intelektual mulai kelompok umur dibawah 20 sampai kelompok umur yang paling
tua, semakin berumur semakin meningkat
penurunannya. Puncak kemampuan intelektual berada pada pada usia akhir
adolescen dan kemudian mengalamipenurunan yang hebat terjadi pada akhir masa
dewasa dan usia tua. Terdapat bukti yang cukup banyak dan bagus (direview dalam
bagian terakhir) yang menunjukan bahwa orang dewasa mampu belajar seperti di
sekolah dengan kondisi instruksional yang tepat. Fungsi intelegensi secara
kualitatif berbeda karena perbedaan usia sekolah, tetapi kesempatan belajar
harus di polakan sesuai dengan sifat-sifat perubahan kemampuan intelektual. Ini
berarti membatasi persekolahan untuk usia tertentu tidak tepat.
Beberapa alasan
yang memungkinkan kenapa terjadi perubahan garis dasar.Karena puncak yang akan
terjadi pada manusia tertentu tidak disampel dalam studi itu. mirip dengan itu,
relatif perubahan cepat di antara bermacam kelompok yang tidak disampel tidak
akan diketemukan.
Alasan-alasan
perubahan dalam generasi.
Suatu studi
klasikal yang diteliti oleh tuddenham (1948) menunjukan bahwa tingkat rata-rata
skor meningkat di antara 2 generasi.
Kelompok pertama
mengalami rata-rata pendidikan sampai kelas 8, sedangkan kelompok kedua
mengalami rata-rata pendidikan sampai kelas 10. Skor rata-rata mereka lebih
tinggi tidak hanya karena faktor pendidikan, tetapi juga karena pengaruh film,
radio dan lebih muktahir, TV.
Faktor yang turut menentukan adalah
faktor inteligensi dari individu yang bersangkutan. Bicara mengenai inteligensi
biasanya memang dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah, kemampuan
untuk belajar, ataupun kemampuan untuk berfikir abstrak. Perkataan inteligensi
dari kata latin intelligere yang berati mengorganisasikan, menghubungkan atau
menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together).
Istilah inteligensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang
salah, yang memandang inteligensi sebagai kemampuan yang mengandung kemampuan
tunggal, padahal menurut ahli inteligensi mengandung bermacam-macam kemampuan.
Namun demikian pengertian inteligensi itu sendiri memberikan berbagai macam
arti bagi para ahli.
Dari bermacam-macam
pendapat para ahli tersebut di atas, memberikan gambaran tentang bagaimana
ragamnya pengertian atau definisi mengenai inteligensi itu. Menurut morgan,
dkk. (1984) ada dua pendekatan yang pokok dalam memberikan definisi mengenai
inteligensi itu, yaitu (1) pendekatan yang melihat faktor-faktor yang membentuk
inteligensi itu, yang sering disebut sebagai pendekatan faktor atau teori
faktor, dan (2) pendekatan yang melihat sifat proses intelektual itu sendiri,
yang sering dipandang sebagai teori orientasi-proses (process-oriented
theories).
USIA
Meskipun
stereotypete dahulu menyatakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
intelektual menurun karena usia, tidak satupun pernyatakan umum yang memadai
untuk mendeskripsikan hubungan antara usia dengan prestasi tugas yang
melibatkan ketrampilan verbal, akan mengalami kemajuan terus menerus seumur
hidup.
Kesimpulan ini
mengemukakan teknik dan ketrampilan pemuda barangkali tidak cocok untuk
kehidupan usia pertengahan dan akhir nanti. Dan dengan bertambahnya usia
terdapat kebutuhan untuk memobilisir intelektualnya dan mengorganisasikan
kemampuannya untuk hal-hal baru. Dengan demikian terdapat kebutuhan untuk mendekati
tugas-tugas dengan cara baru yang lebih sesuai dengan pola kemampuan yang ada.
Meskipun kesimpulan berbunyi
demikian, beberapapenemuan masih memerlukan banyak penjelasan. Maksud bagian
pembahasan itu adalah untuk memberikan penjelasan tentang itu.
Yang telah
digambarkan oleh bromley jalan perbedaan konklusi yang digambarkan oleh studi
longitudinal dan crossectional mengenai pertumbuhan fungsi intelektual dan
usia.
BELAJAR DI LUAR
USIA SEKOLAH KONVENSIONAL
Menurut saya
belajar diluar usia konvensional dilihat dari sudut kelembagaan kita mengenal
adanya penyelenggaraan Pendidikan melalui Sekolah dan Pendidikan Luar
Sekolah.Apapun namanya dan dimana pun kegiatan belajar mengajar
dilakukan,kegiatan itu harus dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang
terdapat di mana-mana baik langsung maupun tidak langsung dalam bentuk sarana
ataupun prasarana.Kegiatan proses belajar mengajar memerlukan interaksi dengan
sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyediakan fasilitas belajar.Agar
diperoleh hasil yang maksimal,maka kadar itu harus tinggi.Untuk memperoleh
interaksi yang tinggi,maka proses interaksi perlu dikembangkan secara
sistematik.Begitu pula sumber belajar perlu dikembangkan dan dikelola secara
baik dan fungsional.
Di mana-mana orang
dapat belajar,dapat memperoleh pengetahuan,keterampilan dan sikap.Sebab sumber
belajar ada di mana-mana,baik manusia maupun bukan manusia,yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar
mengajar.Bagaimanapun juga,jenis belajar yang terbanyak pada prasekolah
meliputi penguasaan ketrampilan yang sangat diperlukan oleh anak-anak usia
sekolah dan usia dewasa,dan kebanyakan belajar terjadi tanpa perhatian.
Dalam tahun pertama
kehidupan,tidak hanya ketrampilan sensory yang diperoleh tetapi prestasi
personal dan kognitif dikuasai.Tidak hanya ketrampilan dasar dalam bidang
persepsi dan ketrampilan dasar agar dapat hidup yang dikuasai,tetapi elemen
ketrampilan kognitif yang menjadi amat
penting dalam kehidupan nantinya sudah dimantapkan pada masa anak-anak awal.Di
segi lain,motif dan sikap dipelajari sebelum memasuki permulaan persekolahan
telah menetapkan seluruh pola bagaimana nantinya anak-anak mempergunakan
ketrampilan kognitif dan intelektual mereka dalam kehidupan mendatang.
Orang dewasa dengan
jelas mengalami sejumlah peristiwa belajar masalah sosial dan hal ini dapat
menjelaskan bahwa mereka dapat dan mempunyai kebiasaan untuk beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Tetapi mereka juga menunjukan bahwa
orang dewasa masih memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam melaksanakan tugas
seperti yang ada pada sekolah-sekolah tertentu. Jadi,belajar terus menerus di
atas usia sekolah tidak hanya sesuatu yang terletak dalam kapasitas orang
dewasa tetapi menjadi sesuatu yang menjadi penting untuk diri mereka sendiri.
BEBERAPA IMPLIKASI
TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Maksud utama sub
bab ini adalah untuk menanyakan apakah asumsi-asumsi kejiwaan dasar yang dibuat
oleh para pendukung pendidikan seumur hidup,yaitu tentang kemampuan belajar
orang-orang pada usia di luar usia persekolahan konvensional ,layak menurut
pandangan pengetahuan kejiwaan sekarang.Konsepsi konvensional perkembangan
kemampuan intelektual menyatakan terdapat pertumbuhan yang cepat pada usia awal
kehidupan anak-anak, puncak pertumbuhan relatif berada pada usia muda, setelah
itu mengalami periode pertumbuhan mendatar yang stabil, dan akhirnya
pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia dewasa lanjut.Penurunan kemampuan
intelektual mulai kelompok umur di bawah 20 sampai kelompok umur yang paling
tua, semakin berumur semakin meningkat penurunannya.Tetapi orang dewasa mampu
belajar seperti disekolah dengan kondisi instruksional yang tepat, fungsi
intelegensi secara kualitatif berbeda karena perbedaan usia,tidak berarti bahwa
belajar harus menurun diatas usia
sekolah,tetapi kesempatan belajar harus dipolakan sesuai dengan sifat-sifat
perubahan kemampuan intelektual.Ini berarti membatasi persekolahan untuk usia
tertentu tidak tepat. Intelektual memiliki fungsi yang sangat penting pada awal
dewasa, pertengahan umur dan bahkan pada usia tua. Sedangkan anak-anak usia
prasekolah mampu belajar, dan belajar yang terjadi pada usia prasekolah amat
penting bagi seluruh jalannya kehidupan. Meskipun tidak layak untuk dikatakan
bahwa pentingnya belajar sedini mungkin menyarankan agar masyarakat yang
bijaksana sebaik mungkin membuat perlengkapan formal untuk kebutuhan anak- anak
prasekolah. Membantu belajar tidak hanya meliputi penyediaan materi kognitif,
tetapi juga pengokohan lingkungan yang membantu belajar. Elemen kunci adalah
sikap dan motivasi potensial belajar. Sistem formal pendidikan seumur hidup
perlu untuk distruktur, tidak hanya kebutuhan kognitif orang- orang yang
dimasukkan dalam sistem, tapi juga kebutuhan dalam bidang motivasi dan sosio
afektif mereka.
PENGGALAN 2
BAB VI
PENYESUAIAN KURIKULUM SEKOLAH DENGAN
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
PENYESUAIAN
KURIKULUM SEKOLAH DENGAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Secara tradisional ada tiga asumsi
dasar mengenai prasekolah. Pertama,
sekolah merupakan tempat pendidikan yang intensif, yang dilakukan dalam waktu
yang relatif singkat. Asumsi kedua, bahwa pengelolaan kegiatan- mengajar yang
intensif ini anak harus di ajar paling tidak dasar tentang segala sesuatu yang
diperlukan untuk diketahui pada masa dewasa kelak. Berkaitan dengan asumsi
pertama dan kedua maka muncul asumsi yang ketiga, yaitu bahwa sekolah merupakan
tempat utama bagi anak dan remaja untuk belajar. Selanjutnya dengan
perkembangan corp profesi guru, maka,sekolah dianggap sebagai satu- satunya
tempat untuk belajar. Dan ini menyebabkan bahwa metode belajar dan tempat- tempat untuk memperoleh pengalaman belajar di luar
sekolah kurang dikenal dan di anggap kurang penting.Dengan menganggap bahwa
sekolah dan guru dalam masyarakat modern sebagai satu- satunya lembaga
pendidikan yang penting, maka potensi pendidikan dari sumber-sumber belajar
yang lain seperti; musuem dan perpustakaan, keluarga, tempat kerja,menjadi di
abaikan. Hal yang sama juga terjadi penerapan metode- metode belajar seperti, “
self- tirected learning” , “ inter- learning” (belajar dari teman belajar) ,
dan cara- cara lain yang tidak berpusat
pada sekolah. Akibatnya belajar tidak di anggap sebagai bagian dari
kehidupan yang sebenarnya, tetapi sesuatu yang dikerjakan di tempat khusus di
luar kehidupan. Pemisahan belajar di
sekolah dengan kehidupan yang sebenarnya ini di simpulkan dalam suatu
pernyataan: “ para pemuda belajar, tetapi tidak dapat berbuat; sedangkan orang
cdewasa harus berbuat, tetapi tidak punya kesempatan untuk belajar” .
(Livingstone, R.M, 1943, education for a world adrif, Cambridge University
Press) .
Dari uraian di atas jelas, bahwa
konsepsi pendidikan tradisional menyebabkan terpisahnya belajar dari kehidupan sehari- hari dan belajar di
anggap sebagai sesuatu yang terjadi di sekolah di bawah asuha para guru. Dewasa
ini telah diterima pendapat yang menekankan pada dua hal, yaitu “ horisontal
integration” dan “ vertical integration” . Yang pertama di maksudkan, bahwa
belajar di sekolah hendaknya di koordinasikan dengan komponen lain di dalam
masyarakat tempat anak memperoleh kesempatan belajar, misalnya: keluarga,
perkumpulan pemuda, masyarakat, tempat kerja, pergaulan dengan teman sebaya,
dll. Selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian besar anggota masyarakat hendaknya
dilibatkan dalam pendidikan, dan pengetahuan hendaknya di pandang sebagai suatu
integrasi yang luas, dan bukan sesuatu
yang kurang berhubungan antara disiplin imiah yang satu denga yang lain. Jadi
integrasi horisontal pendidikan di artikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
di luar sekolah hendaknya jangan dipandang terpisahdari pengetahuan yang di
peroleh di dalam sekolah, dan proses
belajar untuk memperoleh pengetahuan juga jangan dipisahkan antara prosese
belajar di sekolah dan di luar sekolah, dan seluruh pengetahuan itu hendaknya
di pandang sebagai suatu bagian yang berkelanjutan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
integrasi vertical pendidikan ialah bahwa belajar itu berlangsung seumur hidup,
dan bahwa manusia itu mempunyai kemmampuan
untuk belajar pada segala umur. Selanjutnya belajar pada tingkat umur
tertentu meruppakan bagian dari hasil belajar pada masa sebelumnya, dan akan
menentukan pada masa yang akan datang. Karenanya interelasi longitudinal antara
berbagai tingkat belajar pada berbagai tingkat umur hendaknya dikenal dan di
gunakan ddalam organisasi pendidikan.
Lalu apakah usaha- usaha sekolah
untuk menunjang terjadinya horisontal integration dan vertical integration atau
terlaksananya pendidikan seumur hidup?
Ada beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk tujuan tersebut, antara lain: 1)
Mengadakan penyesuaian kurikulum
sekolah, penyusunan kurikulum untuk mengembangkan “ pelajar seumur hidup” . Dan
penyusunan kurukulum “ luar sekolah” . 2) Menyesuaikan kegiatan belajar-
mengajar di sekolah; yang mencangkup perubahan peranan guru. Perubahan peranan
murid, dan pemanfaatan sumber- sumber belajar di luar sekolah.
Sekolah
Sebagai Pengembang Pelajar Seumur Hidup
Sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup dapat mengembangkan potensi
peserta didik untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan yang
dimilikinya. Selain itu sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup guru
juga memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya dan bermoral sehingga pelajar seumur hidup juga bisa dan
dapat berkembang di sekolah.
Sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup, salah satu nilai mendasar
dalam menumbuhkan perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri.
Sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan
dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik
melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler).
Disamping itu sekolah juga mempunyai peran yang penting dalam pengembangan
pelajar seumur hidup karena sekolh
bentuk formal untuk mendapatkan pengetahuan. Sekolah dapat menjadi satu
alternatif untuk pengembang pelajar seumur hidup. Sekolah dapat membentuk
karakter peserta didik.
Sekolah juga bentuk formal hanyalah merupakan awal dari belajar dalam
kehidupan. Sekolah juga hanya awal dari memperoleh pengetahuan.
Belajar merupakan alat utama untuk pertumbuhan pribadi dan kemasyarakatan
sehingga sekolah merupakan salah satu alternatif bagi pengembang pelajar seumur
hidup.
Sebenarnya masih banyak lagi bentuk belajar untuk pengembang pelajar seumur
hidup. Sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk belajar dan masih banyak lagi
tempat-tempat untuk belajar dan pengembang seumur hidup.
Menurut Skager dan Dave (Skager,
R., dan Dave, R.H. Developing Eriteria and Procedures for the evalution of
school curriculum in the perspective of liflong education. Oxfor : Pergamon,
1977) kriteria kurikulum sekolah dalam latar pendidikan seumur hidup adalah
sebagai berikut :
1. Kurikulm sekolah harus memandang proses belajar sebagai peristiwa
yang berlangsung terus menerus, yang terjadi sejak masa kanak-kanak sampai
dengan dewasa.
2. Kurikulum sekolah harus dilihat dalam konteks proses belajar yang
serempak yang berlangsung di dalam keluarga, dalam masyarakat, di tempat kerja,
dan sebagainya.
3. Kurikulum sekolah harus mengenal hakekat kesatuan pengetahuan dan
hubungan antar bidang studi.
4. Kurikulum sekolah harus mengetahui bahwa sekolah merupakan lembaga
utama yang menyajikan pendidikan dasar dalam kerangka pendidikan seumur hidup.
5. Kurikulum sekolah harus menekankan kepada terbentuknya orang-orang
yang autodidact, mengembangkan kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan
menanamkan sikap sehubungan dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat.
6. Kurikulum sekolah harus memperhitungkan kebutuhan akan pemapanan
dan pembaharuan sistem nilai-nilai yang progresif oleh individu, sehingga
mereka dapat mempertanggungjawabkan perkembangan yang kontinyu dalam kehidupan.
Sehubungan dengan perkembangan
pribadi kurikulum sekolah dalam kerangka pendidikan seumur hidup, adalah
mengembangkan siswa agar, mampu melaksanakan fungsinya dengan seminimal mungkin
adanya pengawasan, serta ingin dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan
masyarakat. Jadi sebelum sekolah harus mampu untuk memajukan perkembangan
kebebasan pertanggung jawab diri sendiri, kemampuan menganalisis yang kritis
dan fleksibilitas, seperti misalnya mereka menaruh perhatian terhadap
nilai-nilai, sikap, motivasi dan sebagainya. Seperti kita ketahui, bahwa
perubahan yang cepat menyebabkan perasaan tidak aman baik di bidang intelektual
maupun emosional. Agar orang mendapatkan kesenangan dan keuntungan dalam
situasi yang demikian, maka mereka membutuhkan kemampuan untuk mengatasi
kesukaran-kesukaran baru, mampu memainkan peranan sosial baru, mampu bekerja
dalam tugas-tugas pekerjaan baru, dapat bekerja dalam kerangka organisasi baru,
dan sebagainya.Dengan penuh keyakinan dan perhatian, tidak merasa takut akan
kegagalan untuk mengembangkan kemampuan untuk mengatasi situasi yang demikian
akan menyebabkan individu jatuh ke dalam sikap pasif dan menyingkirkan diri,
jadi kurikulum sekolah hendaknya dapat membuat anak peka terhadap problem dan
memiliki ketrampilan inovatif. Kurikulum harus pula mampu memajukan ketrampilan
membuat keputusan, ketrampilan mengatasi struktur organisasi (ketrampilan
birokrasi), serta ketrampilan dalam berkomunikasi dan menerima ide-ide.
Kurikulum sekolah hendaknya mampu membangunkan setiap orang untuk bergairah
menghadapi masyarakat baru tanpa sikap pasif dan melarikan diri, tanpa menarik
diri dalam menghadapi sesuatu yang baru.
Dalam rangka pengembangan
ketrampilan kognitif kurikulum yang berorientasi kepada pendidikan seumur
hidup, akan menerapkan “innovatery knowledre”. Dalam pengembangan ketrampilan
kognitif akan ditekankan pada pengertian dan penggunaan informasi. Misalkan
belajar mengetahui melalui analisa cara-cara dan lambang-lambang pengetahuan,
dan bukan sekedar memperoleh melalui sejumput informasi khusus. Inti kegiatan
belajar di dalam kelas adalah mengembangkan kemampuan berfikir produktif /
kreatif; sedangkan ilmu pengetahuan hanyalah merupakan sarana untuk terjadinya
berfikir produktif. Hal ini tidak berarti bahwa mempelajari ilmu pengetahuan
akan hapus, tetapi dalam belajar tekanannya lebih pada proses berpikir produktif
dari pada faktor-faktor ilmiah. Kurikulum ang berilmu pengetahuan hanyalah
sarana terjadinya berfikir produktif, orientasi demikian disebut “kognitive
curriculum”.
Kurikulum ini lebih menekankan
pada penguasaan pola dan bentuk pengetahuan, sehingga apa yang telah dipelajari
merupakan dasar untuk memperoleh ketrampilan-ketrampilan baru. Unsur umum yang
menghubungkan pengetahuan satu dengan yang lain adalah strukturnya, metode dan
gaya daripada pengetahuan, dan bukannya isi ilmu pengetahuan, atau hakekat fenomena
yang dipelajari. Fisika misalnya, akan dilihat sebagai cara berpikir tentang
suatu perangkat fenomena, dan penemuan-penemuan fisika sebagai aplikasi
berpikir inovatif terhadap problem-problem khusus, dan bukan penemuan dalam
faktual.
Selanjutnya penyesuaian kurikulum
sekolah dalam rangka menunjang pendidikan seumur hidup hendaknya memusatkan
perhatian pada pengembangan kemauan belajar para siswa, membuat siswa menerima
kegiatan belajar sebagai kegiatan yang wajar dan diinginkan, pembatasan positif
terhadap dirinya sebagai seorang pelajar. Sekolah hendaknya lebih menekankan
aspek kwalitatif daripada aspek kuantitatif.
Kurikulum, “Luar Sekolah”
Pandangan pokok dalam pendidikan
seumur hidup ialah bahwa pendidikan berlangsung di dalam dan di luar sekolah.
Konsekuensinya kita bisa bicara tentang kurikulum sekolah dan kurikulum luar
sekolah. Dan sesungguhnya kehidupan sendiri dipandang sebagai unsur penting
dari pada pendidikan seumur hidup, sehingga seseorang bisa bicara tentang
kurikulum untuk hidup, kurikulum untuk kerja dan sebagianya.
Beberapa aspek
kurikulum luar sekolah, yang seharusnya dipikirkan dan disediakan dalam rangka
menunjang pendidikan seumur hidup antara lain :
1. Kurikulum Untuk
Anak-Anak Pra Sekolah
Jika pendidikan berlangsung
sepanjang hayat dalam rangka pengembangan kejiwaan pada segala umur, maka
pendidikan hendaknya memperhatikan pendidikan anak pra sekolah. Pendidikan
seumur hidup menyadari dan memahami bahwa masa pra sekolah terjadi perkembangan
psikhologis menurut hukumnya sendiri dan perkembangan tidak menunggu sampai
masa anak dan masa remaja, masa persekolahan “riil” berlansung. Pendidikan pada
masa pra-sekolah (masa kanak-kanak) merupakan fondasi bagi perkembangan
psikhologis masa-masa yang akan datang.
Berbagai aliran psikhologi
sependapat bahwa pengalaman terdahulu akan merupakan dasar penting bagi belajar
yang akan datang. Perkembangan berpikir dapat ditelusuri jejaknya pada
pengalaman anak sebelumnya. Selanjutnya dikatakan bahwa interrelasi antara proses
emosional, motivasional dan kognitif dalam belajar, sama pentingnya dengan
pengalaman sosial anak sebelumnya. Bahwa pada tiga tahun pertama dalam
kehidupan anak perlu pengalaman-pengalaman yang dapat memajukan perkembangan
kognitif dan psikhososial. Oleh karenanya pendidikan tidak boleh mengabaikan
pendidikan bagi anak-anak di bawah umur enam tahun dan perlu menyediakan sistem
pendidikan formal mereka yaitu apa yang disebut sebagai pendidikan pra-sekolah.
Dan anak-anak di bawah usia enam tahun tidak perlu di beri beban yang begitu
berat agar tidak berpengaruh terhadap perkembangan mentalnya bila dewasa nanti,
karna usia anak-anak adalah usia bermain, anak-anak bebas mengekspresikan
keinginannya. Kita sebagai orang dewasa hanya mengawasi dan mengingatkan apabila
melakukan kesalahan. Ada tiga tujuan utama pendidikan pra-sekolah, yaitu :
menyediakan stimulasi, meningkatkan perasaan identitas, dan menyiapkan
pengalaman-pengalaman sosialisasi. Ketrampilan-ketrampilan ini tidak memerlukan
persekolahan yang khusus, tetapi dapat dikembangkan oleh kehidupan sendiri.
Pendidikan pra-sekolah janganlah merupakan persiapan pengajaran akademik di
Sekolah Dasar. Dalam rangka menunjang pendidikan seumur hidup pendidikan
pra-sekolah seharusnya bertujuan untuk :
a. Mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan untuk bekerja dengan informasi dan lambang-lambang.
b. Meningkatkan
apresiasi terhadap berbagai cara ekspresi.
c. Mengembangkan
keingintahuan dan kemampuan belajar.
d. Memperkuat
harga diri dan yang terakhir
e. Mengembangkan
kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain.
Di
dalam pendidikan seumur hidup perkembangan psikhologis awal dikaitkan dengan
sistem pendidikan dipandang sebagai pengembangan faktor-faktor kognitif,
emosional dan sosioafektif, yang dapat dipakai sebagai dasar daripada
perwujudan diri pribadi.
2. Kurikulum untuk orang-orang “di luar umur
sekolah”
Usaha formal untuk mengikat
orang dewasa belajar lebih lanjut sering mengalami kegagalan, terutama bagi
mereka yang sebelumnya tidak memperoleh pendidikan persekolahan formal yang
memadai. Hal ini umumnya disebabkan, karena kesempatan memperoleh pendidikan
bagi orang dewasa itu tidak diorganisir dalam rangka memajukan belajar
sepanjang hayat. Menurut olford, kurikulum pendidikan seumur hidup bagi orang
dewasa itu hendaknya disusun sebagai berikut :
a. Harus
memberi kesempatan kepada para siswa untuk melakukan penemuan-penemuan.
b. Harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kreativitas dan
bertanggung jawab terhadap kegiatan itu.
c. Harus
memberikan kesempatan bagi para siswa untuk menetapkan kerja sesuai dengan
kecepatan masing-masing.
d. Harus
memberikan kesempatan untuk mengadakan spesialisasi menurut minat
masing-masing.
e. Harus
memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan mengenal perbedaan bakat
masing-masing.
(olford, J.E. Deschooling further
education. The New Era. 1972).
Dalam menyusun kurikulum untuk orang
dewasa ini harus diperhatikan pengalaman mereka yang sudah “karatan”, yang
mungkin tidak sesuai lagi dengan kemajuan-kemajuan pengetahuan dan teknologi
abad ini. Untuk ini disarankan agar diberikan kesempatan adanya interaksi
antara orang tua dengan orang muda dalam memperoleh pengalaman belajar.
Dan di saat era globalisasi
seperti sekarang ini, setiap orang harus bisa menguasi teknologi, seperti
komputer dan bahasa internasional, seperti bahasa inggris.
3. Kurikulum Untuk Kerja
Pada suatu saat tempat kerja dapat
menjadi tempat belajar yang penting. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat membuat pendidikan kejuruan mungkin menjadi tidak efisien.
Dewasa ini diperlukan persiapan yang matang dalam memasuki tugas-tugas
pekerjaan tingkat tinggi, dan kesempatan kerja bagi orang-orang yang tidak
trampil makin sangat berkurang. Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan
kurikulum untuk dunia kerja yang dapat mengembangkan inisiatif individu, untuk
selalu tumbuh dan berkembang. Inisiatif untuk tumbuh ini diperkuat dengan
adanya kesempatan yang terbuka untuk peningkatan dan perkembangan profesional,
dan dengan adanya imbalan yang layak bagi mereka yang selalu meningkatkan
kemampuannya. Dalam penyusunan kurikulum kerja diorientasikan pada pendidikan
seumur hidup, perlu diperhatikan faktor-faktor, antara lain :
a. Penyedia
alat-alat untuk penilaian diri sendiri;
b. Kesempatan
untuk menilai diri sendiri;
c. Usaha
untuk menciptakan suasana memajukan kreativitas;
d. Hubungan
dengan proyek-proyek kerja yang menantang yang meningkatkan pemecahan problem
di lapangan.
d. Interaksi
teman sekerja yang memungkinkan pertukaran ide dan informasi.
4. Kurikulum untuk Hidup
Pandangan bahwa pendidikan merupakan
peristiwa yang hanya berlangsung di sekolah formal , didasarkan pada pendapat
bahwa pendidikan menuntut suatu lingkungan yang khusus yang berbeda dari
kehidupan sehari-hari, dan yang berpusat di sekolah formal. Sekolah merupakan
tempat yang bagus, sukar dan memerlukan waktu yang cukup lama dikunjungi.
Akibat dari pandangan ini, mengenyampingkan pendapat bahwa orang dapat belajar
dari kehidupan. Akibat selanjutnya, orang sekarang terpisah dari hidup
sebenarnya, dengan akibat yang serius adanya “kesakitan kejiwaan”. Untuk dapat
hidup dengan senang dalam hidup ini orang perlu suatu pendidikan untuk hidup
itu sendiri, ia harus belajar hidup pada masa kini, merenungkan kehidupan,
menikmati seni dan kebudayaan, dan menikmati perasaan dan emosinya baik
spiritual maupun material.
Dalam kerangka pendidikan seumur
hidup kita perlu mengembangkan kurikulum untuk hidup, yang memungkinkan orang
akan belajar melalui “partisipasinya dalam tugas-tugas sosial dan
kegiatan-kegiatan sosial”, atau dengan saling memberikan urunan dalam kehidupan
sosial, kultural dan profesional. Kurikulum ini haruslah menekankan pada
pendidikan yang bukan sekedar pengetahuan intelektual, tetapi pada segala
sesuatu yang dapat memajukan minat dan kebutuhan untuk mengethui serta akan melibatkan ide bahwa hidup itu sendiri
merupakan sumber belajar yang utama, dan bahwa orang dapat belajar tentang
hidup terutama melalui proses kehidupan itu sendiri.
Kurikulum
untuk hidup hendaknya :
a. Mengajar
orang untuk berpikir tentang kehidupan.
b. Mengajar
orang ingin menggunakan pengetahuannya dalam hidup.
c. Mengajar
orang bagaimana menggunakan pengetahuannya di dalam hidup.
d. Membantu
orang mengetahui bagaimana ia berpikir dalam berhubungan dengan orang lain.
e. Membantu
orang mengetahui bagaimana mengadakan pertukaran pengalaman sosial dan kultural
dengan orang lain.
f. Mengajar dan mendidik orang bagaimana
berpikir, tidak hanya menurut cara-cara ilmiah, tetapi juga apa yang
dikehendaki oleh hidup itu sendiri.
BAB VII
PENYESUAIAN
KBM di SEKOLAH
DENGAN PSH
Di dalam domain sikap, guru hendaknya membantu murid-murid
untuk mengambil sikap yang kreatif dalam mengahadapi situasi baru, agar dapat
mengatasinya dengan efektif dan memperoleh pengalaman yang memuaskan dalam
menghadapi persoalan.Dalam domain motifasi, tugas utama guru adalah hal-hal
baru agar dapat menguasainya dan memperoleh keuntungan daripadanya, dan bukan
menghindarinya.Di dalam domain kognitif, tugas guru adalah memperlengkapi
murid-murid dengan keterampilan untuk memperoleh keterampilan sewaktu-waktu mereka
memerlukannya. Hal ini akan dicapai dengan cara mengembangkan perasaan mengenai
struktur dan metode ilmu pengetahuan, melalui pembinaan dan pemahaman
sumber-sumber informasi yang dapat
digunakan.
Tugas fundamental guru adalah meningkatkan kemampuan murid
untuk menemukan pengetahuan, menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan
pengetahuan yang dimilikinya dan dengan kebutuhan-kebutuhannya di masa yang
akan datang, serta menganalisa dan menilai kegiatan belajar yang dilakukannya.
Dalam rangka pendidikan seumur hidup seorang guru hendaknya
menjadi pelajar seumur hidup.Ia hendaknya tidak pernah berhenti belajar dan
selalu ingin belajar, sehingga tindakannya itu dapat menjadi teladan bagi
murid-muridnya.
Selajutnya karena guru itu juga berada dalam masyarakat yang
mengalami perubahan seperti yang dihadapi oleh murid-muridnya, maka perlu bagi
mnereka untuk selalu mengadakan penyesuaian dan pengaturan. Pendeknya dalam
rangka pendidikan seumur hidup guru dan murid terikat pada progam belajar
seumur hidup, sehingga dalam kenyataan mereka merupakan “colearners” (Dave, R.
N. Lifelong education and school curriculum UNESCO Institut Monographs, 1973,
Whole No. 1).
Peranan tradisional guru sebagai penyalur pengetahuan dan
pembawa kebijaksanaan tradisional akan berubah. Guru lebih berperan sebagai
“Pembimbing” atau sebagai “Pemimpin ” yang bertindak sebagai fasilitator dalam
perkembangan setiap siswa. Untuk mencapai tujuan ini, guru hendaknya berfungsi
sebagai “Ahli Metode Belajar”, sebagai “Koordinator Belajar”, Sebagai “Dirigen
dalam belajar”, peranan pokok guru adalah membimbing dan mengkoordinir belajar,
bukannya sebagai “Pemberi Fakta-fakta”. Guru bukanlah sekedar orang yang
menyampaikan bakat seseorang yang telah diseleksi lebih dahulu yang isinya
disesuaikan dengan kebutuhan murid-murid. Tetapi guru hendaknya membantu setiap
murid mendiaknosis kebutuhan belajar masing-masing, menetapkan sumber belajar
yang memadai dan menentukan tujuan yang ingin dicapai, belajar menurut tempo
dan iramanya masing-masing.Guru-guru hendaknya menjadi penasihat dan menjadi
sumber belajar, bukan sebagai otoritas yang mengambil jarak dengan
murid-muridnya serta menganggap dirinya tidak dapat salah.
Mengartikan guru sebagai penasihat dan pembimbing,
mengimplikasikan antara lain suatu pendidikan perseorangan pada tingkat yang
tinggi.
Individualisasi pendidikan merupakan hasil kombinasi antara
bimbingan yang menonjol dan teknologi pendidikan yang baik. Guru dikonsepsikan
sebagai ahli diagnosis pendidikan. Diasumsikan bahwa mereka mampu memberikan
balikan yang tepat kepada murid-muridnya mngenai kemampuan mereka, sejauh mana aspirasi mereka telah terwujudkan,
dan sebagainya. Dalam memfungsikan guru dengan cara yang demikian ini,
hendaknya para guru dibebaskan dari tugas rutin yang menyita banyak waktu
mereka. Dalam rangka pendidikan seumur hidup, atau dasar prosedur penilaian
yang teliti, perlu di desain suatu program pendidikan individual bagi setiap
siswa. Kemampuan sistem untuk memberikan kesempatan kepada setiap siswa yang
mengikuti program individualisasi ini akan dapat ditingkatkan dengan
menggunakan teknologi pendidikan.
Salah satu implikasi pendidikan seumur hidup yang paling
penting hanya peranan dan keterampilan guru diharapkan berubah, tapi juga ide
tentang siapa saja yang disebut “Guru” itu akan diperluas. Misalnya terdapat
kelompok orang yang disebut sebagai “Pendidik”, Tetapi tidak dikenal sebagai
guru dan tidak berfungsi di dalam sistem persekolahan konvensional. Kelompok
orang ini mencakup ahli perpustakan, ahli-ahli yang bekerja dimusium, ahli-ahli
yang bekerja di kebun binatang (ahli purbakala, ahli burung, dan sebagainya),
ahli pendidikan diasosiasi profesional training offiser si pabrik-pabrik atau
di angkatan bersenjata, pekerja sosial, petugas bimbingan dan penyuluhan, dan
lain sebagainya. Meningkatnya profesi seperti dokter, dokter gigi, ahli
pharmasi, dan jabatan-jabatan yang sejenis, juga bisa dimasukkan dalam kelompok
“pendidikan”, karena profesi ini lebih banyak berfungsi mencegah dan mendidik
daripada berfungsi kuratif dan restoratif. Kelompok kedua yang sering tidak
dikenal sebagai guru yaitu orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang sama
sekali tidak mempunyai fungsi dalam
pendidikan didalam kehidupan. Mereka ini adalah “practitioners”, orang-orang
yang menyampaikan informasi yang berharga, karena mereka tahu berbuat sesuatu
yang penting di dalalm kehidupan. Orang-orang ini yang mungkin dapat disebut
sebagai “life educators”, termasuk kedalamnya orang tua, teman sekerja, teman
sebaya, kenalan, dan sebagainya.Fungsi mengajar mereka tidak boleh diabaikan
karena sangat penting.
Dengan berbagai alasan, dua kelompok pengajar ini (pendidik
profesional dan life educator) menjadi semakin penting kedudukannya.Sebagai
contoh anak-anak memerlukan pengalaman-pengalaman di dalam lingkungan sosial
diluar atau didalam masyarakatnya, dan juga didalam dunia pekerjaan, bukannya
sesudah mereka menyelesaikan pendidikannya, tetapi selama pendidikan formal
sedang berlangsung.Dari pada itu, beberapa program pendidikan, terutama di
negara-negara sedang berkembang, meminta aktifitas dan layanan pendidikan yang
tidak hanya dapat dilakukan oleh guru.Sebagai contoh usaha pemberantasan buta huruf,
kampanye kesehatan, dan gizi.Selanjutnya “profesional educators”dan “life
educators” (dokter, dokter gigi, ahli pharmasi, orang tua, teman sekerja, dan
sebagainya) mempunyai potensi untuk menyampaikan kepada murid-murid “suasana”
kehidupan diluar sekolah, misalnya dengan memberikan urunan informasi mengenai
dokter, seorang ahli teknik, seorang pengusaha dan sebagainya.Faktor-faktor ini
membuat mereka itu sebagai potensi yang penting untuk dapat diminta menjadi
pelatih khusus dibidang potensinya, sebagai orang-orang yang bukan guru.
Sebagai akibatnya dirasakan perlunya, dalam hubungan dengan
pendidikan seumur hidup, suatu konsep baru tentang apa yang disebut “guru”,
atau mungkin apa yang disebut “pendidik”, karena guru selalu diasosiasikan
dengan sekolahan formal. Dalam rangka pendidikan seumur hidup yang dimaksud
dengan “pendidik” adalah orang-orang yang memiliki kemampuan khusus dalam
bidang teknik, kerja tangan atau....
1.Kemampuan untuk menempatkan informasi
2.Keterampilan kognitif yang tinggi
3.Kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah
4.Kemampuan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai
5.Mengevaluasi hasil belajar sendiri
6.Adanya motifasi untuk belajar
7.Adanya pemahaman diri sendiri
Tiga yang pertama
merupakan kondisi yang termasuk ktrampilan kognitif.Sedang keempat terakhir
berhubungan dengan sikap, motivasi, nilai-nilai, dan emosi. (Biggs, J.B.
Content to process. Australian Journal of Education, 1973).Bigge mengemukakan
dengan jelas bahwa kesiapan untuk menghadapi perubahan tidak hanya melihatkan
aspek kognitif persekolahan, tetapi juga perkembangan sosio afektif.
Agar dapat menjadi
lebih jelas apa yang dimaksud dengan aktifitas kelas dalam rangka pendidikan
seumur hidup perlu adanya analisis kurikulum atas tiga dimensi.
Pertama, daerah
aktivitas kelas, yang meliputi :
1.Metode dan alat belajar mengajar,
2.Aktivitas guru,
3.Aktivitas murid,
4.Evaluasi.
Dimensi kedua adalah domain
psikhologis.
Dimensi kedua ini
meliputi tiga fungsi psikhologis, yaitu : 1. Fungsi kognitif, 2. Sistem
motivasi, 3. Variabel sosialaktif. Dimensi ketiga adalah konsep tentang
pendidikan seumur hidup.Karena implikasi teoritis daripada pendidikan seumur
hidup berpusat pada intregasi vertical dan intregasi horizontal.
Suatu tujuan
daripada pendidikan seumur hidup akan dikhususkan dengan menetapkan daerah
aktiifitas kelas (misalnya metode dan bahan belajar-mengajar, kegiatan guru,
kegiatan murid atau evaluasi), dengan mengkhususkan domain psikhologis
(misalnya fungsi kognitif, struktur motivasi, atau faktor sosiote-afaktif), dan terakhir dengan
mengkhususkan aspek khas pendidikan seumur hidup (misalnya intregrasi vertical
dan intregasi horizontal).
Pengkhususan tujuan kurikuliner ini akan dilukiskan dalam
tabel-tabel berikut:
Tabel 1
Tujuan kelas dalam
bidang Metode dan bahan Belajar Mengajar *)
Domain Psikologis
|
Ciri-ciri Pendidikan Seumur Hidup
|
|
Integrasi Horisontal
|
Integrasi Vertikal
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Kognisi
|
·
Pengetahuan diajarkan sebagai alat untuk
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan
·
Semua Pengetahuan berkaitan satu dengan yang
lain
·
Pengetahuan dapat diperoleh di luar sekolah
·
Contoh-contoh hendaknya diambil dari kehidupan
·
Proyek dan latihan hendaknya didasarkan pada
kehidupan sebenarnya
|
·
Ditekankan pada kesatuan belajar selama hidup
·
Informasi diberikan sesuai dengan umur anak
·
Pengetahuan sekarang merupakan dasar untuk
pengetahuan dimasa datang
·
Pengetahuan sekarang dipandang sebagai hasil
dimasa lampau
|
Motivasi
|
·
Belajar dipandang sebagai tujuan yang
diinginkan
·
Diperkuat usaha belajar sendiri
·
Aspirasi kehidupan dihubungkan dengan peranan
sekolah
·
Diusahakan keinginan untuk menggunakan
tehnik-tehnik yang diperoleh di sekolah di dalam kehidupan dan sebaliknya
·
Harapan akan sukses meningkatkan motivasi
·
Harapan akan kegunaan materi pelajaran
memperkuat belajar
|
·
Diperkuat keinginan untuk belajar lebih lanjut
·
Penghargaan akan keberhasilan dimasa datang
mendorong motivasi belajar selanjutnya
·
Prospek perubahan meningkatkan motivasi
·
Alat yang dihasilkan lampau digunakan untuk
memotivasi belajar baru
·
Metode dan bahan belajar memotivasi belajar
lebih lanjut
|
Afek
|
·
Pengetahuan merupakan alat untuk mengatasi
persoalan hidup
·
Pengetahuan merupakan alat untuk memecahkan
problem kehidupan
·
Diri sendiri hendaknya dipandang sebagai
bagian dari belajar
·
Sekolah hendaknya dipandang sebagai salah satu
sumber informasi diantara sumber yang lain
·
Ditentukan kesadaran diri sebagai pelajar
seumur hidup
|
·
Murid memutuskan sendiri kegiatan belajar
selanjutnya
·
Belajar merupakan persiapan untuk masa datang
·
Belajar merupakan alat yang digunakan terus menerus
·
Perubahan hendaknya dipandang sebagai suatu
yang menarik dan menantang
·
Diperkuat keyakinan diri dapat menghadapi masa
depan dengan baik
|
Tabel 2
Tujuan kelas dalam
bidang Akitivitas Siswa *)
Domain psikhologis
|
Ciri-ciri pendidikan seumur hidup
|
|
Integrasi
horisontal
|
Integrasi vertikal
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Kognisi
|
·
Siswa menerapkan pengetahuan dari disiplin
ilmu yang satu ke yang lain
·
Siswa menerapkan metode disiplin ilmu yang
satu ke yang lain
·
Siswa kenal akan taktik suatu disiplin ilmu
dan mengetahui dasar umumnya
·
Siswa menerapkan ketrampilan yang diperoleh di
sekolah untuk masalah-masalah luar sekolah
·
Siswa memperkenalkan contoh dan bahan-bahan
dari luar sekolah
·
Siswa kenal akan berbagai sumber belajar
|
·
Siswa menggunakan belajar sebelumnya sebagai
basis belajar yang sekarang
·
Siswa mengetahui belajar sekarang sebagai
basis belajar di masa datang
·
Siswa menganalisisa hubungan belajar yang lalu
dengan problem yang dihadapi sekarang
·
Siswa bertindak sebagai sumber informasi bagi
anak lebih muda dan mencari informasi dari yang lain
·
Siswa merencanakan belajar untuk masa datang
|
Motivasi
|
·
Siswa berusaha untuk selalu belajar hal-hal
baru
·
Pengalaman siswa dalam memberikan kepuasan dan
kesenangan
·
Siswa memperlihatkan keinginan untuk
menetapkan pengetahuannya dalam kehidupan luar sekolah
·
Siswa mencari masalah secara inovatif dan
menggunakan berbagai disdiplin ilmu
·
Siswa memperlihatkan kemauan untuk berperan
sebagai pemimpin,sebagai “tutor” bagi teman-temannya dan cologennya
|
·
Siswa berusaha belajar bila dihadapan pada problim
baru yang tidak dapat dipecahkan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya
·
Siswa merasa puas bila masalah lama dapat
dipecahkan dengan belajar yang sekarang
·
Siswa berusaha secara aktif mendapatkan
kesempatan belajar terus
|
Afek
|
·
Siswa memperlakukan belajar sebagai alat untuk
memecahkan masalah
·
Siswa memandang sekolah sebagai bagian dari
jaringan belajar
·
Siswa memandangi dirinya sebagian dari
jaringan belajar
·
Siswa memandang pengetahuan sebagai suatu
kesatuan
·
Siswa memandang dirinya sebagai
pemimpin,sebagai inovator dan juga sebagai pengikut
|
·
Siswa menunjukkan pengertian bahwa belajar
merupakan alat untuk perkembangan diri dimasa datang
·
Siswa mengetahui kurang memadainya
pengetahuannya sekarang untuk memecahkan problim-problim yang dihadapinya
dimasa datang
·
Siswa mengetahui bahwa ia mampu untuk
menghadapi peranan sosial yang berubah
·
Siswa merencanakan belajar untuk masa datang
|
Tabel 3
Tujuan kelas dalam
bidang Evaluasi *)
Domain psikologis
|
Ciri-ciri pendidikan seumur hidup
|
|
Integrasi horisontal
|
Integrasi vertikal
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Kognisi
|
·
Kridit positif diberikan terhadap pengenalan
hubungan antar pengetahuan
·
Evaluasi terutama ditekankan pada aplikasi
pengetahuan untuk memecahkan problem
·
Fungsi evaluasi memberikan informasi atau
balikan mengenai kekurangan efisiensian pengetahuan,dan bukan untuk menyaring
siswa
·
Kridit diberikan kepada kegiatan-kegiatan luar
sekolah
|
·
Evaluasi mendiagnosis ketidak efisiesian hasil
kerja masa lalu dan mencangkup tindakan remidi
·
Evaluasi menunjukkan memadainya belajar
sekarang sebagai basis belajar dimasa datang
·
Evaluasi menyiapkan untuk loncatan terhadap
belajar yang baru,penilaian kembali,dan sebagainya,dan bukan merupakan tujuan
evaluasi mandiri
·
Evaluasi merupakan basis untuk perencanaan
belajar yang akan datang
|
Motivasi
|
·
Evaluasi menghargai penerapan ketrampilan
sekolah didalam kehidupan
·
Evaluasi mengahargai penerapan ketrampilan
luar sekolah di dalam sekolah
·
Prosedur evaluasi digunakan untuk memperkuat
penilaian diri sendiri
·
Evaluasi digunakan untuk memotivasi belajar
yang baru
·
Evaluasi membantu memperkuat aspirasi yang
realistis
|
·
Evaluasi mendorong keinginan untuk belajar
dimasa datang
·
Evaluasi membentuk pengharapan yang masuk akal
terhadap masa yang akan datang
·
Evaluasi menciptakan harapan sukses di masa
datang
·
Evaluasi membawa kearah pencapaian tujuan
|
Afek
|
·
Evaluasi menitik beratkan pada kejelasan
pengertian mengenai diri sendiri dan kemampuan sendiri
·
Evaluasi akan memperkuat citra kemampuan diri
di dalam berbagai bidang
·
Evaluasi memberikan bimbingan mengenai
hubungan antara siswa dengan kehidupan
·
Evaluasi dapat mengintegrasikan informasi dari
luar sekolah
·
Evaluasi mengintegrasikan orang-orang di luar
sekolah(misalnya orang tua murid)
|
·
Evaluasi memberikan gambaran yang reasonable
bagaimana perkembangan diri sendiri di masa datang
·
Evaluasi memberikan keyakinan pada diri siswa
mengenai kemampuannya untuk mengatasi persoalan dimasa datang
·
Evaluasi membentuk citra diri sebagai pribadi
yang mampu belajar terus
|
Pemanfaatan Sumber-sumber Belajar
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pandangan pokok
dalam pendidikan seumur hidup ialah karena pendidikan berlangsung di dalam dan
di luar sekolah.Pendidikan seumur hidup berarti perkembangan, perubahan dan
belajar terjadi sepanjang hayat, tidak hanya terjadi selama beberapa tahun
persekolahan formal.Salah satu cirri pendidikan seumur hidup adalah menekankan
pada integrasi hoorisontal, yakni belajar disekolah hendaknya dikoordinasikan
dengan komponen di dalam masyarakat tempat anak memperoleh pengalaman belajar,
seperti misalnya keluarga, perkumpulan pemuda, tempat kerja, pergaulan dengan
teman sebaya, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam pendidikan seumur hidup, sekolah perlu
menanamkan motivasi pada siswa agar selalu merasa butuh untuk belajar lebih
lanjut.Bahwa keterbatasan memperoleh pengetahuan di luar sekolah terletak pada
kurangnya motivasi pada anak. Latar belakang pendidikan seumur hidup anak-anak
hendaknya mempunyai kemampuan yang memadai, kenal akan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan.
Mereka bukan saja tahu fakta-fakta, tetappi harus kenal
dengan struktur pengetahuan.Mereka harus terampil menyesuaikan alat-alat
belajar dan struktur pengetahuan kedalam tugas yang baru.Mereka harus sadar
mengenai hubungan antara ketrampilan kognitif dengan kehidupan nyata.
Disamping itu, sekolah hendaknya mendidik siswa dengan
berbagai setting belajar, misalnya belajar secara perorangan, belajar kelompok,
dan sebagainya.Sekolah hendaknya mengajarkan ketrampilan dasar belajar dengan
baik seperti ketrampilan membaca, mengamati dan mendengarkan, dan mampu
memahami komunikasi non-verbal. Yang semuanya itu akan sangat berguna bagi
siswa untuk belajar lebih lanjut apabila ia telah keluar dari sekolah.
Sekolah juga harus mengajarkan ketrampilan dasar intelektual,
seperti mengadakan penalaran, berpikir kritis, dan menafsirkan data. Mengajar
siswa agar terampil menggunakan bermacam-macam alat belajar, seperti media
cetak, media massa, dan berbagai instructional materials yang lain.
Dalam rangka inilah sekolah seharusnya membiasakan anak
menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang berada di dalam maupun di luar
sekolah, sehingga mereka mampu belajar sepanjang hayat dengan memanfaatkan
sumber-sumber belajar yang banyak dijumpai dalam kehidupan. Yang dimaksud dengan
sumber belajar adalah segala sumber yang dapat digunakan oleh siswa baik secara
sendiri maupun secara bersama-sama, biasanya di dalam suatu cara yang informal
akan membantu belajar.
Ada dua macam sumber belajar, yaitu :
a. Sumber belajar yang memang dikembangkan dan disiapkan untuk
membantu belajar, yang merupakan komponen system instruksional, yang disebut
“rescurees by design”, dan
b. Sumber belajar yang tidak direncanakan secara khusus untuk
pengajaran, tetapi dapat digunakan untuk belajar, yang disebut “rescurees by
utilization”.
Sumber-sumber itu
meliputi :
1. Massage (pesan),
informasi yang disampaikan melalui komponen lain berupa ide, fakta-fakta,
pengertian, data, misalnya bahan pelajaran tentang sejarah Yunani,
Sistem Parlemen dalam suatu Negara, tata bahasa dan sebagainya.
2. Manusia, yakni
manusia yang bertindak sebagai pembawa/penyampai pesan misalnya guru, siswa,
aktor, dokter, dan sebagainya.
3. Material, Bahan, media atau “software” yang biasanya
menyimpan pesan yang ditampilkan dengan menggunakan alat (hardware) atau dapat
menampilkan dirinya sendiri, misalnya tranparansi OHP, slide, film, film strip,
buku, jurnal, dan sebagainya.
4. Alat (device), yang sering disebut “hardware”, yang
digunakan untuk menampilkan pesan yang terdapat pada bahan (materials),
misalnya proyektor film strip, proyektor film, OHP, alat perlengkapan televisi,
tape recorder (audio/video), dan sebagainya.
Teknik, cara-cara yang biasa dilakukan dalam
belajar mengajar atau penggunaan alat-alat, bahan, setting dan orang untuk menyampaikan
pesan, misalnya pengajaran berprogram, simulasi permainan, metode penemuan,
karyawisata.
BAB VIII
BERFUNGSINYA
KOGNITIF DAN USIA
gaya berfungsinya intelektual
“istilah kognitif
atau proses kognitif seringkali sukar di lihat sampai di mana batas akhir konsep intelegensi dan
dimana mulainya batas kognitif “
Kapan adanya batas
akhir intelegensi? Dan jika ada akhir berarti ada awal,dan kapan adanya awal
intelegensi?
Menurut kelompok
kami, awal intelegensi manusia itu ketika kita masih di dalam kandungan,karena
saat kita berada di dalam kandungan pun kita sudah banyak belajar,dan ALLAH swt
pun telah memberikan kita akal fikiran ketika
kita masih berada di dalam kandungan, sedangkan batas akhir intelegensi manusia
itu berarti ketika kita meninggal dunia,karena di saat itulah kita di
berhentikan untuk mengurusi segala hal keduniaan.
Model berfungsinya
kejiwaan manusia yaitu ada proses aktif
atau interaktif , dan pengertian apa yang sedang berlangsung di sekitar orang sebagaian tergantung
dengan pengalaman dulu yang berkaitan
dengan dunianya.
Proses aktif atau
interaktif yang di maksud adalah ketika kita berinteraksi padahal saat kita
tidak berinteraksipun kejiwaan itu telah berfungsi,mengapa di buku di katakana
demikian?
Kejiwaan manusia
tidak dapat di tentukan dan menurut kelompok kami tidak dapat di analisis
karena konsep kejiwaan manusia itu berbeda-beda dan tidak linier,jadi tidak
semua orang kejiwaannya berfungsi ketika di sekita orang atau melalui
pengalaman dulu yang berkaitan dengan dunianya,bisa saja kejiwaan manusia
berfungsi melalui orang lain dengan cara melihat atau mengerti posisi orang
yang ada di sekitarnya,dan tidak di sekitar orang saja tetapi di sekitar lingkungannya.
Perbedaaan kemampuan
“Vernon (1950)
menyimpulkan bahwa perbedaan kemampuan tidak inheren dalam proses, tetapi
sangat tergantung pada jenis-jenis
stimulasi lingkungan yang di terima oleh seorang anak”
Menurut kelompok
kami,stimulasi seorang anak itu dapat di rubah dengan adanya pengarahan dari
kedua orang tua atau pembimbing mereka,lingkungan memang sangat berpengaruh
tetapi lingkungan tidak dapat di cerna dengan utuh jika kedua orang tua mereka
mampu member pengarahan-pengarahan secara sehat agar anak bisa berfikir lebih
realistis dan tidak hanya mendunia.
Perbedaan kemampuan
seseorang dapat dilihat dari lingkungannya memang benar,tetapi perlu juga
adanya arahan-arahan dari pendidikan informal ataupun non formal.
CORAK BERFUNGSINYA KOGNITIF
Corak – corak kognitif
Variasi corak yang
bermacam-macam sangat mungkin sekali terjadi,walaupun di buku ini fungsi
kognitif dideskripsikan sepenuhnya dengan tiga dimensi; importing versus
skeletonizing, leveling versus sharpening, dan focusing versus scanning.
Kenyataannya,
leteratur lain mengidentifikasikan dimensi lebih banyak daripada yang di bahas
dalam buku ini, karena yang di maksud dalam pembahasan ini hanya semata-mata
untuk memperkenalkan kepada pembaca adanya banyak konsep corak berfungsinya
kognitif. Dalam pembahasan ini dikemukakan coding terhadap bahan seperti
scanning, leveling dan skeletonizing.
Corak kognitif dan guru
Corak kognitif
sangat berpengaruh terhadap seorang guru,karena jika guru tersebut memiliki
corak kognitif yang salah, anak pun tidaka dapat menerima karena konsep manusia
it berbeda-beda,dapat kita lihat melalui intelektual, emosi , dan spiritual.
Jadi cara guru untuk menangani anak pun berbeda-beda.
JALUR PERTUMBUHAN
KOGNITIF
Telah dibicarakan bahwa perkembangan kognitif berbeda dari
orang ke orang, dan hal itu, dimodifikasi oleh pengalaman.Lebih dari itu
seluruh proses perkembangan kognitif berinteraksi tinggi sekali. Dan sistem
informasi sebagian besar sebagai hasil pengalaman.dan sistem itu akan
memodifikasi pertumbuhan kognitif itu sendiri.ini berarti bahwa pengalaman
pertumbuhan kognitif masa lalu,sekarang,dan yang akan datang seluruhnya
berinteraksi erat sekali,baik sebagai hasil maupun jugan sebagai penentu untuk
bagian yang lainnya. Salah satu cara anak agar proses belajar mereka
memperoleh pengetahuan adalah melalui kegiatan bermain sambil belajar.Dengan
bermain dan belajar, seorang anak dapat memperoleh kesempatan untuk mempelajari
berbagai hal baru.Bemain dan belajar bagi mereka juga merupakan sarana dalam
mengembangkan berbagai ketrampilan sosialnya.Kegiatan bermain dan belajar akan
mengembangkan otot dan melatih gerakan motorik mereka di dalam menyalurkan
energi mereka yang berlebih. Dengan demikian seorang anak akan menemukan bahwa
merancang suatu hal baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan dan pada
akhirnya anak akan menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Meskipun para penulis membedakan
sifat kemampuan yang menyebabkan lingkungan dapat dimengerti,terdapat
kesepakatan umum bahwa hal itu berkembang sebagai hasil dari
pengalaman.Seperti James(1980) mengatakan, dunia luar bagi bayi yang baru lahir
pasti “mekar berdungung dan membigungkan” tetapi sebagai hasil pertumbuhan
kognitif ia memperhatikan keteraturan yang berualng-ulang, semua merupakan
koleksi peristiwa yang tidak berhubungan dan akhirnya tercipta kerangka stabil
untuk mengolah pengalamannya.Seseorang berusaha umpamanya untuk mengenali bahwa
peristiwa-peristiwa itu berpola dan terorganisir bahwa beberapa peristiwa
kurang lebih sama dengan yang lain,dan kejadian beberapa
peristiwa tertentu menjadi tanda untuk kemungkinan terjadinya
peristiwa yang lain.dengan demikian pertumbuhan kognitif meliputi
perkembangan kemampuan mengadakan beberapa macam aturan pengalaman,dan dengan
melakukan itu ia dapat memberikan arti terhadap pengalamannya.sejumlah penulis
telah mendiskripsikan jalur pertumbuhan ini dalam berbagai cara,tiga konsep
utama akan dideskripsikan dalam pembahasan berikut ini:
Jean Piaget dan perkembangan
intelegensi
Jean
Piaget (lahir di Neuchâtel, Swiss, 9 Agustus 1896 – meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun) adalah
seorang filsuf,ilmuwan, dan psikolog
perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil
penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya.
Mungkin diantara para penulis yang paling terkenal dalam bidang
perkembangan kognitif adalah piaget. Meskipun pembahasan mendetail ilmu jiwa
perkembangan di luar ruang lingkup bab ini,tetapi sangat berguna untuk
mensketsakan unsur-unsur pokok.menurut Pieget pada dasarnya terdapat empat
tahap umum pertumbuhan kognitif,rentangnya dari jenis fungsi yang paling awal
yang tampak pada bayi kecil sampai pada karakteristik orang dewasa matang.
Dalam
tahap pertama yang disebutnya dengan istilah periode sensor motorik
(philips,1969),Piaget menekankan fakta bahwa anak kecil terikat dengan
peristiwa-peristiwa langsung dan konkrit yang menyentuh alat sensor mereka, dan
responnya terbatas pada reaksi motorik terhadap input yang menyentuk sensor
mereka.Bayi yang terbaik dalam tahap ini dapat mengembangkan kemampuan untuk
memancarkan respon yang lebih dahulu terhadap peristiwa-peristiwa konkrit
secara singkat sebelum melakukannya secara sungguh-sungguh.
Dalam
tahap ke dua, tahap pra-operasional(philips,1969),obyek-obyek dilihat sebagai
peristiwan yang betul-betul ada ketika obyek-obyek itu menyentuh sistem sensor
mereka.antisipasi dan harapan melampaui sesuatu yang konkrit sekarang,dan
konsep sebab dan akibat muncul meskipun permulaan bentuknya sangat tidak
sempurna, dan terakhir dalam tahap ini,bahasa muncul sebagai prinsip baru untuk
menetapkan urutan dan struktur lingkungan. Dalam tahap ketiga, tahap operasi
konkrit, individu mulai dapt melakukan “operasi:terhadap lingkungannya.
Anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menguraikan sebab dan akibat,untuk
membuat hipotesa yang mungkin terjadi akibat perbuatan-perbuatan tertentu,untuk
memahami suatu organisasi peristiwa yang memberikan sumbangan terhadap
pertalian dunia luar san mengkoordinasikan tingkah laku sesuai dengan
pengertian mereka.bagamanapun juga wawsan terhadap fakta dunia disekitar mereka
masih diambil dari pengalaman konkrit dan personal yang dmiliki oleh mereka
sendiri dan dinyatakan pada pokoknya dalam istilah sebab dan akibat konkrit
kehidupan nyata,karean itu disebut operasi “konkrit”
Tahap
terakhir perkembangan kognitif adalah operasi formal.Dalam tahap ini,
prinsip-prinsip abstrak yang berasal dari fakta muncul dan dipahami. Ini
berarti bahwa peristiwa dapat ditekankan tanpa memerlukan sesuatu yang
sesungguhnya terjadi, dan tingkah laku dpat dibiasakan dengan kemungkinan
teroris yang barang kali tidak pernah terjadi. Seseorang malakukan operasi
formal kenyataannya dapat mendiskusikan dunia dengan istilah abstrak dan
generalisasi simbolis.Pada tahap ini orang-orang dapat belajar tanpa mengalami
langsung dan dapat merespon terhadap dalil-dalil abstrak. Hasil umum
perkembangan ini individu tidak lagi tergantung pada lingkungan sensor langsung
terhadap isyarat-isyarat konkrit dan individu dapat bertingkah laku stabil dan
konsisten melampaui peristiwa-peristiwasensor langsung dan relatif tidak
stabil.
Menurut Piaget,
urutan keempat tahap ini tidak bervariasi.Mekanisme dasar memungkinkan
pertumbuhan terjadi berganda, meliputi kapasitas untuk menghubungkan pengalaman
baru dengan struktur kognitif yang sudah ada pada segi lain (asimilasi),dan
kapasitas adaptasi struktur yang ada dengan input lingkungan yang tidak sama
disegi lain (akomodasi). Tahap-tahap ini tidak mempunyai ciri tersendiri secara
ketat, tetapi saling tumpang-tindih. Dan karakteristik berfungsinya kognitif
yang bersal dari tahap yang mendahuluinya. Kenyataannya kognitif pada orang
tertentu mungkin sekali terdiri dari tahap-tahap yang bercampur sesuai dengan
seberapa banyak tahap tertinggi telah dikuasai.Pieget melihat proses tersebut
pada dasarnya sebagai sifat-sifat biologis,dan membuat proses itu sedikit
berbeda, mungkin dapat ditentukan tingkat usia kira-kira, didalamnya terdapat
beberapa tahap yanag bergabung yang menjadi satu. Disamping itu tidak semua
orang sampai ketahap operasi formal walaupun dari segi umur sudah
melampaui,,dan banyak orang yang befikir operasi formalnya sering kali rusak
umpamanya dibawah tekanan atatu ketegangan emosioanal.Jadi ilmu jiwa
perkembangan pieget memungkinkan adanya variasi perbedaan interpersonalfungsi
kognitif sesuai dengan pola khusus interaksi antara individu-individu yang
berbeda dan lingkungan mereka. Disamping itu, meskipun tampaknya lebih banyak
orientasi biologis pada formulasi piaget, namun dia tidak melupakan peranan
pendidikan. Dengan pengertian bahwa tingakt perbedaan perkembangan
kognitif dan tingkat perbedaan kemampuan untuk mempertahankan berfungsinya
kognitif pada tingkat tinggi umpamanya dibawah kondisi-kondisi yang
menekan,akan menampakan hasil yang diproleh dari pola pengalaman yang berbeda.
Menurut
penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat
dibagi menjadi tiga taraf.
1.
Fase pra-operasional, sampai usia 5-6
tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf
ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif
pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar
matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila
bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep
tertentu kepada anak sangat terbatas.
2.
Fase operasi
kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya
dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan
dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun
pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami
sebelumnya.
3.
Fase operasi formal, pada taraf ini anak
itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi
dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.
Lev Vygotsky menekankan peranan
bahasa
Lev
Vygotsky (1896-1934) adalah seorang filosof Rusia yang idenya mempunyai peran
penting dalam memahami budaya, interaksi sosial dan peranan bahasa dalam
perkembangan kognitif. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar
ketika memasuki akhir abad ke-20. Ia dipengaruhi oleh Pavlov dan beranggapan
bahwa perkembangan secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan sosial.
Istilah yang sering digunakan adalah : dampak sosial, scaffolding, and zone of
proximal development.Piaget mendiskusikan bahasa sebagai elemen pokok dalam
berfikir operasi formal,dan menunjukan munculnya bahasa sebagai step penting
dalam perkembangan kognitif. Sedangkan interelasi pemikiran dan bahasa secara
lebih eksplisit dinyatakan oleh Vygotsky pada tahun 1962. Vygotsky mengikuti
konsep yang telah dikembangkan lebih jauh oleh Luria pada tahun 1961, dan dia
mengemukakan bahwa perkembangan intelegensi dan bahas akesuanya mempunyai
kaitan mata rantai yang sangat erat sekali. Pengaruh percakapan terhadap
intelegensi dalam sekali,dan percakapan memungkinkan perkembangan intensif
proses kognitif yang dapat dilihat pada manusia. Meskipun menurut Vygotsky
bahasa dan pikiran memiliki akar yang terpisah dan akarnya independen.Dalam
bentuknya yang paling awal, bahasa adalah umum seperti
menangis,seruan,mendengkur,dan yang sejenisnya.dan untuk melayani emosi dan
fungsi sosial yang belum sempurna.Dalam hal ini terdapat “membahasakan
pemikiran” disamping juga “memikirkan bahasa” seperti yang tampak dalam
,katakanlah penggnaan yang belum sempurna alat-alat sederhana oleh binatang
untuk memecahkan problem.(keranya kohler sebagai contoh)
Ketika
bahasa sudah diinternalisasi, ketika bahasa lebih banyak berfungsi sebagai alat
proses internal dari pada pelayanan emosional seperti teriakan kemarahan, atau
tanda sosial seperti nyanyian seorang bayi yang memberitahukan kesenangan, maka
pada waktu itu berfikir sebenarnya telah terjadi.proses itu sangat unik pada
manusia, dan memungkinkan basis baru untuk berhubungan dengan dunia luar yang tidak
mungkin tanpa menggunakan beberapa sistem signal abstrak kompleks.
Vygotsky menunjukkan bahwa bahasa saja tidak secara ketat untuk
berfikir dengan sebenarnya, tetapi diperlukan beberapa sistem signal yang
simbolis yang sama konpleksnya dan fleksibelitasnya. Bahasa ada yang paling
bagus dalam sistem ini.
Tahap
pertama pertumbuhan kognitif dideskripsikan oleh Vygotsky adalah berfikir
penyatuan (syncreticthinking). Jenis berfikir ini adalah pra bahasa, pra
logika, konkrit dan labil. Kebenaran hubungan diantara beberapa peristiwa tidak
diperhatikan dan peristiwa-peritiwa yang terjadi serempak secara khusus dan
temporamen dipikirkan secara bersama-sama. Berfikirnya manusia dan infra
manusia dalam tahap ini memiliki banyak kesamaan. Tingkat kedua perkembangan
kognitif meliputi apa yang disebut Vygotsky berfikir lewat
(complexivethinking). Berfikir jenis ini memerlukan penggunaan bahasa sebagai
representasi yang menyediakan nama-nama untuk peristiwa-peristiwa konkrit yang
terjadi di lingkungan luar dengan dirasakan adanya hubungan diantara beberapa
pengalaman, berarti individu mulai memasukan basis “benar”. Dan individu tidak
terlalu lama dibatasi untuk menyatukan peristiwa-peristiwa yang tterjadi
berdekatan antara stu dengan yang lainnya, baik dalam waktu atau lingkungan
fisiknya.Bagaimanapun juga hubungan diantara beberapa peristiwa masih didominir
oleh sifat-sifat konkrit atau oleh hubungan, yang secara bahasa memungkinkan
untuk tidak diartikan dengan logika yang ketat dan terlibatnya kesalahan prinsip
yang esensial. Umpamanya, orang yang berfikir kolplek akan mengatakan bahwa
payung dan permen karet adalah serupa. Sebab jika hari hujan, orang dapat
memilih pergi keluar dengan payung atau tinggal di rumah dengan permen karet.
Ketika
bahasa dan pikiran digabungkan menjadi satu,maka jenis baru pemikiran muncul,
yaitu pikiran verbal (verbal though). Pada waktu ini proses kognitif
terbentuk,yaitu sejak orang-orang dapat berfikir verbal,dan cara baru
berinteraksi dengan dunia luar terwujud. Orang yang berfikir verbal dapat
bespekulasi akan menjadi apa dunia jika kondisi-kondisi muncul dalam
kenyataan,meskipun kondisi-kondisi itu belum pernah dikenal ssebelumnya,
sehingga mereka dapat menemukan dan mengembangkan hal-hal baru. Merela juga dapat
belajar benda-benda yang tidak pernah dialami sendiri dengan belajar
verbalisasi yang dibuat oelh orang lain. Sedangkan anak-anak awal yang sangat
muda, mereka hanya mampu memikirkan benda konkrit yang ada dilingkungan mereka
sekarang.
Alat
yang memungkinkan orang dewasa dan agen-agen pendidikan dalam masyarakat secara
berurutan mentransmisi pengetahuan secara abstrak adalah bahasa. Orang-orang
yang mengajar anak mengatakan apa mengikutinapa, dan cara bertingkah laku kaya
apakah yang paling selamat dalam peristiwa seperti itu, dan sebagainya.
Desebabkan keabstrakannya, bahasa dapat menghubungkan peristiwa-peristiwa yang
terpisah jauh dalam segi waktu maupun dalam ruang lingkup fisiknya,dan
memungkinkannya berfikir generalisasi tentang kelas-kelas peristiwa. Umpanya
dal memberi nama satu botol sepucuk senjata, berarti membentuk arti terhadap
obyek dan menyetel seluruh kelas informasitentang itu. Melalui bahasa,
agen-agen pendidikan memperbaiki lingkungan anak-anak,menyediakan pengetahuan
yang lebih jauh dari mereka kemungkinan mereka dapat memperolehnya berdasarkan
kehidupan pengalaman aktual, dan meyediakan pola atau model yang siap pakai,
dalam peristilahan yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami dunia
luar.
Studi
para sarjana dan pengalaman umum menujukan bahwa, meskipun kerangka
interpretasi itu berada antara satu orang dengan yang lainnya dalam masyarakat
tertentu, kerangka itu secara memadai diseragamkan dalam masyarakat untuk
memungkinkannya mendeskripsikan stereotype nasional atau kepribadian nasional
(MeDavid dan Harari,1968) melalui proses sosialisasi, orang-orang diajari
secara relatif seperangkat kepercayaan yang berstandar tentang sifat-sifat
dunia. Dalam pembahasan ini titik berat perhatian ditunjukan pada fenomena
pendidikan dalam rangka membentuk weltanschauung anak-anak. Fenomena ini
menekankan kapasitas massyarakat dan agen-agen pendidikannya(keluarga,kelompok
persahabatan,sekolah,dsb) untuk memodifikasi pemikiran orang-orang tentang
bagaimana dunia distruktur dan siapa dan apa mereka sendiri sebenarnya, tingkah
laku apa yang tidak cocok dan apa yang tidak tepat dan sebagainya,tanpa aturan
dan tanpa dites, dengan tes empiris tentang pengalaman sesungguhnya.
Perkembangan kognitif pada tingkat manusia memiliki pretasi yang besar untuk
kecocokan dan stereotype.
Jerome S.Bruner dan pembentukan
realitas seseorang
Bruner
yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi
kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada
pentingnya pengembangan berfikir.Konsep kunci perkembangan kognitif Bruner
(1957,1964) adalah “coding” dan “representasi”. Proses representasi melalui
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam dunia luar digambarkan dalam diri
pengamat, proses melalui peristiwa-peristiwa kehidupan nyata decerminkan atau
digambarka “ dalam kulit” sebagaimana adanya. Jika fluktuasi sementara dan
sedikit ketidakkonsistenan peeristiwa terlalu komplek dan tidak stabil untuk
direkam dan direspon secara terpisah sebagai peristiwa yang berbeda-beda,maka
kognitif harus melibatkan proses seleksi keberaturan pengalaman yang
berualng-ulang dan pengelompokan potongan informasi yang merupakan untuk seluruh
maksud praktis, peristiwa yang sama atau kelas peristiwa yang sama, yang
berbeda hanya detail-detail insidental,waktu dan tempat.Apa yang terjadi
menurut Brunner adalah bahwa kelas-kelas kejadian yang sama ssecara fungsional
diidentifikasi dan peristiwa-peristiwa baru diberi arti, serta diklarifikasikan
sebagai anggota kelompok suatu kelas peristiwa. Suatu kelas dinyatakan sebagai
“kategori” dan proses mengidentifikasi kategori kedalam instansi yang cocok
disebut “coding”. Kemudian, Representasi adalah bahan coding stimuli lingkungan
kedalam beberapa kategori. Jika coding seperti diatas tidak sesuai dan seperti
yang diistilahakan oleh Brunner ,:non veridikal”,maka akibatnya representasi
apa yang sedang terjadi akan berubah, dan representasi beberapa pperistiwa akan
berada dari realitasnya.
Kenyataannya,
memang pertanyaan apa itu realitas merupakan suatu hal yang sukar, karena
setiap orang dapat dikatakan membangun realitasnya sendiri melalui proses
coding. Kunci Kode Ilmu Jiwa Brunner : individu-individu mengkonstruksi dunia
dimana mereka tinggal, karna itu “arti”merupakan hasil dari coding, dan coding
berdasarkan sistem kategori,sedangkan sistem kategori sebagai hasil belajar
yang dimiliki setiap individu.Padahal kategori juga mungkin saja menjadi
sasaran fluktuasi jangka pendek, umpamanya melalui pengalaman sekarang bersama
dengan kategori istimewa yang tidak biasa diperoleh. Contoh,orang yang sedang
makan siap untuk mengkode sesuatu yang terletak diatas meja sebagai makanan dan
barangkali berusaha memakan seiris buah-buahan yang terbuat dari lilin.
Fenomena itu berhubungan dengan apa yang disebut “separangkat” teoritis
lainnya. Serupa dengan itu kekacauan emosianal yang tidak
biyasanya,akan mengakibatkan masuknya sesuatu pada kategori tertentu,
sehingga orang yangs sedang marah mungkin akan salah coding terhadpa tepukan
fisik dari seseorang yang datang dari belakang.Kekeliruan coding akan
menggiring tingkah laku yang konsisten dengan realitas yang dibuat oelh orang
yang menerima tepukan. Seseorang barang kali berbalik dan langsung menghantam
orang yang menepuknya,tetapi ini sangat tidak sesuai dengan realitas orang yang
menepuknya. Orang yang menepuknya membayangkan sebagai salaman
persahabatan.Proses koordinasi informasi ekternal, gambaran internal tentang
informasi dan akhirnya bertingkah laku, semua ini disebut “integrasi” oleh
Bruner.
Menurut
Ilmu Jiwa Perkembangan Bruner terdapat 3 mode untuk menginternalisasi
pengalaman yang teraturberulang-ulang. Melalui satu dari salah satu tiga mode
inilah pengalaman dikode dan digambarkan. Mode-mode ini membentuk urutan
sementara sepanjang jalur perkembangan kognitif. Pertama,ia mengkarakteristikan
anak-anak awal mengcoding melalui gerakan motorik aktual,Bruner(1964, hal
2)menamakannya”enactive representation”.Dalam tahap enactive
representation dunia luar derekam menurut gerakan motorik yang sesuai.
Umpamanya, anak-anak awal ketika ditang apa itu sisir, barangkali akan merespon
dengan membuat gerakan tangan dan lengannya yang sesuai dengan gerakan yang
diperlukan untuk menyisir rambut. Mereka menyimpan informasi tentang sisir
dengan gerakan motorik yang diartikan sama dengan sisir.Tempat penyimpanannya
berada dalam otot. Coding seperti itu memerlukan pengalaman aktual dalam
memanipulasi motorik stimuli dan secara ekstrim tidak fleksibel dan sukar untuk
berkomunikasi.
Kedua,apa
yang disebut Bruner (1964) “the growth of mind” and “a series of teknological
advance in the use of mind”yang melibatkan penggambaran melalui bayangan internal.
Bruner mengistilahkan dengan “iconic representation”. Bayangan-bayangan
internal yang melahirkan hubungkan pasti dengan apa yang sedang
digambarkan, serupa dengan fotograf melahirkan hubungan satu demi satu dengan
apa yang difoto. Jadi iconic encoding sudah mencerminkan kemajuan yang sangat
besar enative encoding dalam segi menghilangkan ketergantungan yang ketat
terhadap tindakan-tindakan fisik, konkrit dan aktual. Da juga ia sudah memiliki
tingkatan tertentu keabstrakan. Walaupun demikian ia masih tergantung pada
kontrak aktual dengan apa yang digambarkan,dan dicocokan dengan obyek tertentu,
seperti fotograf berhubungan dengan benda yang menjadi obyek fotograf.
Ketiga,tingkat
representasi yang melengkapi dua tingkat representasi yang lebih rendah seperti
yang telah disebutkan diatas, yaitu kemampuan bahasa dan konsekuensi munculnya
kemampuan untuk mengkode pengalaman secara simbolis. Bahasa menjadi alat
pengalaman konkrit yang memiliki kunci sifat umum, dan inter-relasi pengalaman
baru yang berurutan dengan pengalaman terdahulu yang logis. Pada tahap ini
perkembangan kognitif individu dilepaskan dari tirani lingkungan sensor
langsung (Bruner dan Olver,1963). Pengalaman dapat didiskusikan dalam istilah
abstrak dan umum, gagasan-gagasan dengan mudah dapat ditransmisikan melalui
transmisi verbal dan sebagainya.
Jelasnya,
konsep sentral dalam formulasi ini adalah peranan yang diberikan oleh bahasa.
Unsur-unsur kunci yang Bruner lihat dalam bahasa adalah “albitrary” dan
“remote” Bruner menyatakan suatu fakta bahwa, nama-nama verbal terlepas dari
obyek dan hubungan yang dinyatakannya. Ini berarti bahwa konsep secara
seerentak dapat memiliki stabilitas tanpa menghiraukan fluktuasi sementara yang
terjadi dalam lingkungan konkrit. Dan juga dapat memiliki stabilitas yang
sangat besar karena modifikasi konsep yang dikode dalam bahasa hanya
semata-mata bahan manipulasi abstrak yang dimuat ke dalam kata, dan tidak
memerlukan tranformasi aktual realitas nyata. Salah satu akibat dari keadaan ini
adanya kemungkinan untuk membuat spekulasi dan hipotesis.
Harus
dicatat bahwa prestasi menyandikan simbol berarti bahwa presentasi terdahulu
tidak muncul. Sebaliknya, individu yang kognitifnya lebih matang mampu
terus-menerus menyandikan menurut prinsip-prinsip terdahulu. Hal itu tampaknya
mungkin dilakukan oleh meraka dibawah kondisi tertentu, umpamanya ketika mereka
takut atau senang. Lebih jauh lagi, Ilmu Jiwa P erkembangan Bruner, tampaknya
berarti bahwa seseorang dapat menjadi trampil dan menyandikan informasi ilmiah
dengan menggunakan simbol, tetapi lebih cenderung menyandikan orang-orang
diharapkan dapat membedakan cara menyandikan yanag mudah, biasa dan lancar,
serta seseorang dilatih untuk menggambarkan pengalaman secara abstrak dan fleksibel,
sedangkan yang lainnya lebih senang mengembangkan iconic atau bahkan enactive
enconding.
IMPLIKASI TERHADAP
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu
keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut W.P Guruge dalam buku Toward Better Educational Management, implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan adalah :
1. Pendidikan baca tulis fungsional
Pendidikan baca tulis sangatlah penting bagi masyarakat, baik negara maju maupun negara berkembang. Realisasi baca tulis fungsional memuat :
a. Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya tersebut.
2. Pendidikan vokasional
Pendidikan vokasional sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau sebagai program pendidikan formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship training merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun pendidikan vokasional tidak boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3. Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6. Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang perlu diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long life education. Dengan cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.
Menurut W.P Guruge dalam buku Toward Better Educational Management, implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan adalah :
1. Pendidikan baca tulis fungsional
Pendidikan baca tulis sangatlah penting bagi masyarakat, baik negara maju maupun negara berkembang. Realisasi baca tulis fungsional memuat :
a. Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya tersebut.
2. Pendidikan vokasional
Pendidikan vokasional sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau sebagai program pendidikan formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship training merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun pendidikan vokasional tidak boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3. Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6. Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang perlu diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long life education. Dengan cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.
Integrasi vertikal
perkembangan
Review
sekarang terhadap literature kejiwaan menunjukan bahwa pertumbuhan kognitif
adalah proses yang sangat bersambungan satu sama lainnya.setiap tahap
dihubungkan dengan tahap terdahulu , dan unsure yang ada pada tahap sekarang
banyak berasal dari yang sbelumnya.dari segi lain , hal ini juga dihunbungkan
dengan tahap yang akan dating , sedangkan tahap sekarang menyediakan basis
untuk yang akan datang.pertumbuhan individu , kenyataannya diintegrasi
melampaui waktu yang ada , atau disebut integrasi secara vertikal . proses
pertumbuhan yang berhubungan satu denga yang lainnya mulai pada bayi termuda
sampai seterusnya , dan berlangsung sumur hidup . ringksannya , belajar di
pandang secara tepat sebagai tenunan terus – menerus menjangkau seluruh waktu
kehidupan . lebih jauh lagi , hal itu tergantung kepada pengalaman . arti
adalah sesuatu yang , untuk perluasan tertentu , dikontruksi oleh setiap orang
untuk dirinya sendiri . pengertian adalah sifat dunia yang diperoleh dari
pengalaman dengannya , tetapi dimodifiaksi oleh konvensi social , dan
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman tidak langsung ditranmisi melalui
verbalisasi orang lain , dan sebagainya . dnegan kata lain , petumbuhan
kognitif adalah kompleks , proses belajar yang berhubungan di dalamnya
berlangsung seumur hidup dan dimodifikasi oleh jenis lingkungan yang dialami
mulai dari kecil . analisis kejiwaan menawarkan dukungan yang sangat besar
terhadap konsep dasar pendidikan seumur hidup .
Implikasi terhadap
oraganisasi kelas sekolah
Unsur kedua
analisis petumbuhan kognitif adalah implikasinya terhadap cara yang paling
mungkin untuk mengorganisir pendidika seumur hidup . jelasnya , orang – orang
pada usia yang berbeda berinteraksi denga realitas malalui cara yang tidak sama
. anak kecil seumpamanya belajar pada dasarnya melalui pengalaman konkrit ,
berfikir logis secara formal dan abstrak berkembang kemudian konsekuensinya ,
jelas bahwa bahan – bahan belajar dalam kelas , aktifitas pelajar , prosedur
evaluasi dan sebagainya , seluruhnya harus mencerminkan fenomena pertumbuhan
kognitif . fakta itu sudah dekenal dengan baik dan system pendidikan yang sudah
ada sekarang ini .
Bagaimanapun juga ,
analisis sifat pertumbuhan kognitif menunjukan bahwa telepas dari fenomena yang
berehubungan dengan umur orang berbeda menunjukan pola petumbuhan kognitif dan
kerjasama. Beberapa orang lebih senang mentranmisikan informasi kedalam
generalisasi yang luas : sedangkan orang lain mengoperasikannya lebih baik
ketika ditanamkan kedalam konteks yang menopang . beberapa orang memahami
detail dengan mudah , tetapi tidak dapat memperhatikan struktur umum yang
mendasarinya , sedangkan orang lain memiliki kesulitan dengan detail tetapi
dapat memahami garis besarnya dengan mudah . beberapa orang lebih suka
informasi disajikan dalam bentuk abstrak sedangkan yang lainnya belajr lebih
baik dalam situasi konkret orang yang lainnya lebih menyukai kata-kata ,
sedangkan dilain pihak lebih menyukai perbuatan dan sebagainya . kosekuensinya
penting untuk memeberikan perhatian lebih banyak pada sifat-sifat kognitif
pelajar daripada kasus yang ada sekarang ini . khususnya , suatu system yang di
perlukan adlah system yang banyak menggunakan modalitas untuk mentranmisi
informasi . hal itu meliputi belajar melalui pendengaran , melalui melakukan ,
melalui memperhatikan , melalui kehidupan nyata , melalui mengajar orang lain ,
dan sebagainya .
Vygotsky percaya
bahwa kognitif tertinggi yang berkembang saat anak berada di sekolah yaitu saat
terjadinya interaksi antara anak dan guru. Pengetahuan yang diberikan secara
terpaksa akan memberikan dampak yang berharga bagi anak.Menurut Vygotsky,
bantuan eksternal yang diberikan guru dapat dihilangkan apabila anak tampak
telah berkembang secara konsisten.Bntuan dapat diberikan saat anak beraktivitas
atau mengerjakan tugas,seperti:
1. Memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas.
2. Mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan menyelesaikannya.
3. Mmberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu agar anak fokus dalam mencapai tujuannya.
4. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak –anak dengan standar atau penyelesaian yang diinginkan guru.
5. Memberi contoh dengan jelas serta menetapkan harapan dari aktivitas yang ditampilkan
1. Memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas.
2. Mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan menyelesaikannya.
3. Mmberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu agar anak fokus dalam mencapai tujuannya.
4. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak –anak dengan standar atau penyelesaian yang diinginkan guru.
5. Memberi contoh dengan jelas serta menetapkan harapan dari aktivitas yang ditampilkan
BAB IX
KETERPADUAN PERKEMBANGAN MOTIVASI
DAN SIKAP
SOSIAL
Tulisan ini mencoba mengkritisi maupun menganalisis konsep-konsep tentang
psikologi perkembangan individu yang dikemukakan oleh para ahli yang nantinya
diimplikasikan dalam konteks kehidupan individu.
Kerangka yang dikembangkan dalam tulisan ini adalah melakukan telaah
buku-buku yang berkaitan dengan psikologi perkembangan individu kemudian
diimplikasi dalam konteks kehidupan individu.
Permasalahan manusia adalah permasalahan yang sangat aktual untuk dibahas,
begitu juga permasalahan psikologi manusia, mulai dari perkembangan manusia,
pertumbuhan manusia serta hal-hal lain yang bersifat psikologis sejak dulu tak
henti-hentinya para pemikir dan ahli psikologi mencoba untuk membahas
hal-hal tersebut, kondisi itu pula yang mendorong manusia untuk
merumuskan konsep-konsep psikologi yang berkembang menjadi ilmu
psikologi.
A.
Konsep-Konsep Perkembangan
Sosioaffektif
Ø
Menurut Buhler bahwa
karakteristik usia tua dipandang lebih banyak positifnya, kalau menurut saya
itu belum tentu tergantung dari karakter masing-masing terhadap kuat tidaknya
perkembangan sosioaffektif mempengaruhi pribadi tersebut. Sebagai bukti kita
jumpai penyimpangan social yang dilakukan oleh orang yang berusia tua.
Ø
Dalam tahap perkembangan menurut
Havinghurst usia 6-12 tahun itu sudah tidak kanak-kanak lagi karena banyak kita
jumpai dalam usia tersebut sudah ada yang pacaran bahkan sampai sudah hamil dan
sebagainya.
Ø
Menurut Houle dan Houle masa
dewasa berisi enam tahap yaitu dengan hormat, permulaan masa dewasa, masa
dewasamuda, setengah baya muda, setengah baya tua, usia tua dan pikun. Kalau
menurut saya tidak usah meakai tahap cukup tua dan muda.
Ø
Dalam sub bab ini konsep-konsep
perkembangan sosioaffektif dipengaruhi motivasi dan affektif memodifikasi dan
juga dimodifikasi bukan yang lainnya saja tapi juga pribadi orang itu sendiri
tergantung mau atau tidak, karena kalau orang itu tidak mau menerima pendapat
dari orang lain bagaimana bisa orang itu menjadi berkembang.
B.
Perkembangan Sepanjang
Tahap-Tahap Kehidupan
Ø
Peranan sosial menurut saya masa
pertengahan asdolescen peranan orang tua sosio affektif sangat besar dampaknya:
kita jumpai masyarakat primitif, daerah kumuh siswa SD sudah mencari nafkah.
Ø
Menurut Kuhlen pengabadian diri
umpamanya reproduksi seks dan cara lainnya agar dirinya tidak mati, kalau
menurut saya hal itu tidak benar karena manusia mati itu sudah di rencanakan
Allah.
Ø
Orang-orang yang berumur 50 tahun
atau lebih harus bertahan sebagai penganggur, menurut saya hal ini harus
dipertimbangkan lagi karena diindonesia ini banyak sekali orang yang berumur 50
tahun harus bekerja seharian agar mendapat upah untuk keperluan hidupnya
sendiri.
C.
Faktor-Faktor Perkembangan
Sosioaffektif
Ø
Seorang anak belum tentu
menyerupai orang tuanya, dikalangan ini banyak kita jumpai seorang anak yang
sukses tapi orang tuanya seorang nelayan, ayahnya loper koran anaknya menjadi
wartawan, sedangkan orang tuanya sukses tapi anaknya menjadi rusak karena
orangtuanya terpisah.
Ø
Peranan keluarga dalam
memfungsikan sosioaffektif, sikap terhadap sekolah, belajar dan masyarakat.
untuk itu, terdapat serangkaian studi tentang prestasi sekolah yang
berbeda-beda.
Ø
Pekerjaan adalah aspek utama
kehidupan ekonomi yang berinteraksi dengan sekolah saja tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing.
Ø
Pekerjaan pendidikan cenderung
menghambat belajar seumur hidup, kalau menurut saya itu kurang setuju karena
banyak sekali orang yang membutuhkan pekerjaan mereka sadar bahwa tanpa bekerja
mereka tidak bisa meneruskan sekolahnya.
Ø
Dari permulaan, anak-anak dilatih
cara bermasyarakat saja tetapi juga dilatih cara menjadi anak yang berbakti
kepada orangtuanya dan menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.
D.
Persekolahan dan Perkembangan
Sosio Affektif
Ø
Keluarga tidak sama pentingnya
sebagai faktor yang berhubungan dengan sekolah dalam menentukan hasil sekolah
karena dalam sistim keluarga perkembangan sosioaffektifnya melatih kepribadian
seorang anak menjadi baik sedangkan sekolah yaitu mengatasi atau mencari jalan
keluar untuk mengatasi masalah.
Ø
Belajar terus menerus akan
terhambat menerima stereotype yang menyatakan belajar formal terbatas hanya
pada tahun-tahun sekolah.
Psikologi
perkembangan sebagai salah satu kajian psikologi menjadi salah satu bahan
kajian yang banyak dibahas oleh para ahli pendidikan, karena perkembangan
manusia ditinjau dari sudut pandang psikologi dijadikan dasar serta cara untuk
menciptakan keberhasilan serta keunggulan dalam proses pendidikan.
Secara teoritis
psikologi perkembangan ditelaah oleh banyak ahli psikologi, sehingga
melahirkan berbagai kerangka rumusan tentang psikologi perkembangan, para ahli
seperti Sigmund Fred, Peaget, Ernold Gesell, Robert Havighurst,Kohlberg dan
lain-lain juga mencoba membangun pijakan tentang perkembangan psikologi anak
yang nantinya berimplikasi pada masalah-masalah pendidikan.
Kemungkinan untuk
melihat daerah motivasi yang kurang optimal dan daerah-daerah motivasi diatas
optimal. Dalam situasi dimana tingkat adan ya motivasi dan atau afeksi dibawah
optimal, peningkatan motivasi akan memajukan belajar, sebaliknya dimana tingkat
adanya motivasi dan atau afeksi diatas optimal, peningkatan motivasi menghambat
belajar. Bagaimanapun juga, interaksi sebenarnya lebih kompleks dari yang
dikemukakan diatas. Tingkat afeksi memodifikasi proses penyesuaian dan
penbgamatan, serta perubahan persepsi dalam factor-faktor motivasi. Dengan
demikian untuk mengkonsepsikan seorang individu sebagai jaringan timbale balik
yang terorganisasi fungsi-fungsi kejiwaan yang beroperasi satu sama lainnya
dalam suatu cara yang sangat komplek.
Apa saja dimensi pembelajaran afektif? Jawaban atas pertanyaan ini penting
karena beberapa alasan. Pertama, mengetahui apa jenis pembelajaran terdiri dari
domain afektif membantu kita untuk memahami apa yang domain afektif ini dan apa
yang bukan. Kedua, ia menyediakan menu yang membantu pendidik untuk memutuskan
apa yang penting untuk mengajar. Dan ketiga, berbagai jenis belajar afektif
mungkin memerlukan berbagai metode instruksi untuk mendorong pembangunan, dan
ini adalah fokus utama dari teori pembelajaran.
Yang paling banyak dikenal dan paling sering digunakan taksonomi dari domain afektif yang dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia pada tahun 1964. Disebut taksonomi "afektif," itu didasarkan pada prinsip internalisasi, proses dimana suatu sikap atau nilai semakin menjadi bagian dari individu. Internalisasi adalah konsep fundamental dalam memahami taksonomi karena, dari perspektif teoritis, semakin nilai atau sikap diinternalisasikan, semakin besar kemungkinan bahwa nilai atau sikap yang mempengaruhi perilaku. taksonomi ini terdiri dari lima kategori utama (masing-masing dengan sub kategori) yang mencerminkan konsep internalisasi. Dari paling tidak untuk sebagian besar diinternalisasi, mereka adalah: Menerima, Merespon, Menilai, Organisasi, dan Karakterisasi oleh nilai atau kompleks nilai (lihat Martin & Briggs, 1986, untuk penjelasan lengkap tentang kategori dan subkategori). taksonomi ini dikembangkan, sebagian, untuk membantu guru menulis tujuan afektif untuk masing-masing dari lima kategori utama serta subkategori, dan untuk membantu mereka merancang langkah-langkah afektif. Tujuan-tujuan ini bisa ditulis untuk mencerminkan berbagai tingkat internalisasi, dan mereka bisa dibedakan dari objektif kognitif karena mereka menekankan nada perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan atau penolakan terhadap fenomena tertentu.
Yang paling banyak dikenal dan paling sering digunakan taksonomi dari domain afektif yang dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia pada tahun 1964. Disebut taksonomi "afektif," itu didasarkan pada prinsip internalisasi, proses dimana suatu sikap atau nilai semakin menjadi bagian dari individu. Internalisasi adalah konsep fundamental dalam memahami taksonomi karena, dari perspektif teoritis, semakin nilai atau sikap diinternalisasikan, semakin besar kemungkinan bahwa nilai atau sikap yang mempengaruhi perilaku. taksonomi ini terdiri dari lima kategori utama (masing-masing dengan sub kategori) yang mencerminkan konsep internalisasi. Dari paling tidak untuk sebagian besar diinternalisasi, mereka adalah: Menerima, Merespon, Menilai, Organisasi, dan Karakterisasi oleh nilai atau kompleks nilai (lihat Martin & Briggs, 1986, untuk penjelasan lengkap tentang kategori dan subkategori). taksonomi ini dikembangkan, sebagian, untuk membantu guru menulis tujuan afektif untuk masing-masing dari lima kategori utama serta subkategori, dan untuk membantu mereka merancang langkah-langkah afektif. Tujuan-tujuan ini bisa ditulis untuk mencerminkan berbagai tingkat internalisasi, dan mereka bisa dibedakan dari objektif kognitif karena mereka menekankan nada perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan atau penolakan terhadap fenomena tertentu.
Sejalan dengan
pendapat tersebut Muhibbin (2001: 11) mengemukakan sebagian ahli menganggap
perkembangan sebagai proses yang ” berbeda dari pertumbuhan. Menurut mereka,
berkembang itu tidak sama dengan tumbuh, begitu pun sebaliknya. Perkembangan
ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ
jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain,
penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis
yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut terus hingga
manusia mengakhiri hayatnya.
Sementara itu,
pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik. Artinya,
orang tak akan bertambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhan tubuhnya
telah mencapai tingkat kematangan. Namun demikian, masih ada beberapa hal yang
patut dipertanyakan sehubungan dengan pemisahan takrif/ definisi secara hitam
putih antara dua istilah di atas. Bagaimana halnya dengan pertumbuhan kuku dan
rambut yang secara periodic.
Robert J.
Havighurst, seorang pakar perkembangan dan pendidikan dari Amerika, mengatakan
bahwa perjalanan kehidupan memang merupakan rangkaian usaha manusia untuk
melalui satu tahap perkembangan menuju tahap perkembangan selanjutnya dengan
baik.
Teori Perkembangan Robert Havighurst seorang psikologi Amerika terkenal
dengan teori perkembangan sosio budaya dan antropologi., pendapatnya
perkembangan kanak-kanak amat dipengaruhi oleh lingkungannya. Institusi
keluarga amat mempengaruhi pribadi anak-anak. Havighurst membagi
perkembangan menjadi tiga fase yaitu :
- Fase Bayi
dan Awal anak-anak ( 0-6 tahun), anak-anak mula bercakap, mula berintraksi
dengan orang lain, belajar bertolak ansur dan bertimbang rasa, sedia mendengar
pandangan orang lain dan boleh membedakan betul dan salah;
- Fase
Pertengahan anak-anak ( 6-12 tahun ) menguasai beberapa kemahiran dalam permainan,
kemahiran 3M, mula berkawan dengan orang lain dan mampu memahami konsep
hidup serta moral;
- Fase Awal
Remaja dan Remaja ( 12-18 tahun ), bentuk badan mulai berubah, minat bergaul
dengan lawan jenis, ingin kebebasan dan konsep baik dan buruk semankin mantap.
Charlotte Buhler (1930) membagi fase perkembangan sebagai
berikut :
a.
Fase Pertama (0-1
Tahun), fase ini merupakan masa menghayati berbagai objek di luar diri sendiri
serta melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang
berhubungan dengan gerak anggota badan.
b.
Fase Kedua (2-4
Tahun), fase ini merupakan masa pengenalan dunia objektif di luar diri sendiri,
disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif.
c.
Fase Ketiga (5-8
Tahun), pada fase ini anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai
memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman
sepermainan, dan Sekolah Dasar), yang penting dari fase ini adalah
berlangsungnya sosialisasi.
d.
Fase Keempat (9-11
Tahun), pada fase ini anak mencapai objektivitas tertinggi, mereka suka
menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar.
e.
Fase Kelima (14-19
Tahun), fase ini merupakan masa tercapainya synthese diantara sikap ke dalam
batin sendiri dan ke luar, pada dunia objektif. Pada fase ini anak mulai
belajar melepas diri dari perosalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan
minatnya kepada lapangan hidup konkret, yang dulu dikenalnya sebagai subjektif
belaka. Setelah masa
ini individu mulai masuk masa kedewasaan.
Tugas Perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada
periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika tugas tersebut berhasil
dituntaskan maka akan membawa kepada kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas berikutnya, jika tugas tersebut gagal dituntaskan maka akan
membawa individu kepada ketidakbahagiaan, penolakan dari masyarakat dan
kesulitan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.
Munculnya tugas perkembangan, bersumber kepada faktor
kematangan fisik, tuntutan masyarakat secara kultural, tuntutan dari dorongan
dan cita-cita individu sendiri, tuntutan norma agama.
Pada dasarnya semua ahli sama dalam menentukan fase-fase dan
tugas-tugas perkembangan, hanya redaksinya yang berbeda-beda. Dari semua
pendapat dapat disimpulkan bahwa fase perkembangan meliputi prenatal, masa
bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa tua dengan tugas
perkembangan tertentu pada setiap fasenya.
Jadi dari urain diatas, dapat disimpulkan bahwa Sebagian perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri seseorang merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan
sebagian lagi dari perubahan-perubahan itu tidak ada kaitannya sama sekali.
Seifert dan Haffnung membendakan tiga tipe
(domain) perkembangan yaitu :
·
Perkembangan fisik
mencakup pertumbuhan biologis. Misalnya, pertumbuhan otak, otot, tulang serta
penuaan dengan berkurangnya ketajaman pandangan mata dan berkurangnya kekuatan
otot-otot.
·
Perkembangan kognitif
mencakup perubahan-perubahan dalam berpikir, kemampuan berbahasa yang terjadi
melalui proses belajar.
·
Perkembangan
psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan emosi dan identitas pribadi
individu, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan keluarga, teman-teman
dan guru-gurunya. Ketiga domain tersebut pada kenyataannya saling berhubungan
dan saling berpengaruh.
Sejak tahun 1980-an
semakin diakui pengaruh keturunan terhadap perbedaan individu. Menurut Santrok
(1992) semua aspek dalam perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik.
Aspek-aspek yang paling banyak diteliti sehubungan dengan pengaruh genetik ini
ialah kecerdasan dan temperamen.
Arthur Jensen (1969)
melontarkan pendapatnya bahwa kecerdasan itu diwariskan, dengan pengaruh yang
sangat minimal dari lingkungan dan budaya. Menurut Jensen pengaruh keturunan
terhadap kecerdasan sebesar 80 persen, sedangkan menurut ahli lain sebesar 50
persen.
Temperamen adalah gaya
perilaku atau karakteristik dalam merespons lingkungan. Ada bayi yang sangat
aktif dengan menggerak-gerakan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, ada pula
yang lebih tentang. Ada bayi yang merespons orang lain dengan hangat, ada pula
yang pasif dan acuh tidak acuh.
Menurut Thomas &
Chess (1991) ada tiga dasar temperamen yaitu yang mudah, yang sulit dan yang
lambat untuk dibangkitkan. Beberapa ahli perkembangan berpendapat bahwa
temperamen adalah karakteristik bayi yang baru lahir yang akan dibentuk dan
dimodifikasi oleh pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalam
lingkungannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara
keturunan dan lingkungan dalam terjadinya perkembangan.
Menurut Santrok dan
Yussen (1992) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai
sejak saat pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan. Pola
gerakan ini kompleks dan merupakan produk dari beberapa proses yaitu: biologis,
kognitif dan sosial.
Pembagian waktu dalam
perkembangan disebut fase-fase perkembangan. Santrok dan Yussen membaginya atas
lima fase yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan); fase bayi (sejak lahir
sampai umur 18 atau 24 bulan), fase kanak-kanak awal sampai umur 5 – 6 tahun,
kadang-kadang disebut fase pra sekolah; fase kanak-kanak tengah dan akhir,
sampai umur 11 tahun, sama dengan usia sekolah dasar terakhir fase remaja yang
merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, antara umur 10/13
sampai 18/22 tahun.
Erik H. Erikson yang
melahirkan teori perkembangan afektif mengemukakan bahwa perkembangan manusia
adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif
menurut Erikon terdiri dari delapan fase:
1. Trust
vs, Mistrust/kepercayaan dasar (0;0 – 1;0)
2. Autonomy
vs. Shame and Doubt/otonomi (1;0 – 3;0)
3. Initiative
vs. Guilt/inisiatif (3;0 – 5;0)
4. Industry
vs. Inferiority/produktivitas (5;0 – 11;0)
5. Identity
vs. Role Confusion/identitas(12;0 – 18;0)
6. Intimacy
vs. Isolation/keakraban (19;0 – 25;0)
7. Generativiy
vs. Self Absorption/generasi berikut (2;5 – 45;0)
8. Integrity
vs. Despair/integritas (45;0 …)
Jean Piaget membagi
perkembangan kognitif atas empat fase:
1. Sensor
motorik (0;0 – 2;0)
2. Pra
operasional (2;0 – 7;0)
3. Operasional
konkret (7;0 – 11;0)
4. Operasional
formal (11;0 – 15;0)
Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa pada
usia-usia tertentu seseorang harus mampu melakukan tugas-tugas perkembangan. Kemampuan merupakan
keberhasilan yang memberikan kebahagiaan serta memberi jalan bagi tugas-tugas
berikutnya, dan terdiri dari tugas perkembangan;
1. Masa
kanak-kanak (usia bayi dan usia TK)
2. Masa
anak (usia SD)
3. Masa
remaja
4. Masa
dewasa awal
5. Masa
setengah baya
6. Masa
tua
Menurut Havighurst setiap tahap perkembangan
individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik,
psikis, emosional, moral dan sosial.
Dalam perkembangan manusia terdapat
hukum-hukum yang diperoleh melalui penelitian, kajian teori dan praktek. Carol
Gestwicki (1995) mengemukakan bahwa:
1. Dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan.
2. Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan
berikutnya.
3. Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
4. Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan
kesatuan yang saling mempengaruhi.
5. Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan
kesatuan yang saling mempengaruhi.
6. Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing.
7. Perkembangan berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari
yang umum kepada yang khusus.
Menurut Sutterly Donnely (1973) terhadap 10
prinsip dasar pertumbuhan.
1. Pertumbuhan adalah kompleks, semua aspek-aspeknya berhubungan sangat
erat.
2. Pertumbuhan mencakup hal-hal kuantitatif dan kualitatif.
3. Pertumbuhan adalah proses yang berkesinambungan dan terjadi secara
teratur.
4. Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat keteraturan arah.
5. Tempo pertumbuhan tiap anak tidak sama.
6. Aspek-aspek berbeda dari pertumbuhan, berkembang pada waktu dan
kecepatan berbeda.
7. Kecepatan dan pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik.
8. Pada
pertumbuhan dan perkembangan terdapat masa-masa krisis.
9. Pada
suatu organisme akan kecenderungan untuk mencapai potensi perkembangan yang
maksimum.
10. Setiap individu tumbuh dengan caranya sendiri yang unik.
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai
fungsi pengalaman. Di dalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik
dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.
Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem
pengendalian perilaku Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi
pengalaman. Didalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan
kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.
Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem
pengendalian perilaku.Stimulus control.Perilaku yang muncul di bawah
pengendalian stimulus eksternal, seperti bersin, bernafas dan mengedipkan
mata.Outcome control. Perilaku yang dilakukan untuk mencapai hasilnya,
berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic control. Perilaku yang
diarahkan oleh kata-kata yang dirumuskan, atau diarahkan oleh antisipasi yang
diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.
Beberapa ide umum tentang pengalaman belajar:
1. Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting
terhadap pembelajaran.
2. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak
peserta didik untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.
3. Strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun pengaruh penting
terhadap beberapa aspek, seperti; usia, kematangan, kepercayaan dan penghargaan
terhadap orang lain.
4. Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti
menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
5. Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua
dan guru) sedang peserta didik berusaha menirunya.
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan
kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dalam situasi-situasi antara pribadi.
Kepada guru diharapkan untuk menyadari bahwa setiap orang mempunyai cara yang
tertentu untuk mempelajari informasi baru agar tercapai semaksimum mungkin.
Pengalaman belajar seseorang sangat erat kaitannya dengan gaya belajar, cara
belajarnya, yang dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu faktor-faktor fisik,
emosional, sosiologis dan lingkungan.
Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama
yang perlu dilakukan ialah mengenali modalitas kita masing-masing yaitu
bagaimana menyerap informasi dengan mudah. Apakah modalitas kita visual, yaitu
belajar melalui apa yang dilihat, apakah auditorial yaitu belajar melalui apa
yang didengar, apakah kinestetik, yaitu belajar melalui gerak dan sentuhan.
Dalam mengajar, guru hendaknya mampu
mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai
metode mengajar agar setiap anak dapat menyerap dan memahaminya untuk kemudian
digunakan pada saat diperlukan.Hal ini hanya dapat dicapai bila guru mengetahui
karakteristik murid-muridnya yang visual, yang auditorial maupun yang kinestik.
Konsepsi pengajaran tradisional yang
mementingkan perkembangan intelektual kemudian berubah.Sekolah yang modern
lebih memperhatikan seluruh pribadi anak itu, baik mengenai segi emosi, sosial,
jasmani maupun segi intelektualnya. Sekolah berusaha dengan sengaja
mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pelajaran yang
sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi.
Sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat
dipecah-pecah beberapa bagian yang terpisah-pisah.Dalam segala tindakannya
manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.
BAB X
IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP PADA KURIKULUM
PELAJAR SEUMUR HIDUP
Sebelum diskusi unsur pertama
desain kurikulum yang berioritaskan pada pendidikan seumur hidup,patut di
tanyakan seperti apakah pelajar seumur hidup itu?Pelajar seumur hidup yaitu seorang yang belajar dari pengalaman dan
belajar seumur hidup.salah satu implikasi pendidikan seumur hidup yang paling
penting ialah hanya peranan dan ketrampilan guru diharapkan berubah tetapi ide tentang siapa yang disebut
guru itu akan diperluas.sebagai contoh sekelompok orang yang disebut“pendidik”
tetapi tidak di kenal sebagai guru dan tidak berfungsi di dalam system
persekolahan konvensional.klompok orang ini mencakup ahli perpustakaan
bimbingan dan penyuluhan ,dan lain sebagainya dan ,ahli-ahli yang bekerja di
museum,ahli-ahli yang bekerja di kebun binatang (ahli purbakala,ahli burung dan
sebagainya).ahli pndidikan di asosiasi professional,training officer di
pabrik-pabrik atau di angkatan bersenjata,pekerja social.Dalam pembahasan
ini,jawabannya akan dinyatakan dengan menggunakan istilah kejiwaan.kerangka
yang akan digunakan model tiga pihak yang sudah sering kali disinggung
sebelumnya .pelajar seumur hidup dapat dilihat secara kejiwaandalam segi
intelektual,kognitif dan motivasi /sosio efktif .
Dalam domain intelektual dan kognitif,
bahkan berfungsi untuk menganalisis konsep pendidikan seumur hidup dan outline
jalannya pertumbuhan kejiwaan. Outline itu menujukan pelajar seumur hidup menganggap bahwa pendidikan adalah segala sesuatu yang
diperoleh dari pengalaman dan berlangsung seumur hidup.pendidikan untuk
menghadapi suatu perubahan,karena
perjalanan hidup kita di penuhi dengan kemungkinan. sebagai tenunan dalam
komulatif secara terus menerus. Dan pengetahuan sekarang berfungsi sebagai
basis untuk pertumbuhan kognitif(pengetahuan)
berikutnya. Pelajar akan menghubungkan informasi baru kedalam kerangka umum
yang sudah ada, dan terus menerus mengintergrasikan pengetahuan barunya
kedalamnya.pelajar akan dilengkapi dengan teknik-teknik mendapatkan pengetahuan
dan secara keseluruhan akan menyadari akan adanya sumber pengetahuan diluar
kelas. Terlebih penting, mereka akan diterampilkan dalam mempergunakan
pengetahuan. Mereka diharapkan memahami bahwa pengetahuan dan informasi adalah
network yang berkembangbahwa kita hidup
dalam dunia yang sedang berubah, didalamnya terdapat bagian yang
terus-menerus yang bersambungan. Ini berarti, meskipun mereka mengembangkan
keahlian khusus relative dalam bidang terbatas, namun kedudukan spesialisasi
hanya nomer dua dalam konsep dasar yang luas.
Seperti yang di tunjukan dalam
bab 4, factor utama membatasi belajar diluar sekolah terletak dalam doamain
motivasibelajar itu harus di dorong dan
diperkuat sejak kanak kanak sampai tua . Celakanya, kemapuan untuk melihat
perubahan dan ketidakpastian sebagi tantangan yang mengerakan tingkah laku
mengadaptasi dan mendapatkan pengetahuan, tidak pada seluruh orang berkembang
dengan baik. Dalam pembicaran motivasi, pelajar seumur hidup adalah seorang
yang mengembangkan kempuan untuk dapat dimotivasi secara positif oleh kebutuhan
agar belajar lebih banyak. Motivasi positive itu, dapat dilihat tidak pada
tingkat urutan usia dalam diri individu tertentu, disebut integeritas vertical.
Juga dapat dilihat menifestasi motivasi positif terhadap belajar dalam banyak
lingkungan kehidupan, disebut intergeritas horizontalyaitu integrasi antara pendidikan dengan sebagian besar aspek
kehidupan,seperti rumah,pekerjaan,waktu senggang dsb,. Pelajar seumur
hidup akan terus menerus mencari perubahan, sesuatu dan pertumbuhan person.dijalankan
dengan sengaja ,teratur,dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasikan
potensi dirinya berupa sikap,tindak dan karya tanpa bantuan orang dalam upaya
untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan untuk meningkatkan mutu dan taraf
hidupnya .
Dalam domain sosio
affektif,pelajar seumur hidup diharapkan untuk melihat diri mereka sendiri
sebagai pelajar seumur hidup secara vertical,dan juga dalam hubungannya dengan
bermacam segi kehidupan secara horizontal.Belajar berkelanjutan akan
memperbaiki image sendiri ,dan akan melahirkan pengalaman –pengalaman emosional
positif dalam hubungannya dengan teman-temannya ,mereka akan tertarik untuk
memainkan peranan social baru bersedia untuk meninggalkan status social yang
sudah mapan untuk mengembangkan keanggotaan kelompok baru dan sebagainya.
iktisar sifat kejiwaan pelajar
seumur hidup dapat melihat dalam table 2 yang di kembangkan atas dasar
pemikiran dave table ini memusatkan perhatian pada unsur – unsur motivasi dan
kognitif.
DAPATKAH SEKOLAH
MENGEMBANGKAN PELAJAR SEUMUR HIDUP
Sudah dibahas dalam bab terdahulu
bahwa motivasi ,kognitif dan sosio affektif membuat individu dinamis dan
mengembangkan sifat-sifat yang menggerakkan proses pertumbuhan sepanjang hidup
. pertanyaan penting dalam analisis ini apakah proses perkembangan dapat
menerima perubahan sebagai akibat pengelolaan disengaja dan strukturisasi
pengalaman sepanjang urutan perkembangan kejiwaan dengan jenis persekolahan
yang dialami seseorang jika tidak ada hubungan seperti itu pembicaraan tentang
perbedaan organisasi kurikulum seluruhnya akan menjadi sia-sia dengan alasan itu tepat untuk ditanyakan
apakah perkembangan kejiwaan dipengaruhi oleh jenis pengalaman yang berbeda
atau apakah jalanya perkembangan sudah di tetukan sebelumnya dan tidak dapat diletakkan
jika perkembangan mengikuti built in blue print akan sedikit sekali berbeda point dalam mendesain system
pendidikan yang berbeda .
SIFAT KEJIWAAN
PELAJAR SEUMUR HIDUP
Pelajar seumur hidup harus:
1 kognitif(pengetahuan) nya
diperlengkapi dengan baik .
-
Kenalnya dengan bermacam –macam
disiplin dan ketrampilan
-
Kenal dengan struktur pengetahuan
tidak hanya sekedar fakta
-
Trampil mengadapi alat-alat
belajar dan struktur disiplin terhadap tugas-tugas baru .
-
Sadar adanya hubungan antara
ketrampilan kognitif dan kehidupannya nyata
II mempunyai kemampuan yang tinggi untuk didik
-
Memiliki strategi belajar yang
berbeda –beda
-
Dapat belajar dalam keadaan yang berbeda-beda
,seperti seorang diri dalam kelompoknya dan sebagainya
-
Diperlengkapi dengan ketrampilan
belajar dasar yang baik seperti membaca mengobservasi ,mendengarkan,dan dapat
mengerti non verbal .
-
Trampil dalam menggunakan banyak
macam belajar seperti bahan cetak berepikir kritis dan interpretasi data
-
Trampil dalam mengidentifikasi
kebutuhan belajarnya .
III termotivasi untuk menjalankan proses belajar
seumur hidup .
-
Sadar akan kecepatan perubahan
dan efeknya terhadap kehidupan social pengetahuan dan ketrampilan kerja .
-
Sadar bahwa sekolah formal hanya
permulaan belajar dalam kehidupan
-
Sadar akan tanggung jawab pribadi
untuk memperoleh pengetahuan baru ketrampilan dan sikap
-
Sadar akan sebagai alat penting untuk
pertumbuhan pribadi dan masyarakat
Lingkungan dan perkembangan kejiwaan .
Pada tahun 1973 hunt menunjukkan
pendapat terdahulu mengenai apa yang disebut dengan pemikiran kejiwaan modern
yang menopang pendapat bahwa jalanya perkembangan relative sudah dilakukan meskipun para penulis seperti galton pada
tahun 1869 mengakui efek pengalaman pada pertubuhan kejiwaan namun terdapat kepercayaan
sangat kuat bahwa potensi orang untuk bervariasi sebagai akibat pengalaman
sangat sedikit sekali dengan kata lain lingkungan dipercaya dapat menyebabkan
sedikit pembelokan jalanya perkembangan yang sudah ditetapkan oleh heredy
pandangan ini termasuk apa yang dikatakan hunt sebagai kepercayaan
“predetermined development”.
Sebelum perang dunia ke dua
bukti-bukti mulai dikumpulkan untuk menunjukan bahwa perkembangan jauh dari
yang sudah ditentukan .bukti itu sering kali diasosiasikan dengan peruabahan
drastis pada performance intelektual anak-anak yang mengalami perubahan sangat
besar. Kondisi lingkungan mereka tinggal
dalam tahun terakhir, telah dikembangkan sejumlah besar bukti yang menunjukan
bahwa belajar terjadi dalam sehari-hari pertama kehidupan ketidakadaan
pergaulan social pada hari-hari pertama
kehidupan menyebabkan tidak simpati dan kerusakan social pada anak –anak
kecil.ketidakadaan pengalaman social di tahun tahun pertama kehidupan karena bulan akan berakibat
kekurangan kemampuan visual secara permanen
dan sebagainya.Penerimaan
terhadap pendapat bahwa perkembangan kejiwaan dapat di modifikasi oleh
pengalaman,termasuk apa yang dikatakan oleh Hunt.pentingnya pengalaman pada tahun-tahun permulaan kehidupan manusia bagi
pembentukan perkembangan dimasa mendatang.
Bukti adanya plastisitas
perkembangan sekarang ini sangat kuat sekali. lebih jauh dari itu tampaknya
plastisitas meliputi rentangan fungsi kejiwaan yang sangat luas.umpamanya green
berg,uzgaris dan Hunt pada tahun 1968 menunjukkan bahwa kemampuan untuk
mengkordinasikan fungsi penglihatan dan pegangan pada waktu bayi menjangkau dan
memegang objek yang dilihat dengan perhatian matanya,dimodifikasi oleh
pengalaman aktivitas memegang dan melihat
sebelumnya .penggunaan fungsi sensor aktif motorik seperti tu ditunjang
besar sekali oleh apa yang disebut hunt praktis.Hunt dan kawan-kawannya juga
menunjukkan perkembangan secara jelas bahkan sangat mendasar ,yaitu tentang
kemampuan kognitif. yaitu pemahaman anak terhadap objek eksterrnal yang ada,
bahkan ketika objek itu tidak dapat dilihat. kemampuan kognitif berhubungan
erat sekali dengan menguasai kehidupan lingkungan yang memberikan kesempatan
untuk mengusai ketrampilan kognitif .dengan demikian ketrampilan kognitif
seseorang tidak akan berkembang dengan baik jika tidak ada kesempatan untuk
mengembangkannya. aspek lain kejiwaan yang dipengaruhi oleh pengalaman
termasuk kemampuan untuk membentuk kasih
sayang social, kemampuan untuk mengira kedalam dan mengenal bentuk , motivasi
untuk mencari kesenangan dan menghindari penderitaan, untuk menerima
persetujuan dari penguasa atau untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain ada
tidaknya “ketegangan kognitif” dalam membuat keputusan menghadapi konflik dan
sebagainya impulsive”corak kognitif”dan sebagainya
Pertanyaan
pertama ,berapa lama plastisitas berlangsung merupakan salah satu pertanyaan
penting untuk teori pendidikan seumur hidup ,kedua dan issu kunci yang
berhubungan erat sekali adalah tentang tingkat kelangsungan plastisitas pada
usia tertentu dibandingkan dengan jumlah maksimum . plastisitas yang pernah ada
.koes Tlen pada tahun 1964 telah mengemukakan bahwa seluruh proses perkembangan
dari saat konsepsi dan seluruh pengalaman dan adaptasi berkutnya merupakan
hilangnya plastisitas. kendatipun demikian .hunt pada tahun 1973 menyimpulkan
bahwa plastisitas berlangsung seumur hidup ,tetap ada bahkan sampai tua renta.Perkembangan kemampuan intelektual
menyatakan terdapt pertumbuhan yang cepat pada usia awal kehidupan anak-anak
,puncak pertumbuhan relative pada usia muda ,setelah itu mengalami periode
pertumbuhan yang stabil dan akhirnya pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia
dewasa lanjut.l
Plastisitas periode
kritis dan interaksi .
Plastisitas adalah konsep utama
dalam pendidikankonsep pendidikan sebagai
alat untuk mengembangkan individu yang belajar selama hidupnya. .jika
perkembangan telah ditentukan sebelumnya itu benar ,tampaknya Cuma sedikit
sekali diskusi mengenai bagaimana pendidikan di organisir .untuk tujuan
persekolahan sekarang ,yang diperlukan adalah pengertian adanya plastisitas dan
efek meningkatnya usia terhadap plastisitas konsep penting dalam kontek ini
adalah tentang “periode kritis “meskipun seluruh area periode kritis menjadi
sasaran perdebatan kejiwaan dan walaupun beberapa konsepsi periode kritis itu
ada namun prinsip intinya dapat dinyatakan secara sederhana
Ringkasanya kepercayaan adanya
periode kritis menyatakan bahwa terdapat tingkat usia dimana jenis pengalaman
tertentu akan berefek maksimum terhadap anak-anak yang sedang berkembang suatu
bahan perdebatan apakah pengalaman diluar batas usia kritis dapat berkurang
efeknya ,atau apakah efeknya akan minimal mendekati nol jika pengalaman penting
terjadi diluar batas umum optimal. Kepercayaan akan adanya jumlah besar periode
kritis dalam usia persekolahan konvensional, barangkali menjadi salah satu
artikel kepercayaan implist dalam organisasi pendidikan sekarang.
Terdapat
alasan kuat untuk mempercayai bahwa, paling tidak fenomena adanya sesuatu
seperti periode kritis dapat dilihat besar dalam perkembangan kejiawaan
manusia. Dan begitu besar juga sejumlah besar penelitian terhadap tikus, anjing
dan kera menunjukan adanya alasan kuat untuk mempercayai bahwa macam macam
aktifitas dalam kehidupan manusia seperti mengenali bentuk dan potongan,
mengira kedalaman, kemampuan untuk membentuk hubungan afektif hangat dengan orang lain, dan menyenangi
corak kognitif tertentu, seluruhnya berhungan dengan waktu.
Daptar Pustaka
Paket pendidikan
seumur hidup bab 1-10
Ketidak adaan
pengakalaman yang dapat pada tahun-tahun sebelumnya akan membawa kerusakan
permanen dan tidak dapat ditolak dalam tingkah laku.serupa dengan itu anak
–anak yang terpisahkan dari figur seorang ibu selama periode tertentu dalam
tahun-tahun pertama kehidupan
menunjukkan krusakan permanen untuk menciptakan hubungan social(1966).
Seperti study dalam pieget yang
dilanjutkan oleh berner dalam bidang perkembangan kognitif muncul unsure
perkembangan kejiwaan yang amat penting
.unsur itu dinyatakan sebagai fenomena interaksi.jelas bahwa tidak hanya jalan
perkembangan kejiwaan secara derastis yang dipengaruhi oleh pengalaman ,tetapi
pengalaman pada suatu tingkah usia berikutnya juga mempengaruhi kejiwaan .
Model pengaruh
guru.
Sekolah adalah salah satu lingkungan
tempat anak berinteraksi.guru adalah aspek penting dalam persekolahan.guru bisa
mempengaruhi perkembangan secara langsung melalui pola penghargaan dan hukuman
dalam merespon jenis tingkah laku murid yang berbeda-beda.cara guru berdiskusi
juga mempengaruhi tingkah laku murid.jadi guru dalam kenyataan nya dapat
menetapkan iklim yangdapat membantu sikap dan tingkah laku tertentu serta
menekan yang lainnya.pertama-tama motivasi belajar,bahwa belajar adalah aktivitas yang berharga,konsep disekolah
sebagai instruksi yang dapat menolong
kedua factor-faktor koognitif sekarang sudah dikembangkan dengan pesat pada
waktu anak-anak masuk sekolah.namun dalam system pendidikan sekarang aspek
bukan koognitif tidak banyak dimodifikasi oleh pengalaman disekolah dengan kata
lain,sikap,motivasi dan aspek yang menjadi sumber utama perbedaan prestasi
murid diperoleh dari luar sekolah.
BAB XI
IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP TERHADAP KURIKULUM
Prinsip utama
pendidikan seumur hidup bahwa,proses pendidikan terjadi didalam dan diluar
sekolah pendapat SH mengakui bahwa beberapa tahun pertama kehidupan merupakan
tahap pertama kehidupan adalah merupakan tahap perkembangan kejiwaan tersendiri
dan bukan semata-mata periode penantian menjelang masa kanak-kanak adolescent.
Laly menyimpulkan bahwa pengalaman
pendidikan pada waktu anak-anak awal sangatlah penting dalam meratakan dasar trtumpnya belajar
berikutnya .karena pada usia 3 tahun pertama kehidupan membutuhkan lingkungan
yang tepat dan membantu perkembangan koognitif
di psychososial.
Ahli lain ,worth,mengariskan 3
tujuan pokok yaitu stimul;asi,membantu rasa identitas dan menyediakan
pengalaman sosialisasi yang tepat .dia menyarankan tujuan harus memuat
pengembangan ketrampilan untuk dapat
pempergunakan symbol,mempromosikan penghargaan terhadap bermacam mode ekpresi
diri ,menumbuhkan kemampuan dan keinginan berfikir,memnanamkan pada diri anak
bahwa mereka mampu belajar,membantu rasa harga diri dan akhirnya,agar bisa
meningkatkan kapasitas untuk hidip dengan orang lain.
Kurikulum untuk anak-anak awal
seharusnya memuat perencanaan membantu perkembangan mereka.itu tidak boleh
dipandang sebagai sesuatu yang dipersekolahan,tetapi sebagai bagian esensial
system persekolahan yang terintrograsi atau dapat dikatakan esensi pendidikan
seumur hidup.
Menurut pengertian sekarang ini,akan survive
dalam sistem yang berorientasi pada pendidikan seumur hidup.Untuk itu beberapa
penulis membela penghapusan persekolahan sedangkan yang lainnya,mengemukakan
reorganisasi total,sehingga tidak tampak perbedaan antara ersekolahan dengan
kehidupan.Sedangkan yang lainnya,lagi mengkonsepsikan situasi yang tidak
memungkinkan berbicara periode khusus persekolahan formal,karena persekolahan
didistribusikan seumur hidup.
Bagaimanapun juga,pada tingkat
praktis,sulit untuk di bayangkan kehilangan secara mendadak persekolahan
seperti yang kita kenal sekarang ini.Dan tampaknya proses yang memungkinkan
adalah,bahwa persekolahan formal akan tetap servive,paling tidak dalam jangka
pendek .Bahkan meskipun pendidikan seumur hidup sudah di terima di
mana-mana.Pada tahun 1975 Agoston mengumpamakan dengan mutlak menolak pandangan
yang menyatakan bahwa sekolah akan bertambah buruk dengan menerima pendidikan
seumur hidup.sebaliknya dia malah membela pandangan yang telah di topang oleh
Hiemstrajika pendidikan seumur hidup di emplementasikan,sekolah akan terus
menerus memainkanperanan terkemuka(1974).Himstra menyimpulkan bahwa,dalam sistem
pendidikan seumur hidup,”sekolah tidak akan relevan dan guru2 sekolah
profesional tidak akan ketinggalan zaman”.
Penerimaanpendidikan
seumur hidupmungkin akan mengalami perubahan kurikuler seara cepat di
sekolah.Mereka perlu menawarkan endidikan inti yang efektif,sehingga mrid-murid
dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang di perlukan untuk belajar
seumur hidup(Delker,1974).Mereka juga harus menawarkan kesempatan belajar yang
berlipat ganda,dan dengan hubungan yang erat sekali dengan sistem belajar yang
terletak di luar sekolah.Dalam segi praktek di kelas,pendidikan seumur hidup
membawa perubahan titik berat yang sudah di tetapkan ke menanamkan keterampilan
(Kementrian pendidikan Swedia,1972)ini dapat di artikan pengurangan penekanan
spesialis kurikulum di sekolah,dan pendidikan spesialis dan umum akan menjadi
lebih dekat antara satu dengan lainnya.
Pada tahun1977
Skeger dan Dave telah memperluas beberapa jenis stetemen di atas,dan
mengembangkan serangkaian kriteria kurikulum sekolahpendidikan seumur hidup
Di bawah ini
merupakan ikhtisar yang di buat oleh Skager dan Dave.
1). Kurikulum
sekolah harus menganggap proses belajarsebagai peristiwa yang berlangsung terus
menerus.a
2). Kurikulum
sekolah harus di pandang dalam kontek proses belajar yang berlangsung
bebarengan di lingkungan sosial seperti rumah, masyarakat, tempat kerja dan
sebagainya.
3). Kurikulum
sekolah harus mengakui pentingnya esensi kesatuan pengetahuan dan interelasi
diantara beberapa subyek studi.
4). Kurikulum
sekolah harus mengakui sekolah adalah salah satu agen penting untuk menyajikan
pendidikan dasar dalam kerangka pendidikan seumur hidup.
5). Kurikulum
sekolah harus menekankan otodidak meliputi pengembangan readiness untuk belajar
lanjut dan penanaman sikap belajar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
sedang berubah.
6). Kurikulum harus
mengingat akan kebutuhan individu, akan pengokohan dan memperbaharui sistem
nilai progresif sehingga mereka bertanggung jawab untuk kelangsungan pertumbuhan mereka seumur
hidup.
Peranan
Guru dalam Pendidikan Seumur Hidup
Peranan guru dalam
pendidikan seumur hidup memiliki beberapa unsur utama, meliputi pengaruhnya
pada sikap, struktur motivasi, dan keterampilan pelajar. Pengaruhnya pada
sikap, guru yang membantu pendidkan seumur hidup akan menolong peserta didik
untuk mengadopsi sikap kreatif terhadap situasi baru, agar dapat di gunakan
untuk menjalani kehidupan kedepan menjadi lebih baik lagi dan mereka tahu sikap
apa saja yang bisa diambil untuk suatu situasi.
Dalam
struktur motivasi, tugas utama guru untuk memberikan dorongan agar peserta
didik tetap semangat dalam belajar seumur hidup, berani berbuat benar, dan
membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Dalam
keterampilan, tugas guru memperlengkapian yang menguntungkan, ketika nanti mereka
memerlukannya. Pekerjaan utama guru
ialah membantu peserta didik memecahkan masalah dalam belajar dan mengevaluasi
belajar yang telah mereka lakukan.
Guru sebagai Contoh Pelajar
Pendidikan seumur hidup terhadap
guru, adalah bahwa mereka sendiri harus menjadi pelajar seumur hidup, mereka
berkewajiban untuk bertindak sebagai pelajar seumur hidup dihadapan peserta
didik, lebih jauh dari itu, guru akan hidup dalam masyarakat yang sedang
berubah seperti yang sedang dihadapi peserta didik sekarang, sehingga perlu
untuk mengadakan penyesuaian terus – menerus. Dengan demikian penerimaan
pendidikan seumur hidup adalah suatu contoh jenis penyesuaian yang harus guru
lakukan. Ringkasanya, keduanya diikat dalam suatu program belajar seumur hidup,
sehingga pada kenyataannya mereka akan menjadi pelajar bersama.
Guru
sebagai Guide dan Fasilitator
Peranan tradisional guru sebagai
sumber pengetahuan dan pembawa kebijaksanaan akan berubah. Guru dikonsepsikan
sebagai konsultan pendidikan atau pemimpin yang akan membantu perkembangan
setiap pelajar.
Menyebutkan bahwa sebagai
fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam
kegiatan proses pembelajaran.
Bimbingan,
Tekhnologi dan Peranan Guru
Mengkonsepsikan guru sebagai advisor dan pembimbing
berarti, antaralain, meningkatkan individualisasi pendidikan. Guru
dikonsepsikan sebagai tenaga ahli dalam mendiagnosis pendidikan, dengan suatu
asumsi bahwa guru akan dapat memberikan kepada murid – murid umpan balik yang
cermat berkenaan dengan kemampuan mereka, tingkat asprasi yang dapat didanggap
realistis.
Guru
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak
guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta mensejahterakan
masyarakat kemajuan Negara dan bangsa.
Perluasan
Konsepsi Guru
Salah satu implikasi penting
pendidikan seumur hidup adalah tidak hanya peranan dan keterampilan profesional
guru yang diharapkan berubah, tetapi juga gagasan tentang siapa yang disebut
guru harus lebih diperluas. Untuk banyak alasan, dua jenis guru yang disebutkan
terakhir (pendidik professional dan pendidik hidup), sekarang menjadi semakin
penting.
Guru dari dulu sampai
sekarang tetap sangat diperlukan. Guru yang membantu manusia untuk menemukan
siapa dirinya, ke mana manusia akan pergi dan apa yang harus manusia lakukan di
dunia. Manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya memerlukan
bantuan orang lain, sejak lahir sampai meninggal. Orang tua mendaftarkan
anaknya ke sekolah dengan harapan guru dapat mendidiknya menjadi manusia yang
dapat berkembang optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang
dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.
Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena
antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat
mendasar.
Akan tetapi kontak antara peserta
didik dan guru tidak terbatas hanya disekolah saja karena kita bisa belajar
dimanapun kita berada, kapanpun kita mau dan dengan siapa saja, karena kita
belajar seumur hidup.
IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
TERHADAP KELAS
Ideal pendidikan
versus praktek dalam kelas
Terdapat jurang pemisah antara
abstraksi dan prinsip pendidikan yang diterima dimana – mana, dengan aktivitas
sesungguhnya dalam kelas sehari – hari yang mencerminkan manifestasi prinsip
secara praktis. Proses menyaring sentiment yang tinggi ke dalam kehidupan kelas
yang actual agar lebih menarik, dapat dikonsepsikan menjadi 4 tahap. Tahap
pertama, meliputi pengembangan prinsip sebagai suatu tujuan atau ide petunjuk.
Umpamanya idealisasi tujuan seperti meliputi pendidikan untuk menciptakan
demokrasi, pendidikan untuk membina warga Negara yang baik, dan tujuan untuk
menciptakan PSH itu sendiri. Pada tingkat ini, formulasi prinsip – prinsip
biasanya meliputi analisis kebutuhan social, kritik terhadap sistem yang ada,
pertanyaan filosofis dan sosio politik tentang seperti apa yang disebut manusia
ideal, dsb. Prinsip yang sedang dikemukakan ini kemudian diperdebatkan dalam
istilah abstrak dan tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan kerusakan yang baru
saja diungkapkan. Dalam bab ini, diperkenalkan konsep PSH sejalan dengan
pembahasan sekarang. Kurikulum formal yang dikembangkan dan diadopsi oleh
sistem sekolah yang biasanya memuat beberapa elemen tingkat analisis yang
disebut dalam bagian ini tujuan atau beberapa istilah lainnya yang serupa.
Tahap kedua, spesifikasi prinsip
abstrak untuk perumusan filsafat kurikulum, peranan guru, dsb. Bagaimanapun
juga, pernyataan itu biasanya luas, umum dan abstrak. Rekomendasi juga masih
dalam bentuk ideal yang harus diusahakan dengan keras untuk mencapainya, bukan
dalam bentuk tingkah laku actual yang diimplementasikan oelh guru dalam kelas.
Analisis implikasi konsep PSH dimuat secara langsung dalam paragraph sebelumnya
yang merupakan salah satu contoh analisis pada tingkat ini.
Tahap ketiga dan keempat
sesungguhnya berlangsung dalam kelas. Tahap ketiga memerlukan analisis
implikasi prinsip – prinsip baru terhadap sesuatu yang dilakukan oleh guru dan
pelajar di kelas. Umpamanya, pernyataan tentang jenis bahan apa yang dapat
diperkenalkan kepada pelajar, dalam jenis aktivitas apa pelajar harus
berpartisipasi, bagaimana pekerjaan dievaluasi, dsb. Langkah keempat, untuk
mengolah ide pendidikan menjadi kurikulum yang hidup diperlukan bukan
spesifakasi tujuan yang harus dicapai dengan kerja keras, tetapi spesifikasi
prosedur actual. Pada dokumen kurikulum formal seringkali diperlengkapi dengan
contoh sesungguhnya, spesifikasi teks yang akan dipergunakan, pengembangan
sebagai bahan pendukung, garis besar mengenai apa yang harus diketahui oleh
pelajar atau yang dapat dikerjakan dalam bermacam hal selama tahun ajaran, dsb.
Langkah keempat melampaui ruang
lingkup teks ini. Memang sangat sulit dalam teks yang terbatas untuk
menguraikannya, Karen sifat pasti aktivitas – aktivitas kelas yang
mengekspresikan suatu prinsip kurikulum, akan menuntut pernyataan yang berbeda
antar masyarakat. Dengan demikian sekolah di Negara sosialis akan
mengaktualisasikan prinsip abstrak melalui prosedur kelas yang berbeda dengan
di Negara kapitalis, begitu juga sebaliknya. Bagaimanapun juga, resep yang
berkenaan dengan kurikulum dapat dengan mudah dilaksanakan selanhkah lebih
maju, bahkan pada esensinya dalam teks umum dan abstrak seperti yang disajikan
sekarang. Rekomendasi dan spesifikasi yang akan dating jelas masih
digeneralisir dan abstrak. Memindahkannya ke dalam tingkah laku kelas yang
kongkrit merupakan pelaksanaan tahap keempat, dan tugas ini diberikan kepada
pengembang kurikulum untuk diaplikasikan ke dalam masyarakat yang beraneka
ragam, dan tugas ini dituntut oleh PSH dan prinsip yang harus diikuti.
Dalam konteks pendidikan untuk
menghadapi perubahan cepat, dan agak spesifik tentang PSH, Biggs ( 1973 ),
membuat analisis kurikulum yang sesuai dengan pembahasan ini. Dia membedakan
antara isi belajar, belajar tentang fakta selektif yang dipilih karena
dipercaya bernilai dan berguna, dengan proses belajar yang mengubah kemampuan
pelajar untuk menghadapi masa depan mereka secara efektif dan otonom. Jenis belajar
terakhir ini mungkin berlangsung di sekolah manapun, dan mungkin secara sadar
dibantu guru atau tidak. Dalam kenyataannya, terdapat kurikulum eksplisit dan
implicit. Menurut Biggs, belajar untuk mengahadapi perubahan yang dimaksudkan
adalah proses belajar yang memerlukan:
1.
Proses untuk memiliki atau dapat
mengalokasikan informasi.
2.
Proses untuk memiliki
keterampilan tingkat tinggi menganalisir.
3.
Proses memiliki strategi umum untuk memecahkan
problem.
4.
Proses menetapkan tujuannya
sendiri.
5.
Proses mengevaluasi hasil
belajarnya sendiri.
6.
Dapat dimotivasi dengan tepat.
7.
Proses memiliki konsep diri yang
tepat.
Tiga pertama dari pernyataan di atas
digolongkan apa yang disebut dengan istilah keterampilan kognitif atau
operasional pengetahuan. Empat sisanya berkenaan dengan sikap, motif, nilai dan
emosi. Biggs sangat jelas mengakui bahwa, persiapan untuk menghadapi perubahan
tidak hanya dilibatkan dalam aspek kognitif saja tetapi juga pengembangan
bidang sosio afektif yang cocok untuk itu. Dalam hal ini dia tanpa membuat
reference khusus telah menekankan pentingnya suatu kurikulum yang secara
horizontal berintegrasi. Biggs kemudian menunjukkan implikasi kebutuhan
personal terhadap kurikulum, jika dimaksudkan memperlengkapi orang – orang
dengan persekolahan untuk menghadapi perubahan secara efektif. Implikasi yang
dia katakana ditempatkan dalam table 3, dan diadopsi langsung dari makalah asli
Biggs.
TABEL
KARAKTERISTIK KURIKULUM UNTUK
MENGHADAPI PERUBAHAN
no
|
Aspek
Kurikulum
|
Karakteristik
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Orientasi
pada waktu
Tujuan
eksplisit belajar
Evaluasi
Motivasi
Kurikulum
implicit ( dalam istilah amat umum )
|
Orientasi
untuk menghadapi masa depan.
Ekspresif.
Ditentukan oleh pelajar itu sendiri. Pada mulanya kaku, akhirnya menjadi
semakin sesuai dengan kemajuan belajar.
Internalized
: pelajar mencerminkan performance mereka dan menyiapkan sendiri evaluasi
mereka.
Pada
dasarnya intrinsic. Motivasi ekstrinsik dapat digunakan untuk membawa kuda ke
air, tetapi . . . .
Pelajar
pada akhirnya dapat membuat keputusannya sendiri. Masa depan tidak diketahui,
tetapi itu mrnjadi tantangan yang harus mereka hadapi.
|
Analisis tiga
dimensi terhadap kurikulum.
Untuk menunjukkan lebih spesifik
adopsi PSH, yang akan sangat berarti untuk praktek dalam kelas, digunakan tiga
dimensi analisis terhadap kurikulum. Dimensi pertama meliputi bidang aktivitas
kelas. Dimensi ini dikonsepsikan atas dasar analisis kurikulum Bloom, yang
disebut dengan Taxonomi. Empat bidang
aktivitas kelas diseleksi dari daftar yang telah dikembangkan oleh Bloom
beserta rekan kerjanya, yaitu:
1. Metode dan bahan
belajar dan pengajaran,
2. Aktivitas guru,
3. Aktivitas murid,
4. Evaluasi.
Dimensi kedua,
dalam istilah implikasi kurikuler dari konsep PSH akan dimasukkan secara khusus
ke dalam domain psikologis. Tiga wilayah berfungsinya kejiwaan akan
dipergunakan dalam analisis ini, yaitu:
1. Fungsi kognitif,
2. Sistem motivasi,
3. Variable sosio
affektif.
Tiga dimensi
analisis telah didopsi untuk menjaga approach kejiwaab dasar yang diikuti dalam
seluruh teks ini, analisis dalam bidang kognitif, motivasi dan affektif.
Dimensi ketiga dipergunakan dalam analisis implikasi terhadap kelas, yaitu
konsep PSH itu sendiri. Implikasi teoritis terpenting PSH terhadap sekolah dan
pusat belajar di luar sekolah adalah konsep integrasi vertical dan horizontal.
Untuk alas an ini dimensi ketiga analisis terdiri dari dua tingkat, yaitu:
1. Integrasi vertical,
2. Integrasi
horizontal.
Spesifikasi mendetail aktivitas
dalam kelas sesungguhnya di luar ruang lingkup pembahasan teks ini. Bagaimanapun
juga dimungkinkan untuk menunjukkan tujuan spesifik dan relative cocok untuk
kurikulum yang pada akhirnya dapat dirumuskan oleh guru dalam bentuk tingkah
laku di kelas sesungguhnya. Jadi yang diperlukan adalah menyatakan tujuan umum
yang mengacu pada situasi sebenarnya yang terjadi di kelas. Untuk itu, akan
dipergunakan model tiga dimensi yang baru saja dikemukakan garis besarnya.
Tujuan atau ideal PSH akan dispesifikasikan dengan menentukan wilayah aktivitas
kelas. Wilayah yang dimaksudkan adalah pengajaran, metode dan bahan belajar,
aktivitas guru, aktivitas murid atau evaluasi dan juga spesifikasi domain
psikologis yang dengan berfungsinya kognitif, struktur motivasi, atau faktor –
faktor sosio afektif. Pada akhirnya dengan menspesifikasikan aspek – aspek
khusus yang terlibat dalam PSH, yaitu integrasi vertical atau horizontal.
Tujuan kurikulum khusus harus dispesifikasikan sebagai sesuatu yang berkenaan
dengan usaha membantu integrasi horizontal fungsi kognitif melalui jenis
aktivitas murid yang terlibat, dsb.
TABEL
TUJUAN DALAM BIDANG AKTIVTAS – AKTIVITAS GURU
Daomain Psikologis
|
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
|
|
Integrasi Horizontal
|
Integrasi Vertical
|
|
Kognitif
Kognitif ( lanjutan )
Motivasi
affektif
|
1.
Guru adalah coordinator
pengetahuan.
2.
Guru menyediakan bimbingan
sumber informasi.
3.
Guru “ inter – learns “ dengan
murid.
4.
Guru menjadi model belajar
seumur hidup.
5.
Guru menitik beratkan hubungan
antara belajar di sekolah dengan efektivitas kehidupan nyata.
6.
Guru menggambarkan pengalaman
diluar sekolah.
7.
Guru menggambarkan informasi di
luar sekolah.
8.
Guru menggambarkan bahan yang
patutu dicontoh dari kehidupan nyata.
1.
Guru memperkuat belajar yang
diarahkan sendiri oleh murid.
2.
Guru mengajar aplikasi silang
pengetahuan.
3.
Guru membantu perkenalan dengan
issu – issu di luar sekolah.
4.
Guru menghargai usaha
mengaplikasikan pengetahuan sekolah ke dalam kehidupan nyata.
5.
Guru meningkatkan
partisipasi orang tua murid dan elemen
lain masyarakat dalam persekolahan.
1.
Guru mrnrtapkan dirinya sebagai
anggota network belajar yang luas termasuk dunia luar sekolah.
2.
Guru menyesuaikan sikap
koleganya kepada murid.
3.
Guru menurunkan tingkta
imagenya dihadapan murid.
|
1.
Guru mengacu ke belakang dank e
depan dalam menyajikan bahan.
2.
Guru menekankan peningkatan
kemudahan pemecahan masalah dengan belajar baru.
3.
Guru menekankan kemajuan dengan
pengetahuan baru dan bertambahnya usia.
4.
Guru menunjukkan pengetahuan
masa silam.
5.
Guru mendiskusikan dunia masa
depan di dalam kelas.
6.
Guru menitik beratkan sesuatu
tetap up to date.
1.
Guru mengajar penggunaan
belajar baru untuk memecahkan masalah.
2.
Masalah tak terpecahkan untuk
sementara ditunda sampai terjadi belajar
baru.
3.
Guru juga mengusahakan belajar
baru.
4.
Guru menunjukkan keinginan pada
perubahan.
5.
Guru menghargai dan mendorong
perencanaan untuk masa depan.
1.
Guru menetapkan dirinya sebagai
pelajar terus menerus.
2.
Guru menyajikan pelajaran
sebagai jalan untuk mengembangkan diri sendiri.
3.
Guru menghilangkan kecemasan
tentang masa depan.
|
TABEL
TUJUAN KELAS DALAM BIDANG AKTIVITAS MURID
Daomain Psikologis
|
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
|
|
Integrasi Horizontal
|
Integrasi Vertical
|
|
Kognitif
Motivasi
Affeksi
|
1. Murid menerapkan
pengetahuan antar disiplin.
2. Murid menetapkan
metode antar displin.
3. Murid mengakui
taktik dalam displin dan melihat dasar yang sama.
4. Murid
memperkenalkan contoh dan bahan dari dunia luar.
5. Murid menerapkan
keterampilan di sekolah untuk issu –
issu di luar sekolah.
6. Murid menujukkan
kekenalannya dengan sumber pengetahuan yang berbeda.
1. Murid mencari
belajar baru.
2. Murid mengalami
kepuasan dan penghargaan dalam belajar.
3. Murid menunjukkan
kesediaan untuk mendapatkan belajar.
4.
Murid berusaha mendapatkan inovasi dan
perkawinan antar disiplun untuk memecahkan masalah.
5.
Murid menunjukkan kesediaan untuk
mengasumsikan peranan sebagai pemimpin tutor untuk temannya.
1.
Murid menganggap belajar sebagai alat umum
untuk memecahkan masalah.
2.
Murid menetapkan sekolah sebagai bagian
network belajar.
3.
Murid menetapkan diri mereka sebagai bagian
dari network belajar.
4.
Murid mengaggap pengetahuan sebagai suatau
tenunan tunggal.
5.
Murid menentukan diri meraka sabagai pemimpin,
inovator dan juga pengikut yang baik.
|
1. Murid
memanfaatkan belajar terdahulu sebagai basis untuk belajar sekarang.
2. Murid melihat
belajar sekarang sebagai basis belajar akan dating.
3. Murid menganalisa
hubungan belajar masa lalu dan masalah masa kini.
4. Murid bertindak
sebagai sumber informasi untuk yang lebih muda dan mencari informasi dari
orang lain.
5. Murid
merencanakan belajar masa depan di
pikirannya.
1.
Murid mencari belajar baru ketika berhadapan
dengan masalah, sedangkan pengetahuan mereka sekarang tidak memadai digunakan
untuk memecahkannya.
2.
Murid mengalami kepuasan ketika masalah lama
dapat dipecahkan dengan belajar baru.
3.
Murid secara aktif mencari kesempatan untuk
belajar teus – menerus.
1. Murid menunjukkan
pengertian tentang belajar sebagai alat untuk mengembangkan diri di masa
depan.
2. Murid melihat
ketidakmemadaian pengetahuan sekarang sebagai alat untuk memecahkan seluruh
masalah di masa depan.
3. Murid mentapkan
diri mereka sebagai orang yang mampu menghadapi perubahan peranan sosial.
4. Murid
merencanakan untuk belajar di masa depan.
|
TABEL
TUJUAN KELAS DALAM BIDANG EVALUASI
Daomain Psikologis
|
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
|
|
Integrasi Horizontal
|
Integrasi Vertical
|
|
Kognitif
Motivasi
Affeks
|
1. Kredit positif
diberikan untuk mengakui rantai silang terdapat dalam pengetahuan.
2. Prosedur evaluasi
menekankan aplikasi pengetahuan untuk pemecahan masalah.
3. Fungsi evaluasi
sebagai informasi atau umpan balik untuk menunjukkan kekurangan pengetahuan,
bukan sebgai alat penyortiran murid.
4. Kredit diberikan
untuk aktifitas di luar sekolah.
1. Evaluasi
menghargai keterampilam sekolah ke dalam kehidupan nyata.
2. Evaluasi
mengganjar aplikasi keterampilan di ;luar sekolah.
3. Prosedur evaluasi
digunakan untuk membantu pengukuran diri sendiri.
4. Evaluasi
digunakan untuk motivasi belajar baru.
5. Evaluasi menolong
untuk membantupertumbuhan tingkat aspirasi yang realistis.
1. Evaluasi
menekankan pengertian yang lebih jelas tentang diri dan kemampuannya.
2. Evaluasi membantu
pertumbuhan image diri tentang kemampuan dalam banyak bidan.
3. Evaluasi
menyajikan bimbingan berkenaan interelasi murid dengan dunia nyata.
4. Evaluasi
mengintegrasikan informasi yang
diperoleh di uar sekolah.
5. Evaluasi mengintegrasikan
orang – orang dari luar sekolah.
|
1. Evaluasi
mendiaknosis kemunduran masa lalu dan berarti sekaligus tindakan penyembuhan.
2. Evaluasi
menunjukkan kememadaian dalam belajar sekarang sebagai basis untuk belajar
dimasa depan.
3. Evaliuasi
menyediakan landasan untuk titik lompat belajar baru, evaluasi kembali dan
seterusnya.
4. Evaluasi sebagai
basis untuk merencanakan masa depan.
1. Evaluasi membantu
pengembangan keinginan untuk belajar dimasa depan.
2. Evaluasi
menentukan harapan yang sepantasnya untuk masa depan.
3. Evaluasi
mengokohkan harapan kesuksesan di mas depan.
4. Evaluasi
mengiring pengkokohan tujuan yang dapat direalisir.
1. Evaluasi
menyajikan gambaran yang menarik akal tentang bagaimana seseorang
mengembangkan dirinya di masa depan.
2. Evaluasi
mengokohkan perasaan yakin akan kemampuan dirinya untuk menghadapi masa
depan.
3. Evaluasi
mengokohkan image diri sebgai orang yang mampu menghadapi segalanya melalui
belajar.
|
BAB XII
“EVALUASI DAN PERUBAHAN
PENDIDIKAN”
A. EVALUASI DAN PERUBAHAN
PENDIDIKAN
Banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan evaluasi
pendidikan. Secara etimologis evaluasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu
“evaluation” yang berarti penilaian. Sedangkan secara terminologis evaluasi
pendidikan adalah proses kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan dan usaha untuk mencari umpan
balik (feed back) bagi penyempurnaan dan perubahan pendidikan.
Evaluasi menunjukkan suatu proses integral dari kehidupan
sehari-hari seorang individu di dalam masyarakat. Bentuk evaluasi ada dua
macam teknik, yaitu teknik non-tes dan teknik tes. Teknik non-tes tidak
menggunakan perangkat soal yang dikerjakan sedangkan teknik tes menggunakan
perangkat soal yang dikerjakan peserta didik. Adapun tujuan evaluasi
pendidikan menurut Arikunto (2004) ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum evaluasi pendidikan, yaitu :
1.
Untuk menghimpun
bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bahan bukti mengenai taraf
perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh peserta didik.
2.
Untuk mengetahui
efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses
pembelajaran.
Adapun tujuan khusus dari evaluasi pendidikan adalah :
1.
Merangsang kegiatan
peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka
tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2.
Untuk mencari dan
menemukan factor-faktor penyebab keberhasilan atau ketidakberhasilan peserta
didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan
jalan keluar perbaikannya.
3.
Cronbach (1963)
evaluasi sebagai alat penyedia informasi untuk membuat keputusan.
Berdasarkan bentuk dan tujuannya, evaluasi menunjukkan :
a.
Suatu pengalaman
permulaan atau mencari,
b.
Diinterprestasikan
dengan cara standar aturan atau prinsip-prinsip,
c.
Menghasilkan
keputusan yang bagus atau yang diinginkan.
Bila digambarkan dalam istilah umum, evaluasi dapat dilihat
sebagai fundamental yang mengatur mekanisme kehidupan laki-laki dan perempuan
di dalam masyarakat. Dalam arti individu-individu dan kelompok-kelompok secara
konstan menterjemahkan pengalaman mereka sendiri untuk membentuk pengalaman
yang akan datang.
Evaluasi pendidikan biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan,
inovasi, pembaharuan dan perkembangan. Itu bisa berfokus kepada kebutuhan dan
kemajuan dari pelajar itu sendiri, agar memudahkan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi secara langsung.
Evaluasi mungkin mengetes keseluruhan keefektifan dan
keinginan dari kondisi-kondisi yang mempengaruhi belajar di dalam konteks yang
ada. Apakah berfokus pada pelajar atau pada kondisi yang mempengaruhi belajar.
Evaluasi adalah alat-alat dimana para partisipan di dalam belajar mengajar juga
orang lain yang berminat mendapatkan perubahan-perubahan yang dibutuhkan atau
tidak, sehingga untuk menentukan keefektifan dari pemecahan yang timbul dengan
kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Banyak evaluasi di dalam pendidikan informal. Itu didasarkan
kepada keputusan-keputusan para pelajar dan lainnya yang secara langsung
terlibat dalam proses belajar, usaha-usaha yang baik pada saat perubahan dan
modernisasi sistem pendidikan dari masyarakat apapun tidak dapat dihindari,
semua tergantung pada evaluasi.
Havelock (1971) dan Huberman (1973) menekankan hubungan di
antara pembaharuan dan evaluasi di gambarkan tiga model dasar perubahan
pendidikan. Model pengembangan dan riset secara umum adalah :
a.) Penelitian dasar yang menuju
ke penemuan,
b.) Design dan rekayasa
penerapan-penerapan,
c.) Pembaharuan, dan
d.) Pengambilan potensi /
kemampuan pemakai.
Contoh :
Evaluasi formatif dan sumatif, interaksi sosial, dan problem solving (konselor).
Evaluasi secara natural melihat pada kegiatan pendidikan apa
saja yang tidak dapat dibantah mengenai kepentingannya. Mengingat evaluasi
dihubungkan dengan cara yang berguna dan konstruktif. Evaluasi harus adaptif
pada nilai-nilai filosofis pendidikan dari pada peserta di dalam proses pendidikan
yang ada.
Sumber-sumber :
1.
Arikunto,Suharmi.1997.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t114-pengertian-evaluasi-pendidikan.[Diunduh tanggal 10
November 2011].
2.
Sudijono, Anas. 1996. Evaluasi Pendidikan. http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t117-tujuan-evaluasi-pendidikan. [Diunduh tanggal
10 November 2011].
B.
KONTEKS SOSIAL DAN
BUDAYA BAGI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Pendidikan seumur hidup
digambarkan sebagai “Master bagi kebijaksanaan pendidikan”. Secara tegas,
pendidikan seumur hidup bukan suatu konsep atau teori, tapi merupakan suatu
perangkat prinsip dasar untuk mendorong demi pendidikan mendatang,(serta di
gunakan untuk menunjang pendidikan sosial kita di masyarakat) dengan adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga diharapkan suatu masyarakat
dapat menyesuaikan diri / beradaptasi.(serta masyarakat primitif bisa merubah
diri menjadi masyarakat yang modern dengan adanya teknologi yang semakin maju)
Sebab lingkungan sosial dimana seseorang dibesarkan mengkondisi pertumbuhan
kejiwaan dan kepribadian. Keuntungan sosialisasi adalah seseorang dengan mudah
dapat berfungsi dalam masyarakat tertentu( yaitu dapat mendukung kelangsungan
hidup individu,mengembangkan kemampuan berkomunikasi,membantu membentuk
kepribadian individu)
Banyak negara-negara yang kurang berkembang sangat sukar
untuk bisa membangun sekolah-sekolah yang masih tradisional dengan cepat, bila
dibandingkan dengan negara yang modern di mana tingkat ekonominya sudah baik
yang dijadikan sebagai sarana. Masyarakat yang sudah berkembang maju akan
melihat pada system penyampaian pendidikan, di mana masyarakat setelah usia
sekolah meningkatkan keterampilan kerja dan menggunakan waktu luangnya secara
produktif.
Untuk itu, pendidikan seumur hidup merupakan mata rantai
dalam perkembangan sosial budaya, baik dengan pekerjaan maupun tindakan
masyarakat. Pendidikan seumur hidup tidak dapat ditentukan sebagai filosofi
pendidikan yang utuh atau teori. Itu hanyalah suatu cara untuk
mengkonseptualisasikan dan mengkomunikasikan kenyataan di dalam dunia yang
cenderung kepada peningkatan peran pendidikan di masyarakat. Pendidikan menjadi
alat sosial yang utama untuk meningkatkan pertumbuhan individu dan perwujudan
diri.
MenentukanPendidikanSeumurHidup
Perangkatdariprinsippendidikanseumurhidupmerupakansuatu
yang bersifateklitikdaninklutif.Biladigabungkanmerupakansuatupandangan yang
holistic daripendidikan yang beroperasidalammasyarakatbelajar yang menjadi
ideal dimanaindividuterlibatsecarapribadidansosial di
dalambelajarsepanjanghayat.
Persamaandandemokratisasipendidikanmerupakanperwujudan
di dalampendidikanseumurhidup, merupakansuatuhal yang pentinguntukevaluasi.Di
dalamevaluasi literature merupakansuatuhal yang vital, di
masalampautelahseringdifungsikankompetisidiantaraparapelajar.Secaraindividumaupunkolektif,
evaluasimemberikan control
belajardalambantuanmengembangkanotonomidanketergantungansecaraoperatif.Demikianitusuatu
yang fleksibeldanpendekatan – pendekatan yang tidaksebagaihukumanpadaevaluasi
yang diterapkan.
KESERTAAN DALAM
PRINSIP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Prinsip-prinsip
asli dari pendidikan seumur hidup diambil dari suatu perangkat konsep-konsep
karakteristik dan mengerahkannya pada topik-topik kurikulum sekolah, strategi
belajar dan evaluasi. Karya ini tidak akan digambarkan disini kecuali bila merupakan
suatu yang berhubungan dengan evaluasi. Namun skop dan kesertaan
prinsip-prinsip sebagai berikut (Dave 1975) :
Pendidikan
seumur hidup adalah konsep komprehensip yang menyertakan belajar secara formal
maupun nonformal dan informal yang diluaskan melalui kehidupan individu untuk
mendapatkan pengembangan baik secara personal maupun sosial. Pendidikan seumur
hidup mencari pandangan suatu pendidikan dalam totalitasnya menyertakan belajar
terjadi di rumah, sekolah, masyarakat dan tempat kerja serta melalui mas media,
melalui situsasi lain untuk mendapatkan dan meningkatkan
kesejahteraan/keenakan.
Proses
pendidikan seumur hidup sangatlah kompleks dan dalam hal ini pula muncul
tentang pelembagaan dalam konsep pendidikan terus menerus. Pelembagaan pendidikan
dalam bentuk persekolahan terbatas hanya untuk usia anak-anak dan adolescen.
Keterbatasan konvensional persekolahan formal untuk periode antara 6 sampai 18
tahun biasanya berasal dari pertimbangan ekonomi dan sosial. Umpamanya, orang
tua akan mengalami kesulitan yang amat sangat dalam membiayai anaknya yang
seluruh waktunya digunakan untuk pendidikan sampai usia 30 tahun atau lebih.
Dalam waktu yang sama, kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja tidak dapat
dipenuhi oleh sistem persekolahan full-time yang harus diikuti oleh orang-orang
sampai pertengahan usia dewasa. Jelas bahwa organisasi tradisional persekolahan
dibenarkan oleh dan memperkuat seperangkat kepercayaan kejiwaan tentang
belajar. Meskipun barangkali tidak penting untuk dijadikan pertimbangan utama
dalam pengembangan persekolahan seperti yang ada sekarang, namun praktek masa
kini jelas mencerminkan pendirian bahwa usia yang terbaik untuk belajar adalah
selama masa usia persekolahan yang terjadi sekarang ini. Proses pendidikan
seumur hidup yang sekarang cenderung mengalami perubahan dapat dengan mudah
dapat kita jalankan dengan metode belajar dimanapun, kapanpun dengan siapapun,
sehingga proses belajar yang kita butuhkan berlaku secara terus menerus.
KRITERIA EVALUASI
BAGI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Kriteria evaluasi merupakan
standart bagi fenomena / gejala yang diletakkan dan di pakai secara jelas
kriteria sebagai standart umumnya dipakai secara diskriptif yang membedakan
antara apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan .oleh karena itu kriteria
adalah satu refrensi konflik bagi prinsip prinsip abstrak atau aturan
mendefisinikan apa yang baik.
Kegiatan
pada kriteria evaluasi bagi pendidikan seumur hidup masih merupakan tahapan
yang awal.Namun permulaan dalam proses ini dibuat dalam proyek evaluasi
kurikulum yang bersifat multinasiounal .Salah satu dari dua tujuan utama proyek
ini ialah mengisolasikan ciri ciri yang ada dari kurikulum yang mencukup
prinsip prinsip pendidikan seumur hudup.
Kriteria
evaluasi itu dibagi menjadi tiga tingkatan :
Pertama, kriteria umum secara
relatif ,kedua,mendefinisikan kondisi kondisi yang diinginkan dan yang terakhir
dua atau lebih spesifikasi yang dikembangkan pada masing masing peryataan
kriteria.
Daftar yang membantu prinsip
prinsip pendidikan seumur hidup :
1.
Integrasi horisontal
Fungsi khusus dalam
pendidikan seumur hidup pula menjadikan konsep serta proses belajar individu
menjadikan persekolahan tidak hanya terjadi pada sektor formal. Dengan hal ini
menekankan untuk menghubungkan antara sekolah sekolah dan lembaga lembaga
sosial serta struktur yang memenuhi fungsi pendidikan atau adanya kerjasama di
antara pendidikan sekolah dan luar sekolah sebagai perwujudan belajar sepanjang
hayat.
Kriteria dan spesifikasi yang
bersifat ilustrasi
1.
Integrasi antara rumah dan
sekolah
2.
Integrasi antara rumah dan
masyarakat
3.
Intgarasi rumah dan kerja
4.
Integrasi diantara
sekolah,budaya,lembaga,organisasi dan kegiatan kegiatan
5.
Integrasi antara sekolah dan mas
media
6.
Integrasi dari subyek belajar
7.
Integrasi diantara subyek kurikulum
dan kegiatan ekstra kurikulum
8.
Integrasi pelajar yang memiliki
ciri ciri yang berbeda
II. Vertikal Articulasi :
Artikulasi diantara unsur-unsur kurikulum pada level yang berbeda dan
kurikulum sekolah, pra sekolah serta
pasca sekolah untuk pencapaian system pendidikan yang lingkungannya
berbeda,khususnya berorientasi pada tingkat umur yang berbeda dari masyarakat.
Dalam literatur pendidikan seumur hidup, pra sekolah dan pasca sekolah
bukanlah menerapkan pelengkap sekolah,tetapi merupakan partner yang berdiri
sejajar.
Kriteria dan spesifikasi secara ilustrasi :
1.
Integrasi di antara
pengalaman,pra sekolah dan sekolah.
2.
Integrasi di antara tingkat atau
level yang berbeda di dalam sekolah.
3.
Integrasi di antara persiapan
sekolah dan aktivitas pasca sekolah.
Dalam evaluasi sering berguna
membedakan antara cara pendidikan dan tujuan pendidikan. Perbedaan cara dan
tujuan tidak selalu mudah dibuat. Macam kapasitas yang mungkin dihubungkan
dengan konsep kependidikan bisa didefinisikan sebagai tujuan dalam sense referensi
pada kapasitas yang dikembangkan dalam pembelajaran. Tetapi kapasitas seperti
itu sama-sama merupakan pada jenis tujuan pembelajaran lain.
Demikian juga nampaknya tepat
untuk memandang metode atau proses pendidikan sebagai cara,sedangkan memandang outcome
yang dimanifestasikan dalam pembelajaran sebagai tujuan. Kedua daftar kriteria
yang baru saja diberikan tertuju pada cara menyusun pendidikan.
Kriteria lain dalam kelompok yang
mengikuti biasanya dianggap sebagai cara dalam sense,dalam kriteria itu lebih
ditujukan pada proses atau struktur pendidikan daripada outcome yang
dimanifestasikan dalam pembelajar atau dalam masyarakat sebagi keseluruhan.
Selagi kriteria itu berasal dari konsep pendidikan seumur hidup,kriteria itu di
sini dianggap sebagai kriteria dalam sense yang sama yang mana perubahan yang
diinginkan dalam pembelajaran adalah kriteria.
III. Orientasi pada pertumbuhan diri :
Perkembangan dalam pembelajaran
dari karakteristik pribadi yang menyumbangkan pada proses jangka panjang
pertumbuhan dan perkembangan yang mengangkut kesadaran diri yang realistik
,minat pada dunia dan pada orang lain ,keinginan mencapai kriteria internal
untuk membuat evaluasi dan penilaian dan semua kesatuan kepribadian.
Kelompok ini memesukan
kriteria yang mensefisinikan berbagai aspek pertumbuhan pribadi.Beberapa elemen
dari konsep pendidikan yang lebih luas jelas berasal dari sini,khususnya yang
berhubungan dengan motivasi dalam pembelajaran.
Kriteria sasaran pada hasil dari
proses pendidikan secara terus menerus:
1.
Pengertian diri sendiri
2.
Minat pada manusia dan dunia
lingkungan
3.
Motivasi pencapaian
4.
Pembentukan kriteria penilaian
internal
5.
Pembentukan nilai nilai dan sikap
sikap progesif
6.
Intergasi dari kepribadian
Pembelajaran yang terarah diri :
Individualisasi dari pengalaman
belajar terhadap tujuan pengembangan skill dan kompetensi pembelajar dalam
perencanan,pelaksanan dan evaluasi dari
aktivitas sebagai individu dan sebagai anggota kelompok belajar yang coperatif.
Spesifikasi ilustrasi dan kriteria :
1.
Partisipasi dalam planing,pelaksanaan,dan evaluasi belajar
2.
Individualisasi dari perkembangan
3.
Perkembangan dari skill pembelajaran diri
4.
Perkembangan dari skill antar pembelajaran
5.
Perkembangan dari evaluasi diri dari evaluasi kerjasama dari skill.
Pemeriksaan dari spesifikasi untuk
kelompok ini menyarankan paling tidak tiga kunci asumsi mengenai bagaimana
orang belajar,mungkin diduga dari kriteria ini :
a.
Jika pembelajaran diindividualisasikan dalam langkah,metode,dan isi,
maka pembelajar akan belajar bagaimana menyeleksi dan menggunakan pendekatan
yang paling cocok bagi mereka sebagai individu pengetahuaan ini akan memudahkan
perkembangan pengarahan diri dalam belajar.
b.
Jika pembelajar diberi pengalaman dalam membuat keputusan mereka dan
berhubungan dengan konsekuensi keputusan itu,maka mereka akan menjadi
termotivasi dan kompeten untuk mengarahkan pembelajaran mereka di masa
mendatang.informal seperti diimplikasikandengan pelatihan dalam pekerja atau
kegunaan tv umum untuk tujuan pendidikan.
c.
Apakh tujuan evaluasi adalah membuat penelitian tentng pembelajaran atau
tentang kondisi yang mempengaruhi pembelajaran.
d.
Apakah konsepsi dari praktek evaluasi condong kepada model perkembangan
dan penelitian atau hubungan manusia dan atau model penyelesaian makalah.
Praktikum pada proses pendidikan secara terus menerus pula dapat
menjadikan individu memiliki motivasi dalam hal penyiapan keterampilan yang
tersedia dan diperlukan,maka dari hal ini diperlukannya proses belajar yang
terjadi secara terus menerus.Tujuan utama persekolahan adalah menyiapkan anak
untuk kehidupan yang akan datang, maka belajar dipandang sebagai sesuatu yang
tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari daripada anak didik.
Pendapat yang menekankan pada dua hal,yaitu’’horizontal intregation’’
dan’’vertikal integration’’yang pertama dimaksudkan, bahwa belajar disekolah
hendaknya dikoordinasikan dengan komponen lain didalam masyarakat tempat anak
memperoleh pengalaman belajar,misalnya keluarga,perkumpulan-perkumpulan
pemuda,masyarakat,tempat kerja,pergaulan dengan teman-teman sebaya,dan
sebagainya. Selanjutnya dikemukakan sebagaian besar anggota masyarakat
hendaknya dipandang sebagai/suatu integrasi yang luas,dan bukan sesuatu yang
kurang berhubungan antara disiplin ilmiah yang satu dengan yang lain.
Masyarakat Nasional
yang sedang berkembang dan maju
Dalam masyarakat yang kurang
berkembang prinsip pendidikan seumur hidup ini menawarkan cara alternatif untuk
pencapaian dasar pendidikan untuk perkembangan ekonomi masyarakat secara
keseluruhan,yang mungkin memiliki daya tarik yang besar. Metode yang
digambarkan dari antropologi dan etnologi mungkin jauh lebih berguna sebagai
model untuk evaluasi dalam daerah pedesaan dari pada model perkembangan dan
penelitiaan yang ditunjukan pada permulaan bab
ini.
Individu dan
Kolektifitas
Perbedaan yang kedua ini berhubungan
dengan perbedaan mengembangkan dan dikembangkan.
0 komentar:
Posting Komentar